Penenggelaman Kapal Asing, Bukti Indonesia Serius Perangi Illegal Fishing

Komitmen Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menegakkan kedaulatan perairan Nusantara dibuktikan kembali dengan meledakkan 12 kapal asing pelaku illegal fishing pada 19-20 Oktober 2015.

Peledakan tersebut dilakukan di empat lokasi; perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat; perairan Batam, Kepulauan Riau; perairan Langsa, Aceh; dan perairan Tarakan, Kalimantan Timur. Kapal-kapal yang diledakkan dengan TNT berkekuatan rendah itu, merupakan hasil tangkapan KKP, Polri dan TNI AL.

“Penenggelaman ini, selain sebagai efek gentar juga bukti nyata bahwa Indonesia serius dalam memerangi illegal fishing,” ujar Abdul Rouf Sam, Sekretaris Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, usai peledakan kapal asing di Pontianak, Senin (19/10/15).

Indonesia melalui KKP juga meratifikasi peraturan internasional di sektor kelautan dan perikanan. Amerika Serikat memberikan apresiasi terhadap hal ini. “Pemerintah Amerika tidak menarik bea masuk untuk ikan asal Indonesia alias nol persen,” katanya.

Menurut Rouf, di organisasi regional Asia Tenggara, Indonesia dijadikan pusat kesekretariatan untuk informasi kegiatan illegal fishing. Anggotanya ada 11 negara. “Indonesia dianggap sudah memerhatikan pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan.”

Di Kalimantan Barat, peledakan dilakukan di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah. Empat kapal asing yang ditenggelamkan tersebut adalah kapal Vietnam, sedangkan empat kapal yang ditenggelamkan di perairan Tarakan, Kalimantan Timur, berbendera Filipina.

Dari empat kapal tersebut, dua kapal Vietnam ditangkap oleh Kapal Patroli Hiu Macan 001 pada 14 Maret 2015, di perairan Natuna yang penyidikannya dilakukan oleh PSDKP Pontianak. Dua kapal Vietnam lainnya ditangkap oleh Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat pada 27 Juni 2017 di perairan Zona Ekonomi Ekslusif, sekitar perairan Natuna, yang penyidikannya dilakukan juga oleh PSDKP Pontianak. Empat kapal tersebut terbukti melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia, tanpa dokumen perizinan, serta menggunakan alat tangkap terlarang jenis trawl dan pair trawl.

Selasa (20/10/15) ini, KKP juga akan menenggelamkan dua kapal Vietnam dan 1 kapal Thailand di perairan Batam, Kepulauan Riau; serta 1 kapal berbendera Thailand di perairan Langsa, Aceh. Ketiganya ditangkap oleh Kapal Patroli Hiu Macan 005 pada 7 Maret 2015 dan 22 Maret 2015 di perairan sekitar Batam. Kapal tersebut terbukti melakukan penangkapan di perairan Indonesia tanpa dokumen SIUP/SIPI/SIKPI dan menggunakan alat tangkap jenis pair trawl.

Kapal yang diledakkan di Perairan Belawan, Selasa, 18 Agustus 2015 karena melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia. Foto: Ayat S Karokaro

Penegakan hukum

KKP menyebut, negara mendapatkan Rp2 miliar dari empat kapal berbendera Vietnam yang telah ditenggelamkan di perairan Datuk, Pontianak, itu. Pengembalian uang negara tersebut, kata Rouf, dalam bentuk denda kepada perusahaan perikanan yang telah melakukan pencurian ikan, dan hasil lelang ikan. “Sebagai contoh, dari 4 kapal itu dendanya sekitar Rp2 miliar, satu paket itu Rp1 miliar, satu paketnya lagi Rp1 miliar, jadi Rp2 miliar.”

Rouf mengatakan, dari seluruh kapal asing yang ditenggelamkan, semuanya sudah dalam status memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht, kecuali empat kapal asing di Riau. “Peledakan kapal asing yang belum inkracht dibenarkan secara hukum.”

Sahono Budianto, Humas Ditjen PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan, menambahkan landasan hukum dalam penenggelaman kapal asing tersebut mengacu pada pasal 76a Undang-undang No 45 tahun 2009 tentang Perikanan.

“Melalui aturan ini, KKP bisa langsung menenggelamkan kapal yang terduga melakukan IUU Fishing tanpa harus menunggu proses pengadilan. Namun, dibekali surat persetujuan dari ketua pengadilan negeri setempat. Jika sudah dalam proses persidangan, yang memberikan izin adalah majelis hakim,” terangnya.

Menurut Sahono, anak buah kapal yang bukan tersangka akan dipulangkan ke negara asal secepatnya. Pemulangan bekerja sama dengan pihak imigrasi dan perwakilan negera asal kapal asing. Sesuai UU Perikanan , yang ditetapkan sebagai tersangka adalah nahkoda dan kepala kamar mesin. “Untuk tersangka, mengikuti proses hukum sampai ada keputusan yang bersifat tetap.”

Direktur Kapal Pengawas Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Budi Halomoan Lubis menambahkan, sampai saat ini tidak ada penelitian yang akurat mengenai kerugian negara akibat tindak pencurian ikan. Rumusnya, estimasi hasil tangkapan dikali salah satu jenis ikan. “Misal, 5 ton dikalikan dengan harga ikan. Seperti yang pernah disampaikan Ibu Susi, kerugiannya mencapai Rp300 miliar per tahun.”

Jumlah kerugian tersebut, baru  estimasi di satu titik lumbung ikan, belum lumbung lain. “Kerugian ini pun belum termasuk kerusakan ekosistem akibat penggunaan alat tangkap yang merusak habitat ikan,” jelas Budi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,