,

Bersiaplah! Investasi untuk Konservasi Wallacea Mulai Dikucurkan

Dana Kemitraan Ekosistem Kritis (CEPF) mulai mengucurkan investasinya untuk pelestarian keragaman hayati di kawasan Wallacea 2015 ini. CEPF akan memberikan hibah senilai Rp50 miliar kepada organisasi masyarakat sipil (CSO) yang melakukan kegiatan konservasi di Wallacea selama lima tahun mendatang.

Kegiatan konservasi yang diajukan untuk konservasi di Wallacea ini diharapkan searah dengan tujuan strategis CEPF (The Critical Ecosystem Partnership Fund). Diantaranya adalah konservasi jenis terancam punah, perlindungan tapak, pengelolaan sumber daya alam darat berbasis masyarakat, hingga pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut berbasis masyarakat. Kegiatan lain yang diharapkan untuk dilakukan adalah pelibatan sektor swasta dalam pelestarian keragaman hayati serta penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam konservasi keragaman hayati.

CEPF juga telah mengidentifikasi delapan area prioritas (Priority Funding Area – PFA) untuk program investasi konservasi di Wallacea. Februari 2015 lalu, telah diumumkan proses pengajuan aplikasi hibah untuk kegiatan peningkatan kapasitas di Wallacea.

Sementara, mulai Mei hingga Juni 2015, akan dilakukan kegiatan serupa untuk konservasi keragaman hayati di PFA Kepulauan Sangihe-Talaud dan koridor laut Sulawesi Utara, serta PFA Seram dan koridor laut Buru. PFA Seram dan koridor laut Buru mencakup Pulau Seram, Boano, Ambon, Buru, Haruku dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Enam area lain yang akan menjadi lokasi prioritas pendanaan di periode berikutnya adalah Danau Poso dan Kompleks Danau Malili, Sulawesi bagian selatan, koridor laut Togean-Banggai, Halmahera dan koridor laut Halmahera, Flores dan koridor laut Solor-Alor serta Timor-Leste dan koridor laut Timor-Leste.

Adi Widyanto, Project Team Leader Reginal Implemetation Team (RIT) CEPF menuturkan peran RIT di sini untuk mengkoordinasikan program konservasi di Wallacea serta menjalankan program hibah untuk CSO.

Ini dikarenakan, CEPF merupakan kemitraan antara Bank Dunia, Global Environment Facility (GEF), MacArthur Foundation, Pemerintah Jepang, Badan Pembangunan Perancis (AFD), Conservation International (CI) dan Uni Eropa. “CEPF ingin memastikan kucuran investasinya untuk keterlibatan masyarakat sipil dalam konservasi keragaman hayati di Wallacea benar-benar terlaksana,” ujar Adi.

Gunung Awu, Pulau Sengihe. Foto: Hanom Bashari/Burung Indonesia
Gunung Awu, Pulau Sangihe. Foto: Hanom Bashari/Burung Indonesia

Wilayah penting

Wallacea merupakan kawasan di Indonesia timur yang mencakup kepulauan Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara—termasuk Timor-Leste. Kawasan ini termasuk salah satu pusat keragaman hayati dunia. Namun, banyak jenis keragaman hayati dan habitatnya di kawasan ini yang terancam punah. “Di Wallacea tercatat ada 560 jenis keragaman hayati yang terancam punah dan 391 daerah penting bagi keragaman hayati baik darat maupun laut,” tutur Ria Saryanthi, ahli keragaman hayati Burung Indonesia.

Jatna Supriatna, Legenda Konservasi Indonesia, menuturkan keragaman hayati yang merupakan percampuran Asia dan Australia dapat kita saksikan di Wallacea yaitu Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. “Ini menunjukkan, Indonesia kaya akan anugerah keragaman hayati (biodiversity). Untuk biodiversity Asia dapat kita temukan di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan atau Sundaland, sementara biodiversity Australia dapat kita saksikan di Papua,” tuturnya.

Menurut Jatna, Sulawesi yang merupakan wilayah “percampuran”, sekitar 70 persen keragaman hayatinya merupakan jenis endemik alias tidak ditemukan ditempat lain. “Jadi tidak terbantahkan, Wallacea merupakan wilayah penting bagi keragaman hayati Indonesia sekaligus untuk dunia.”

Wallacea memang begitu dikenal akan keragaman hayatinya. Sebut saja burung bidadari halmahera di Halmahera, anoa di Sulawesi dan Buton, serta babirusa di Sulawesi yang semua jenis ini tidak akan kita temui di belahan dunia lain.

Grafis: Aip Abbas/ Burung Indonesia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,