Indonesia Mengejar Penghematan Energi 10 Persen

Indonesia bergerak cepat untuk mengejar ketertinggalan dari sejumlah negara di ASEAN dan di dunia yang sudah lebih dulu menerapkan kebijakan konservasi dan efisiensi energi, dengan memulai menerapkannya dari industri.

Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Farida Zed mengungkapkan, konservasi energi dan energi efisiensi menjadi misi penting yang harus dilaksanakan oleh Indonesia saat ini, karena menyangkut berbagai hal dan hajat hidup orang banyak.

“Kita sudah menyusun bersama-sama baseline seperti apa. Itu berguna untuk mendukung road map yang kita buat untuk pelaksanakan kebijakan konservasi energi dan energi efisiensi,” ungkap Farida dalam gelaran SWITCH-Asia regional conference and networking event yang digelar di Sari Pan Pasific Hotel, Jakarta, Selasa (07/07/2015).

Menurut Farida, pemerintah menargetkan pada 2020 bisa tercapai penghematan energi hingga 10 persen. Untuk mencapai goal tersebut, dari sekarang berbagai langkah sudah dilakukan untuk mendukung target tersebut, antara lain melakukan labelling dan penerapan standardisasi semua peralatan yang digunakan dalam kehidupan harian.”Jadi, semua peralatan yang kita gunakan dan masuk itu kita standardisasi. Sehingga, kita dapatkan barang yang memang hemat energi,” jelasnya.

Selain langkah di atas, upaya yang sudah dilakukan untuk mewujudkan 10 persen penghematan energi pada 2020, kata Farida, adalah dengan melakukan sosialisasi dan membenahi peraturan regulasi. Kemudian, ada juga langkah membangun manager energy yang akan disebar ke seluruh sektor industri.

“Akan ada 1500 auditor dan manager energy yang akan kita bentuk hingga 2025,” tuturnya.

Peran Perbankan

Dalam upaya percepatan penerapan konservasi energi dan efisiensi energi, Pemerintah sengaja menggandeng perbankan dan lembaga keuangan untuk bersama-sama menggiring industri dari hulu ke hilir melaksanakan kebijakan tersebut.

Dengan menggandeng perbankan dan lembaga keuangan, industri diharapkan mendapatkan kemudahan untuk melaksanakan kebijakan. Misalnya, jika ada perusahaan yang ingin mengganti mesin ataupun teknologi yang lebih hemat energi, maka perbankan atau lembaga keuangan bisa memberikan kredit.

Saat ini, industri yang sudah terlibat aktif adalah industri semen dengan motornya Semen Gresik dan Semen Padang, industri baja, industri tekstil, dan pembangkit-pembangkit listrik.”Industri-industri tersebut sudah mulai melakukan penghematan energi dan itu bisa mendapatkan cost energy lebih rendah dan bisa survive dari persaingan global. Dari Pemerintah kita fasilitasi dengan kehadiran manager energy,” tutur Farida.

Selain industri tersebut, Farida memaparkan, pihaknya sedang mendorong industri lain sepert industri tambang dan batubara untuk menerapkan kebijakan tersebut. Dengan ikut terlibat, industri tersebut bisa membantu penghematan energi nasional dan memperpanjang umur cadangan.

35 Persen

Sementara itu menurut UNEP representative, Coordinator of SWITCH-Asia Regional Policy Support Component, Sabin Basnyat, sebagai negara berpenduduk banyak, Indonesia bisa meraih hasil maksimal dalam menerapkan kebijakan konservasi energi dan efisiensi energi, dengan syarat pelibatan masyarakat.

“Jika masyarakat dilibatkan, akan ada penghematan energi hingga 35 persen. Itu jumlah yang sangat besar,” ungkap Sabin.

Sabin menjelaskan, syarat mendapatkan 35 persen itu cukup mudah didapat hanya dengan mengubah gaya hidup di setiap rumah tangga. Contohnya, adalah bagaimana membiasakan setiap masyarakat untuk selalu mematikan lampu jika sedang tidak digunakan. Atau, bagaimana menanamkan pola pikir bahwa penggunaan pendingin ruangan (AC) tidak harus dalam kondisi terdingin.

“Untuk lampu, kan bisa dimulai dengan menggunakan lampu LED. Itu sudah membantu untuk ikut menghemat energi nasional. AC juga temperaturnya tidak harus rendah,” jelas dia.

Sedangkan Delegasi khusus Uni Eropa untuk Indonesi, Ria Noviari Butarbutar terkait melihat Indonesia harus bisa menerapkan konservasi energi dan efisiensi energi, karena memang banyak produk (industri) yang dihasilkan dikirim ke Eropa.

“Asia, khususnya Indonesia adalah negara penting karena memproduksi banyak kebutuhan untuk Eropa. Sementara, Eropa jua sangat fokus untuk menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan energi baru terbarukan dan konservasi energi,” ungkap Ria.

Aktivis Lingkungan dari Tunas Hijau menunjukkan peralatan elektronik yang hemat energi dan yang boros energi. Foto : Petrus Riski
Aktivis Lingkungan dari Tunas Hijau menunjukkan peralatan elektronik yang hemat energi dan yang boros energi. Foto : Petrus Riski

Sebagai mitra di Indonesia, Ria menjelaskan, Uni Eropa sudah mendanai sembilan dari total 81 proyek yang ada di 16 negara. Proyek-proyek tersebut, semuanya bertujuan untuk melaksanakan konservasi energi dan efisiensi energi.

Dalam kesempatan yang sama, Executive Director of ASEAN Centre for Energy, Sanjayan Velautham mengatakan, kebijakan konservasi energi dan efisiensi energi saat ini menjadi isu pokok di ASEAN. Untuk tingkatan regional tersebut, diharapkan pada tahun ini bisa didapatkan penghematan energi hingga delapan persen.

“Masing-masing negara di ASEAN punya target sendiri-sendiri. Ini sangat baik. Kita harus terus mengenalkan kepada orang-orang untuk selalu menggunakan energi yang efisien dalam setiap aktivitas kehidupan. Negara lain sudah berjalan dan Indonesia diharapkan bisa segera mengikuti jejak negara lain tersebut,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,