Mongabay.co.id

Sidang Gugatan Warga Rembang, Inilah Keterangan Saksi Tergugat

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang kembali menggelar sidang gugatan warga Rembang terhadap Gubernur Jawa Tengah (tergugat) dan PT Semen Indonesia (tergugat intervensi) pada Kamis (26/02/2015), dengan agenda mendengarkan keterangan para pihak, yakni saksi dari pihak tergugat.

Kuasa hukum dari Gubernur Jawa Tengah menghadirkan Teguh Dwi Paryono sebagai Kepada Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Otniel Paulus Sulaiman Moeda selaku Ketua Tim Teknis Komisi Penilai Amdal, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah dan Teguh Gunawarman selaku Kepala Camat Gunem.

Sebelum mendengarkan kesaksian dari para pihak tergugat, penggugat mengajukan dua bukti tambahan yakni surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dengan permohonan berkesaksian dalam gugatan tersebut.

Dalam kesaksiannya, Teguh Dwi Paryono mengatakan  selaku kepada Dinas ESDM, ia memiliki tupoksi salah satunya adalah pengelolaan ESDM Jateng di bidang mineral (tambang) dan energi. Ia juga bertugas memastikan apakah kawasan yang diajukan PT. Semen Indonesia (PT.SI) masuk ke dalam kawasan tambang atau tidak. “Menurut Perda 6 tahun 2010 tentang RTRW Jawa Tengah, lokasi untuk rencana produksi PT.SI masuk ke dalam kawasan untuk tambang,”kata Teguh.

Setiap rencana penambangan, wajib disebutkan kedalaman penggalian, ada tidaknya penggunaan bahan peledak, dan rencana reklamasi. Ia merekomendasikan agar PT.SI tidak menambang lebih dari kedalaman 100 meter.

PT.SI tidak menggunakan air tanah namun akan menggunakan air permukaan dengan membuat embung (waduk). Teguh menjelaskan meski masuk dalam cekungan air tanah (CAT) Watu Putih, tapi tidak ada larangan menambang di kawasan itu. Penambangan tidak akan mempengaruhi posisi keberadaan akuifer tersebut karena penambangan pada zona kering dan tidak sampai pada zona dimana akuifer tersebut berada.

Dinas ESDM Jateng pada 1998, pernah meneliti kawasan Gunung Watu Putih dan telah ada penambangan disitu.  Pihaknya juga belum pernah merekomendasika kepada pemerintah daerah dan pusat untuk menetapkan kawasan karst Watu Putih untuk ditetapkan sebagai kawasan lindung.

Sedangkan Otniel Paulus Sulaiman Moeda dalam kesaksiannya menjelaskan Amdal PT SI sudah layak.  Menurutnya, dalam amdal, proses yang paling rumit adalah aspek sosial oleh karena itu komisi selalu mewajibkan untuk membuat kajian studi persepsi sosial masyarakat. Masyarakat bisa menyampaikan saran, masukan, kritikan tentang Amdal. Masyarakat bisa mengajukan keberatan melalui PTUN bila izin Amdal telah keluar.

Sementara, Teguh Gunawarman selaku Camat Gunem dalam kesaksiannya mengatakan tidak ada kepala desa di wilayahnya yang menolak pertambangan PT SI di Rembang. Dia juga  tidak pernah tahu dan tidak pernah melihat izin lingkungan PT.SI.

Pada 2013, ia pernah didatangai warga, diantaranya Sumarno yang memperlihatkan Amdal PT SI, kesalahan dalam Amdal tersebut, sehingga mereka memprotes pendirian pabrik.

“Pabrik semen akan merusak lahan pertanian, sumber air, menghasilkan debu dan warga mengatakan tanpa semen warga masih bisa makan,” kata Teguh menirukan pernyataan Sumarno dan rekan.

Kuasa hukum penggugat, Muhnur Satyahaprabu mengatakan, dari keterangan Teguh Dwi Paryono, pada intinya dia mengetahui bahwa Dinas ESDM Jateng pernah melakukan studi penelitian di Gunung Watu Putih yang secara geografis berada diatas Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih. Penelitian menyebutkan Gunung Watu Putih adalah kawasan karst, artinya CAT Watu Putih adalah cekungan air tanah yang bercirikan kawasan karst. Dan masuk dalam kawasan geologi yang dilindungi.

