,

Jika Laut Dipenuhi Sampah, Lalu Bagaimana Mengatasinya?

Saat ini lautan di planet bumi ini telah dipenuhi sampah plastik, bahkan baru-baru ini sebuah penelitian menyebutkan bahwa sampah plastik yang terbawa ke lautan mencapai 8 juta metrik ton per tahun, atau sebagai perbandingan sama jika anda memasukkan 2.740 ekor gajah jantan ke laut perharinya. Miris!

Bagi sebagian dari kita yang hidup di Indonesia, permasalahan sampah juga dapat dijumpai disekitar lingkungan kita. Sampah plastik dengan mudah dapat dijumpai di lautan, di pesisir pantai, hingga di sungai. Pantai tidak pernah sepi dari sampah plastik, mulai dari kantong plastik, botol minuman dan yang lainnya.

Banyak dari kita yang kemudian bertanya-tanya, “mengapa kita tidak membersihkan sampah-sampah itu dari lautan?” Pertanyaan sederhana, namun memerlukan jawaban yang kompleks dan mendalam.

Seperti dilansir oleh EcoWatch, Jenna Jambeck, seorang peneliti lingkungan mengatakan bukannya mengangkat sampah dari lautan adalah sesuatu yang tidak mungkin, namun hasilnya tak akan sebanding dengan usaha yang dilakukan. Bagi peneliti, lebih baik memfokuskan energi dalam membersihkan sampah di daratan dan sungai daripada mengangkati plastik yang sudah mengambang di lautan.

Mengapa? Ini sebabnya.

Plastik di lautan. Sumber:
Plastik di lautan. Sumber: Jenna Jambeck/ EcoWatch

Lautan sangat luas

Lautan adalah kawasan yang sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh proses-proses tanpa akhir yang membuatnya selalu berubah dan bergerak dinamis. Lautan memiliki 3 dimensi, saling terhubung, dan tak pernah bisa diprediksi. Lautan yang luas, dinamis, dan arus yang selalu berubah, seolah-olah seperti kekuatan raksasa yang kita takkan pernah pahami secara sempurna.

Di lautan lepas, manusia seringkali tak berdaya menghadapi ombak dan arus raksasa, dan hal-hal lain yang bisa saja terjadi. Pengetahuan dan pengalaman kita akan laut didasarkan pada interaksi yang sangat terbatas. Bekerja di laut sangatlah sulit dan tidak bisa diprediksi.

 

Pengelolaan sampah sungai hanya sampai di muaranya

Manusia kehilangan kemampuan mengelola sampah plastik jika sampah-sampah tersebut sudah sampai di lautan. Pembersihan laut dari sampah bukanlah bentuk dari pengelolaan sampah, melainkan hanya upaya mengangkuti sampah plastik dari lautan.

Untuk saat ini, polusi plastik di lautan adalah sesuatu hal yang baru dihadapi dan dimengerti oleh dunia. Hampir tidak ada ahli spesialis khusus yang menangani hal ini, tidak ada textbook, kursus, sarjana ataupun mata kuliah yang terkait dengan modul pembersihan sampah plastik dari lautan.

Ada banyak jenis sampah plastik di lautan

Lautan kita dipenuhi sampah plastik dari berbagai jenis, mulai dari item-item utuh seperti sikat gigi atau botol, hingga potongan-potongan plastik kecil. Sebuah penelitian memperkirakan terdapat 5,25 triliun item plastik dengan berat 269 ton yang sekarang mengapung-apung di lautan seluruh dunia. Dari seluruh item tersebut, ukurannya ada yang sangat kecil dari hanya 1 mm hingga 4,75 mm.

Masing masing potongan sampah mempunyai ukuran dan yang berbeda, juga punya komposisi kimia yang berbeda. Perubahan struktur dan daya apungnya juga mengundang berbagai spesies dan organisme laut yang menjadikannya habitat hidup. Sifat heterogen sampah tentunya menyimpan bahaya, dengan konsekuensi negatif yang signifikan dan berpotensi membahayakan kesehatan ekosistem lautan.

Bayangkan jika kumpulan-kumpulan sampah ini bersatu satu sama lain selama puluhan tahun seiring gelombang laut, baik dari yang kecil yang tak kasat mata hingga yang dapat terkumpul dalam jaring ikan besar.

Melakukan upaya redesain produk berbahan plastik menjadi produk yang bernilai dan berkelanjutan akan menjadi suatu solusi agar bahan tersebut dapat diperbarui dan didaur ulang. Demikian pula upaya ini merupakan bagian dari pencegahan, yaitu membantu pengurangan volume sampah (waste reduction).

Sumber: wikipedia.common
Klik pada gambar untuk memperbesar. Sumber: wikipedia.common

Melakukan Prinsip Daur Ulang Mengacu Siklus Ekologi

Sebagian besar pakar dan peneliti polusi plastik setuju bahwa pembersihan laut dari sampah plastik adalah pendekatan yang radikal, bahkan sering dianggap tidak praktis dan terlalu idealis. Lalu bagaimana?

Salah satu hal yang perlu dipikirkan adalah berpikir dengan prinsip alam itu sendiri.

Dalam prinsip siklus ekologi dikenal sebuah prinsip dasar yang dikenal sebagai cradle-to-cradle (C2C), yaitu model rantai makanan yang tertutup. Semua proses industri dan komersial diharapkan dapat mengikuti siklus tertutup sehingga tidak ada lagi limbah.

Pada dasarnya konsep C2C membagi material dalam proses industri dan komersial ke dalam dua kategori, bahan teknis dan bahan biologis. Bahan teknis hanya boleh menggunakan bahan-bahan sintetis yang tidak beracun dan tidak memberi dampak negatif pada lingkungan dan dapat digunakan berulang-ulang tanpa mengurangi kualitas bahan (daur ulang penuh).

Konsep ini agak berbeda dengan konsep daur ulang konvensional yang selama ini kita pahami, di mana suatu bahan didaur ulang menjadi produk yang lebih rendah (daur turun, downcycling). Contohnya plastik casing komputer didaur ulang menjadi cangkir minuman kemudian didaur kembali menjadi kantong plastik dan terakhir betul-betul menjadi sampah.

Bahan biologis adalah bahan organik yang setelah digunakan dapat dilepas dan diurai kembali ke alam.

Namun demikian, untuk yang saat ini sudah terjadi, tentunya upaya pembersihan laut dari sampah plastik tak bisa kita abaikan begitu saja, seperti halnya dalam kanker, pengangkatan sel-sel kanker melalui invasive surgery kadang menjadi harapan satu-satunya.

Bagaimana menurut anda?

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,