Mongabay.co.id

Bertemu AMAN, Berikut Respon Jokowi terhadap Beragam Persoalan Masyarakat Adat

Pada Kamis (25/6/15), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama beberapa organisasi masyarakat sipil bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Dalam pertemuan itu Jokowi, mengamini hal-hal yang disampaikan AMAN. Jokowi  setuju segera pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), penting pembentukan satgas, pembebasan warga adat yang dikriminalisasi, sampai upaya mendorong pengembangan ekonomi komunitas adat sebagai penyeimbang bisnis besar.

“Pertemuan berlangsung sekitar 1,5 jam dari jadwal 30 menit. Secara keseluruhan Presiden sambut gagasan dan aksi yang selama ini dilakukan AMAN. Ada satu proses rekonsiliasi antara masyarakat adat dan negara. Kami diskusikan, bahwa, masalah-masalah masyarakat adat kalau tak diselesaian segera maka program-pogram prioritas Jokowi akan terhambat. Sebab hampir seluruh program prioritas, baik infrastruktur, pangan, energi dan pembangunan poros maritim berada di wilayah-wilayah adat,” kata Abdon Nababan, Sekjen AMAN usai bertemu Presiden di Jakarta.

Presiden, kata Abdon, menyadari tantangan bahwa program pembangunan bersentuhan dengan wilayah adat. Dia juga mengingat enam komitmen terhadap masyarakat adat di dalam Nawacita.  Dia memahami berbagai permasalahan ini, tinggal perlu merumuskan regulasi.  Presiden menyatakan, segera memproses pengesahan RUU PPMHA. “Ini akan ditindaklanjuti oleh kementerian yang akan ditugaskan,” ucap Abdon.

Presiden, menyadari,  hampir di semua provinsi, terjadi konflik masyarakat adat. Jokowi mencontohkan,  salah satu provinsi di Kalimantan, ada 853 sengketa melibatkan masyarakat adat.

Konflik dan sengketa ini, kata Jokowi, harus diselesaikan melalui instrumen regulasi, dalam hal ini UU. “Karena kondisi di lapangan saat ini, masyarakat adat selalu dikalahkan atau dikorbankan,” begitu ucapan Jokowi, kala itu.

Komitmen pembebasan korban-korban kriminalisasi pun keluar dari Presiden. “Tadi Presiden fasih sebutkan, daftar nama segera diproses. AMAN mengusulkan 166 nama. Sudah ada di tangan Setkab, Andi Widjajanto,” kata Abdon.

Untuk pembentukan, Satgas Masyarakat Adat, Presiden juga mengatakan, tak masalah. “Itu segera ditindaklanjuti. Dia sebutkan Siti Nurbaya (Menteri LHK). Siti juga respon, segera tindaklanjuti soal satgas.”

Audensi AMAN dengan Presiden Jokowi di Jakarta. Sumber foto dari Yayasan Perspektif Baru

Mengenai putusan Mahkamah Konstitusi soal hutan adat bukan hutan negara (MK 35), dan mengenai kawasan hutan (MK 55), Presiden, kata Abdon, menyatakan, akan ada instruksi presiden buat menindaklanjuti.

Untuk pemulihan, dan restitusi, atau terkait mekanisme pengurusan masyarakat adat, Presiden menyatakan akan ditangani Bappenas.

Bahasan penting lagi, kata Abdon, soal posisi Indonesia dan masyarakat  adat dalam menghadapi proses-proses negoisasi iklim. Presiden menekankan, pentingnya masyarakat adat terlibat dalam green economy dan blue economy.

Presiden mengakui, masyarakat adat mempunyai kearifan tradisional ramah alam. Terlebih, AMAN telah mendapat pengakuan internasional lewat penghargaan Elinor Ostrom Award.  “Presiden sambut agar masyarakat adat aktif terlibat pembangunan ekonomi berbasis adat agar ekonomi tidak dikuasai satu dua orang saja yang bisa memperbesar gap,” kata Abdon.

Presiden mengatakan, saat ini hampir semua negara mengakui bahwa sistem ekonomi global sangat merusak. Pengembangan ekonomi berbasis masyarakat adat dapat menjawab persoalan ini. “Presiden ingin mengembangkan secara bertahap dengan masyarakat adat.”

Wimar Witoelar, Pendiri Yayasan Perspektif Baru, juga hadir dalam pertemuan mengatakan, penyelesaian kesenjangan ekonomi bisa diambil dari kearifan tradisional. “Selama ini, kepentingan tradisional tersingkirkan.” Padahal, katanya, masyarakat adat yang mengelola hutan dengan baik karena tergantung hidup dari sana. Berbeda dengan pengusaha. “Saya percaya Presiden sangat mengerti ini.”

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dalam pertemuan itu mengatakan, mengenai berbagai konflik terutama di kawasan hutan, telah mengirimkan surat kepada semua BKSDA agar melakukan pendekatan persuasif, bukan kriminalisasi. Dia menekankan, UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), yang selama ini banyak menjerat masyarakat sesungguhnya hanya untuk kejahatan terorganisir dan korporasi.

Siti  menyatakan, Inpres menindaklanjuti implementasi putusan MK-35, saat ini sudah diperlukan. Dia menilai, keputusan bersama empat menteri, yang ditandatangani beberapa hari sebelum era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berakhir, soal inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) justru khawatir mengancam. Sebab, dapat melegitimasi keterlanjuran.

Exit mobile version