“Teguh juga mengamini bahwa penambangan akan mengubah keadaan geomorfologi artinya pasti ada dampak lingkuungan yang penting akibat pertambangan,” kata Muhnur.

Muhnur menambahkan terkait rencana reklamasi pasca tambang, ia mengatakan tidak ada jaminan PT.SI akan mentaati apa yang ada dalam dokumen AMDAL dan tidak ada jaminan pemerintah akan menegakan undang-undang terhadap pelanggaran lingkungan yang dilakukan korporasi besar.

Dalam dokumen Amdal mencamtumkan di lokasi tambang ada sumber mata air. Jika radius 200 meter seperti rekomendasi Badan Geologi Kementerian ESDM artinya, kawasan air adalah kawasan lindung setempat sesuai undang-undang. Jika rekomendasi harus lebih dari 200 meter, namun jika ada sumber air dalam IUP penambangan harusnya penambangan batal.

“Ia mengamini bahwa sampai saat ini tidak pernah melakukan audit lingkungan ia lakukan sebagai kapasitas dia, walaupun  isntitusinya harus bekerja sama dengan BLH, namun ia tidak pernah ada itikat baik itu,” kata Muhnur.

CAT Watu Putih adalah kawasan karst namun pemerintah daerah tidak pernah berupaya untuk melindungi kawasan karst di Gunung Watu Putih. Apa buktinya? karena sejak tahun 1998 ditemukan karst, namun sampai 2015 tidak ada upaya pemerintah daerah untuk mengusulkan itu harus  dilindungi. Muhnur menambahkan, semua yang masuk sebagai karakteristik karst harus dan wajib dilindungi. Di dalam kawasan karst terdapat banyak keunikan alam, stalagtit, stalagmit, flora dan fauna. Tidak memandang karst 1,2 dan 3. Itu kemajuan pengelolan karst.

“Kepala ESDM mengkerdilkan upaya pemerintah untuk melindungi karst dengan menyebut karst yang dlindungi hanya yang kawasan karst 1,” tambah Muhnur.

Sedangkan terkait keterangan Oenil, Muhnur mengatakan pendapat dia fair. Namun perlu diketahui bahwa Amdal sifatnya prosfektik. Otniel kurang hati-hati sebagai ketua tim teknis penilai amdal. Kenapa? Karena soal dampak yakni dampak fakta maka pengalaman masyarakat harus yang pertama dan dampak  scientifik atau prosfektik  kedua dalam pertimbangan.

“Artinya jika masyarakat menuntut pekerjaan di Amdal hanya sebagai kecil bicara tentang pekerjaan namun secara umum bicara tentang dampak lingkungan berkelanjutan,” kata Muhnur.

Ia menambahkan, di dokumen amdal disebut sebagai akademik efidenma yakni amdal berfungsi sebagai induk dari izin-izin yang dikeluarkan. Karena penting maka harus dibuat secara rigit dan hati-hati. Dalam konteks ini saya  meragukan berkapasitas saksi menilai amdal tersebut dan saksi tidak paham unsur kehati-hatian.

Terkait keterangan Teguh Purnawarman selaku Camat Gunem, Muhnur mengatakan dari kesaksian saksi yang mengatakan pemerintah harus netral, itu bohong. Ini terlihat karena kegiatan sosialisasi banyak difasilitasi pemerintah daerah, camat dan desa.

“Artinya pemerintah banyak menjadi pelaku perusakan lingkungan dengan cara nelayani dan meemfasiltasi perusahaan tambang,” kata Muhnur.

Ia mengatakan, dalam hal partisipasi masyarakat yang dilakukan pemerintah itu adalah sosialiasi, karena kebijakan sudah ada lalu disosilalisasi, kalau konsultasi publik maka kebijakan sudah ada, namun masyakarat menentukan setuju atau tidak terhadap pembangunan pabrik.

Majelis hakim kemudian memutuskan sidang dilanjutkan pada Kamis (05/03/2015) dengan agenda lanjutan keterangan para saksi yakni adalah dua orang saksi warga (PT.SI), satu orang penyusun desain (terkait tambang PT.SI) dan satu dari pihak tergugat.

Exit mobile version