Air Laut Dunia Bertambah Asam dan Hangat, Apa Dampaknya Terhadap Biota?

Produksi gas rumah kaca seperti karbon dioksida tidak saja menjadi sumber pemanasan global bumi, namun juga berdampak kepada biota laut. Dengan jumlah yang semakin meningkat dalam beberapa ratus terakhir ini, sekurang-kurangnya 30 persen total karbon dioksida yang diproduksi oleh manusia diserap oleh lautan di seluruh dunia. Akibat yang terjadi, laut pun semakin bertambah asam. Efek rumah kaca juga akan menyebabkan laut meningkat suhunya.

Pertanyaannya, apa dampak dari laut yang semakin bertambah asam dan semakin menghangat bagi biota penghuninya?

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change, para peneliti menyebutkan bahwa pengasaman laut akan semakin meningkat. Tingkat keasaman (pH) laut, yang saat ini rata-rata antara 8,1-8,2, akan meningkat dan diproyeksikan menjadi 7,8 pada tahun 2100. Laut yang bertambah asam akan mempengaruhi populasi global fitoplankton, mikro organisme di permukaan laut yang membentuk dasar rantai makanan laut.

Untuk mengetahui respon dari mikro organisme terhadap lingkungan yang semakin bertambah asam. Para peneliti telah melakukan uji coba terhadap 96 spesies fitoplankton, termasuk diatom seperti organisme prochlorococcus dan coccolithophores dan memetakan tingkat pertumbuhannya di bawah kondisi yang lebih asam. Mereka menemukan beberapa fitoplankton semakin tumbuh lebih cepat sementara ‘para pencundang’ mengalami kematian.

Respon yang berbeda terhadap lingkungan yang bertambah asam menghasilkan keseimbangan yang berubah terhadap berbagai spesies plankton di seluruh dunia seperti yang diungkapkan oleh Stephanie Dutkiewicz, salah satu peneliti utama dari  MIT Center for Global Change Science, University of Alabama at BirminghamDutkiewicz menyebutkan pergeseran di tingkat plankton mungkin akan memiliki konsekuensi besar lebih lanjut dalam rantai makanan. Pergolakan yang terjadi pada dasar rantai, yaitu fitoplankton akan berpengaruh kepada spesies yang memakan mereka.

“Misalnya top predator seperti beruang kutub, tergantung kepada sumber makanan yang dimulai dari diatom, dan sebaliknya mungkin tidak makan oleh sesuatu yang memakan prochlorococcus,” jelas Dutkiewicz. Menurutnya biota yang tergantung kepada jenis-jenis fitoplankton tertentu akan terdampak dan dalam jangka panjang akan terpengaruh populasinya.

“Saya rasa, keseimbangan populasi fitoplankton akan menyebabkan rantai makanan global secara keseluruhan menjadi berbeda.”

Diatom, major group of algae, and are among the most common types of phytoplankton. Sumber: Wikimedia common
Diatom, kelompok terbesar dari algae, yang merupakan tipe yang paling umum dari fitoplankton. Sumber: Wikimedia common

Migrasi Biota Laut Akibat Suhu Laut yang Meningkat

Dari model numerik yang dibuat, selain pengasaman laut peneliti juga memasukkan faktor dampak dari perubahan iklim yaitu pemanasan suhu laut dan berkurangnya pasokan nutrisi yang akan menyebabkan jenis-jenis spesies global akan terdampak.

Beberapa spesies diindikasikan akan bermigrasi secara signifikan, dengan sebagian besar populasi akan bergeser ke arah kutub setelah air laut di planet ini semakin bertambah hangat.

Paper yang dikeluarkan oleh para peneliti keanekaragaman hayati dari University of British Columbia menyebutkan suhu laut yang meningkat akan menyebabkan biota laut yang memiliki mobilitas tinggi akan memiliki probabilitas bertahan hidup, alih-alih yang hidup di lokasi spesifik tertentu.

“Temuan kami menunjukkan bahwa spesies yang memiliki rentang lebar lintang, generalis habitat, dan mobilitas yang tinggi akan semakin bergeser. Di sisi lain, spesies yang terbatas akan mulai berada di tingkat bahaya saat lautan di planet kita terus menjadi hangat,” jelas Jennifer Sunday, pimpinan tim peneliti dari UBC.

Di lokasi seperti perairan Australia sebelah timur, laut telah memanas empat kali lipat dari rata-rata global, yang mengakibatkan spesies laut telah bergerak jauh ke selatan yang lebih dingin, meski diketahui bahwa sebagian dari spesies tetap bertahan untuk tidak berpindah.

Beberapa jenis ikan, seperti ikan sirip kuning (Seriola lalandi), tiger shark (Galeocerdo cuvier), beberapa spesies pari dan maori wrasse (Cheilinus undulatus) diketahui memiliki sebaran yang luas di kawasan ini dan mulai dijumpai bermigrasi ke lebar lintang arah selatan.

Penelitian di bidang kelautan ini adalah penelitian awal untuk mengetahui bagaimana respon spesies terhadap perubahan iklim, termasuk memprediksikan bagaimana spesies berbeda melihat lautan yang lebih menghangat di tahun yang akan datang. Lingkungan laut yang berubah akan menimbulkan respon kompetisi di antara spesies-spesies yang hidup di dalam relung tertentu.

“Intinya adalah kita perlu tahu bagaimana kompetisi ini akan terjadi di lingkungan yang berubah,” jelas Dutkiewicz. “Biasanya, evolusi terjadi dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan itu. Hingga di suatu titik perubahan akan mencapai kestabilan di mana beberapa spesies dapat bertahan hidup dan mencapai keseimbangan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,