, ,

Kado Manis di Balik Jalan Terjal Membangun Hutan Desa Manjau

Lembaga Desa Pengelola Hutan Desa (LDPHD) Manjau di Desa Laman Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, akan menerima dana pembayaran imbal jasa ekosistem pada proyek REDD+. Dengan demikian, Hutan Desa Manjau menjadi hutan desa pertama penerima dana imbal jasa ekosistem di Kalimantan Barat.

Dana sebesar Rp600 juta ini akan diserahkan oleh Community Forest Ecosystem Services (CFES) pada 2 September 2015. Masyarakat memperoleh dana sebesar 600 juta yang akan diberikan secara bertahap selama empat tahun dengan rincian penerimaan per tahunnya sebesar Rp150 juta.

Pembayaran ini dilakukan dengan alasan masyarakat sudah memiliki kemampuan mereduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+). Masyarakat juga dinilai sudah dapat melaksanakan kesepakatan berdasarkan persyaratan yang telah disepakati kedua belah pihak, yaitu CFES dan LDPHD Manjau.

Adapun persyaratan terkait hutan desa yang harus dipenuhi adalah; masyarakat tidak boleh membuka lahan atau menebang pohon di hutan desa. LDPHD akan dibayar 100 persen jika pembukaan lahan tidak lebih dari 2,2 hektar per tahun.

Jika lebih dari 2,2 hektar sampai 4,4 hektar, mereka akan dibayar 50 persen per tahun. Sedangkan jika mereka membuka lahan di hutan desa lebih dari 4,4 hektar, maka masyarakat tidak akan mendapatkan pembayaran sama sekali.

Terkait penerimaan dana imbal jasa ekosistem ini, LDPHD Manjau melalui asistensi dari Fauna Flora International (FFI) melaksanakan pilot project REDD+ di Hutan Desa Manjau. Sistem yang diterapkan adalah voluntary market (pasar sukarela), dimana dana tersebut akan digunakan untuk berbagai kegiatan yang berkaitan dengan Hutan Desa Manjau.

Kegiatan tersebut di antaranya, patroli pengamanan hutan desa, reboisasi dan pembibitan, usaha LDPHD (pengelolaan air bersih, usaha NTFP), dan kegiatan ibu-ibu, kelompok tani pemilik lahan di hutan desa, dan bantuan sosial yang diberikan kepada orang jompo, orang cacat, anak yatim, dan bedah rumah untuk keluarga miskin.

Hutan Desa Manjau ditetapkan sebagai areal kerja oleh Menteri Kehutanan RI berdasarkan SK 493/Menhut II/2011, terletak pada hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 1.070 hektar. Pada 2014-2015, CFES juga telah melaksanakan kontrak pertama dengan LDPHD Manjau dengan jumlah kontrak Rp100 juta.

Inilah Goa Maria, salah satu sumber air bersih warga Dusun Manjau, Desa Laman Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal
Inilah Goa Maria, salah satu sumber air bersih warga Dusun Manjau, Desa Laman Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal

Kepala Lembaga Hutan Desa Manjau, Yohanes Dogol Haryono menegaskan bahwa tujuan pengelolaan hutan desa adalah untuk pelestarian sumber air di Hutan Desa Manjau. Kawasan ini merupakan satu-satunya sumber air yang dapat memenuhi kebutuhan hidup warga di Dusun Manjau.

Sedangkan pembayaran PES dari proyek REDD+, kata Yohanes Dogol Haryono, hanya sebatas bonus, dan bukan tujuan dari pelestarian hutan desa. “Ada tidaknya pembayaran PES kami tetap akan melestarikan Hutan Desa Manjau. Hidup kami sangat tergantung dengan sumber daya alam yang ada di Hutan Desa Manjau,” katanya melalui siaran pers yang dikirim ke Mongabay Indonesia, Minggu (30/8/15).

Sementara tokoh masyarakat sekaligus pendiri Dusun Manjau, Yohanes Terang menjelaskan, hutan desa dinilai sangat dibutuhkan lantaran ia menjadi bagian dari hidup manusia. Di dalamnya ada sumber air. “Jika hutan hilang, hilanglah sumber air masyarakat,” katanya.

Dia mencontohkan, jika musim kemarau tiba warga masih bisa mengambil air di kaki Goa Maria yang terletak di Dusun Manjau. Kualitas airnya masih baik dan tetap terjaga hingga kini.

Ekosistem di kawasan hutan desa ini, lanjut Yohanes, relatif terjaga. Di dalamnya terdapat keanekaragaman hayati yang begitu tinggi. Sejumlah satwa seperti orangutan, owa, klampiau, cucak rowo, dan enggang gading masih sering dijumpai.

Selain fauna, hutan desa ini juga kaya dengan flora. Ada banyak pohon durian, juga gaharu. Termasuk rotan, kopi, dan karet. Buah-buahan di hutan desa cukup membantu perekonomian warga. “Tentu kekayaan alam ini adalah anugerah Tuhan yang harus kita lestarikan keberadaannya untuk anak cucu kelak,” ucapnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,