,

Jejak Alfred Russel Wallace Itu Sungguh Mengagumkan

Anda pernah mendengar nama Wallacea? Sebuah kawasan yang menyimpan keragaman hayati yang begitu tinggi. Wilayah ini terdiri dari ribuan pulau yang berada di antara kawasan Oriental dan Australasia. Pulau-pulau tersebut masuk dalam tiga kelompok yaitu Sulawesi dan pulau satelitnya, Kepulauan Maluku, serta Kepulauan Nusa Tenggara.

Uniknya, posisi kawasan yang membentang sepanjang lima ribu kilometer itu membentuk busur yang menghimpun sekitar 13.500 pulau. Kondisinya yang juga dibatasi oleh samudera, membuatnya kaya akan ratusan spesies endemik. Sulawesi misalnya. Sekitar 70 persen keanekaragaman hayatinya merupakan endemik/khas. Sebut saja anoa atau babirusa (Babyrousa babirussa).

Berdasarkan data Burung Indonesia, Wallacea juga merupakan wilayah yang kaya avifauna. Sedikitnya, 307 jenis burung yang sebarannya terbatas hanya ada di sini. Jumlahnya mencakup 40 persen dari total 767 jenis burung yang terdata di Wallacea. Selain itu, sekitar 273 jenis (64%) burung endemik yang ada di Indonesia ada di Wallacea.

Re-collecting Alfred Russel Wallace oleh Fred Langford Edwards. Foto: Rahmadi Rahmad
Re-collecting Alfred Russel Wallace oleh Fred Langford Edwards. Foto: Rahmadi Rahmad
Spesimen burung cendrawasih koleksi MZB LIPI. Foto: Rahmadi Rahmad
Spesimen burung cendrawasih koleksi MZB LIPI. Foto: Rahmadi Rahmad

Nama Wallacea ini nyatanya diambil dari nama Alfred Russel Wallacea (1823-1913), sang penemu batas zoogeografi tersebut. Sekaligus, penemu teori evolusi seleksi alam, yang telah menjelajahi kepulauan Nusantara selama delapan tahun (23 Januari 1854 – 1 Januari 1862). Sembari mendokumentasikan keanekaragaman hayati Nusantara itu, ia juga membangun koleksi spesimen besar yang kini ada di museum-museum Eropa.

Dari pengembaraannya itu, Wallace yang tertarik pada ilmu botani, zoologi, geografi, dan juga sosiologi berhasil mengumpulkan 125.600 spesimen yang menunjukkan bahwa Nusantara memanglah wilayah megabiodiversity. Dari catatan perjalanannya itu pula, Wallace berhasil menuntaskan bukunya The Malay Archipelago: The Land of The Orangutan and The Birds Paradise (1869) atau tujuh tahun setelah petualangannya yang mengagumkan.

Kumbang di Kepulauan Nusantara yang dikoleksi Alfred Russel Wallace. Foto: Rahmadi Rahmad
Kumbang di Kepulauan Nusantara yang dikoleksi Alfred Russel Wallace. Foto: Rahmadi Rahmad
Suasana ruangan Pameran125.660 Spesimen Sejarah Alam yang digelar di Saliharai mulai 15 Agustus - 15 September 2015. Foto: Rahmadi Rahmad
Suasana ruangan Pameran 125.660 Spesimen Sejarah Alam yang digelar di Salihara mulai 15 Agustus – 15 September 2015. Foto: Rahmadi Rahmad

Siapakan Alfred Russel Wallace? Sejatinya, lelaki kelahiran Usk, Monmouthshire, Inggris pada 1823 ini merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Dia adalah surveyor tanah yang ketertarikannya pada penelitian muncul pada 1844 saat bertemu Henry Walter Bates, naturalis otodidak.

Tahun 1848, Wales dan Bates memutuskan berlayar menuju Brazil. Namun, pada 1850, keduanya sepakat berpisah guna mencari hasil yang lebih sempurna. Wallace memfokuskan pada wilayah Negro, percabangan Amazon di utara, sementara Bates di Solimoes selatan. Wallace pun terus meneliti hingga ke sumber mata air Rio Negro yang terpencil sembari mengumpulkan spesimen, memetakan sungai, dan mencatat apa saja yang ditemukannya.

Satu tahun setelah perjalanan ekspedisinya di Amazon, Wallace melakukan petualangan ke Nusantara yang saat itu dikenal dengan sebutan Malay Archipelago. Ia mengarungi luasnya samudera dengan kapal yang tidak dilengkapi alat komunikasi dan navigasi yang ideal. Dari hasil pengembaraannya yang spektakuler Wallacea berhasil mengumpulkan ribuan spesimen dan namanya mencuat sebagai sosok naturalis handal yang selalu disandingkan dengan Charles Darwin.

