Mongabay.co.id

Inilah Kota-kota “Berlangit Biru” Terbaik di Indonesia, Benarkah?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengevaluasi kualitas udara perkotaan (Ekup) sepanjang Maret-Oktober 2014.  Tujuannya, untuk mengetahui kualitas udara sekaligus mendorong agar kota-kota di Indonesia mengelola kualitas udara.

Hasil terbaik evaluasi 2014,  kategori kota metropolitan diraih Palembang (skor indeks 78,50),  Surabaya (75,78), Jakarta Pusat (70,27), Jakarta Selatan (69,11) dan Medan (68,82). Kategori kota besar diraih Tangerang Selatan (82,34), Pontianak (72,54), Balikpapan (71,63), Malang (67,79) dan Padang (65,08). Untuk kota sedang dan kecil Ambon (77,58), Serang (74,95), Banda Aceh (72,78), Pangkal Pinang (72,01) dan Palu (71,18).

“Palembang menjadi terbaik karena kota itu sudah membuat perda emisi. Di Palembang kendaraan umum sudah menggunakan bahan bakar gas. Pemerintah Bali dan beberapa daerah lain juga sudah mencoba ke arah sana,” kata  MR Karliansyah, Deputi Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLHK, di Jakarta, Rabu (18/2/15).

Dia mengatakan, yang dievaluasi 13 kota metropolitan, 15 kota besar dan 16 kota sedang atau kecil. KLHK,  bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti pemerintah provinsi, pemerintah kota, Polresta, Dinas Perhubungan, tim ahli, laboratorium, LSM dan perguruan tinggi.

Menurut dia, indikator penilaian adalah uji emisi, kinerja lalu lintas dan pemantauan kualitas udara. Pengukuran kualitas udara di jalan raya meliputi parameter karbon monoksida (CO), nitrogen monoksida (NO2), hidrokarbon (CO), oksidan (O3), partikulat (PM10) dan sulfur dioksida (SO2). Penilaian di tiga ruas jalan arteri pilihan bersama dan dianggap mewakili suatu kota selama tiga hari.

“KLHK berusaha mendorong kota-kota di Indonesia memberikan kontribusi bagi udara bersih dan sehat yang memenuhi baku mutu kualitas udara ambien.”

Kota yang melebihi ambang batas ambien hidrokarbon seperti Medan, Semarang, Tangerang, Makassar, Bandar Lampung, Banjarmasin, Batam, dan Samarinda. Lalu, Pekanbaru, Banda Aceh, Pangkal Pinang, Bengkulu, Tanjung Pinang, Mataram dan Jayapura. Sedang, kota yang melebihi ambang batas ambien PM10 adalah Tangerang dan Yogyakarta.

Melalui evaluasi ini, katanya, mendorong pemerintah kota menerapkan konsep transportasi berwawasan lingkungan. “Ini penting karena 70% pencemaran udara di perkotaan dari transportasi,” katanya.

Beberapa waktu lalu, katanya,  Menteri LHK Siti Nurbaya sudah mengirimkan surat kepada Menteri Perekonomian guna pembahasan bahan bakar menuju Euro-4.

“Di ASEAN ada kesepakatan 2016 negara yang tergabung harus menggunakan bahan bakar standar Euro-4. Pertamina baru bisa 2019.”

Karliansyah mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bagus, bahkan masuk 10 besar ekonomi dunia. Namun, tidak dibarengi perbaikan kualitas udara dan lingkungan hidup.

“Yale University April 2014 mengeluarkan indeks kualitas lingkungan hidup. Indonesia urutan 112 dari 178 negara. Salah satu indikator adalah kualitas udara. Ini berkorelasi dengan indeks kualitas manusia, Indonesia urutan 121 dari 186.”

Melalui program ini, KLHK menghasilkan rekomendasi perbaikan kebijakan, strategi dan rencana aksi pengelolaan kualitas udara bagi tiap kota.

“Indeks kualitas udara kita saat ini 63,80. Di dalam RPJM dipatok bisa meningkatkan indeks 2015 menjadj 81 dan akhir kabinet ini 84.”

Dia mengatakan, menaikkan indeks bukan hal mudah, perlu perbaikan menyeluruh terutama transportasi dan bahan bakar. ”Kami menyarankan pemerintah daerah menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi.”

Exit mobile version