Alfred Russel Wallace. Sumber: Wikipedia commons

Indonesia kaya

Benarkah Indonesia kaya akan keragaman hayati? Berdasarkan catatan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Indonesia yang memiliki sekitar 17 ribu pulau merupakan rumah bagi 80 ribu jenis kriptogram. Bukan hanya itu, ada 8.157 jenis fauna vertebrata, 30 – 40 ribu flora berbiji, dan ribuan organisme yang tersebar dalam 74 tipe ekosistem. Proses ilmiah pencatatan keanekaragaman hayati ini telah berlangsung sejak berabad lalu yang terlihat dalam manuskrip kuno maupun berbagai relief di candi.

Enny Sudarmonowati, Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI menuturkan, merujuk pada spesimen yang didapat Wallacea saat itu menunjukkan bahwa sejak dulu Indonesia memang negara kaya akan keanekaragaman hayati. “Apa yang dideskripsikan Wallace terutama burung dapat kita lihat pada koleksi Museum Zoologicum Bogoriense-LIPI (MZB-LIPI). Artinya adalah Indonesia memang memiliki potensi alam yang luar biasa,” jelas Enny pada pembukaan “Pameran 125.660 Spesimen Sejarah Alam” di Galeri Salihara, Jakarta Selatan, Sabtu (15/8/15).

Menurut Enny, koleksi Museum Zoologi ada sekitar tiga juta spesimen dengan spesimen serangga yang terbanyak. Ini hampir sama sebagaimana koleksi Wallace yang sebagian besar adalah serangga. “Sayang, generasi muda sekarang jarang melirik untuk menjadi peneliti sekaligus petualang seperti Wallace.”

Padahal, keanekaragaman hayati Indonesia inilah yang dijadikan titik tolak teori evolusi melalui seleksi alam. “Wallace dikenal bersama Charles Darwin menemukan teori evolusi melalui seleksi alam yang begitu sohor di dunia.”

Enny memaparkan, kedepan LIPI akan terus meneliti biodiversity Indonesia yang hasilnya akan diwujudkan dalam buku Status Kekinian Keragaman Hayati Indonesia. “Tahun ini penelitian fokus di Sulawesi dengan tetap memperhatikan pulau-pulau terluar Indonesia. Jangan sampai, kita kecolongan oleh peneliti asing,” paparnya.

Re-collecting Alfred Russel Wallace yang dilakukan oleh Fred langford Edwards
Re-collecting Alfred Russel Wallace yang dilakukan oleh Fred langford Edwards. Foto: Rahmadi Rahmad
Tengkorak orangutan (Pongo) betina dewasa dan bayi. Spesimen ilmiah dalam koleksi tulang belulang MZB LIPI. Foto: Rahmadi Rahmad
Tengkorak orangutan (Pongo) betina dewasa dan bayi. Spesimen ilmiah dalam koleksi tulang belulang MZB LIPI. Foto: Rahmadi Rahmad

Spesimen orangutan yang turut dipamerkan. Foto: Rahmadi Rahmad

Spesimen orangutan yang turut dipamerkan. Foto: Rahmadi Rahmad

Meski Indonesia disebut kaya namun J. Sugardjito, peneliti senior sekaligus ahli ekologi satwa liar, berpendapat sudah sepatutnya pemutakhiran data keanekaragaman hayati Indonesia dilakukan. Ini penting, kita terlalu sering dininabobokan dengan istilah negara megadiversity padahal hutan tempat tumbuhan dan satwa hidup sudah gundul. “Contoh konkrit, bagaimana nasib orangutan saat ini? Berapa jumlahnya dan dimana persebarannya?” ucap Sugardjito.

Pastinya, Fred Langford Edwards, seniman visual asal Wales Utara, Inggris  yang juga melakukan re-collecting Alfred Russel Wallace, begitu bangga bisa memotret ratusan spesimen Wallace yang telah dikumpulkan di seluruh Nusantara ini. Dengan peralatan format-medium, foto yang diambilnya dapat diperbesar dimensinya, melebihi objek aslinya. “Visualisasi ini membuat jejak Alfres Russel Wallace begitu nyata adanya,” paparnya antusias.

Hal yang diamini Anna-Sophie Springer dan Etienne Turpin. Kurator berdedikasi yang yakin, bila spesimen peninggalan Wallace tersebut akan memberikan pergerakan penelitian sekaligus pengetahuan sejarah alam kolonial beserta transformasi Kepulauan Nusantara sekarang, yang dihasilkan Wallace pada masanya itu.

Peta yang menunjukkan perjalanan Wallace mengitari Kepulauan Nusantara yang dituliskannya dalam buku The Malay Archipelago. Sumber: Wikipedia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,