Mongabay.co.id

Kembali dari Thailand: Orangutan-orangutan Ini Terampas dari Induk Sejak Bayi…

Pesawat TNI Angkatan Udara dengan nomor lambung A-1332 mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu sore (12/11/15). Tak lama, keluar box silver persegi panjang dengan lubang-lubang di beberapa bagian. Mobil angkutan mendekat. Tampak sesekali dari lubang dua tangan hitam menyembul. Itulah detik-detik kepulangan 14 orangutan dari Thailand, yang menggunakan pesawat TNI-AU.

Orangutan-orangutan ini, merupakan sitaan dari  pengoleksi satwa di Thailand. Kala ditemukan pada 2009, mereka masih bayi. “Saya kira orangutan mereka dibunuh lalu bayi diambil dari alam di Indonesia,” kata Edwin Wiek, Founder dan Direktur Laos Wildlife Rescue Center. Di sanalah selama bertahun-tahun ini orangutan dipelihara sebelum pulang kampung. Wiek ikut rombongan dari Thailand ke Jakarta.

Dia menceritakan, orangutan-orangutan ini menjadi koleksi pribadi  politisi kaya Thailand, yang juga memelihara harimau dan buaya. Kasus ini, sepi tanpa tindaklanjut. Wiek menduga karena terkait penguasa kaya. “Saya kira, sistem sama dengan di negara ini. Sedihnya, kaya dan punya kuasa tak mendapat hukuman.”

Di tempat itu, anak-anak orangutan ini dilatih agar bisa tampil dalam pertunjukan. Orang-orang datang menonton pertunjukan lalu berfoto. “Sangat menyedihkan,” katanya.

Ini salah satu orangutan yang dipulangkan ke Indonesia, setelah beberapa tahun di Thailand. Foto: Laos Wildlife Rescue Center

Bersyukur, tak sampai enam bulan berada di tangan ‘pemilik’, anak-anak orangutan ini berhasil diselamatkan. “Jadi mereka tak banyak waktu buat melatih dengan baik apalagi masih bayi. Tetapi, uang sudah mereka peroleh dari pertunjukan-pertunjukan itu.”

Pulang kampung orangutan dari Thailand ini bukan kali pertama. Pada 2007, dia juga ikut mengembalikan 48 orangutan ke Indonesia.

Menurut dia, banyak sekali satwa-satwa langka dari Indonesia beredar di berbagai negara seperti Vietnam, Thailand hingga Tiongkok. Wiek berharap, ada kerja sama antara negara guna menangkal perdagangan ilegal orangutan maupun satwa lain. “Juga penegakan hukum yang kuat agar perdagangan ilegal bisa setop,” ujar dia.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kala memberikan sambutan pada pengembalian 14 orangutan dari Thailand ke Indonesia di Bandara Halim Perdanakusuma, pekan lalu. Tampak orangutan memperlihatkan kedua tangan lewat lubang. Foto: Sapariah Saturi

Dia melihat pemerintah Indonesia berniat baik menjaga satwa termasuk orangutan dari berbagai ancaman. Namun, dia masih menanti keseriusan aksi. “Saya percaya dengan orang-orang baik. Tetapi, setiap saya punya harapan, saya kecewa. Jadi saya menanti janji pemerintah. Saya akan kembali dalam beberapa bulan ke depan untuk melihat perkembangan. “

Siti Nurbaya. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan hadir menyambut kedatangan 14 orangutan dari Thailand ini. “Saya kira tak ada yang paling berharga, terima kasih kepada semua pihak yang mengupayakan kehadiran, anak-anak hilang…14 orangutan ini…,” katanya, kala memberi sambutan.

Dia mengatakan, pengembalian ini merupakan proses panjang. Pada 2007, kali pertama Indonesia menerima pengembalian dari Thailand sebanyak 48 orangutan, menyusul 2008 ada enam dan teranyar 14 orangutan.

Dari 14 orangutan ini, satu dianggap dari Sumatera dan 13 asal Kalimantan dengan sembilan laki-laki, lima betina. “Ada 12 dewasa, dua anak-anak,” katanya. Sebenarnya, dari 14 orangutan ini, mati satu, tetapi lahir dua.

Ini juga salah satu orangutan hasil sitaan kala masih bayi dan kini pulang ke kampung halaman. Foto: Laos Wildlife Rescue Center

Saat ini, katanya, di alam diperkirakan ada 6.667 orangutan Sumatera dan 36.125 orangutan Kalimantan. “Jumlah ini terus dipertahankan. Bahkan dalam rencana kerja kementerian berupaya meningkatkan populasi dengan berbagai upaya, seperti menjaga habitat.” Pemerintah, kata Siti, menyiapkan program bagi 25 jenis satwa dilindungi agar terjadi peningkatan populasi.

Setelah ini, katanya, orangutan akan memasuki karantina untuk mengetahui jenis dan kesehatan. “Data dari Bangkok, itu bebas TB (tuberkulosis) dan hepatitis. Nanti kita akan cek lagi. Sekaligus, kita akan cek genetik. Apakah memang satu Sumatera dan 13 orangutan Kalimantan.”

Tak hanya itu. Terpenting, kata Siti, yang harus dicek, apakah masih ada ciri-ciri liar atau tidak. “Bayangin dari 2009 dicuri dan kembali hari ini. Ini proses panjang.” Usai tes sifat, katanya, jika masih bisa menjadi liar akan dilepasliarkan setelah melewati rehabilitasi. Jika, tidak maka akan ditempatkan ke lembaga-lembaga konservasi, misal untuk kepentingan penangkaran atau pembibitan dan lain-lain.

Toni Sumampau, Direktur Taman Safari mengatakan, proses karantina akan dijalankan dua minggu untuk mengetahui kesehatan orangutan. “Apakah TB, hepatitis dan lain-lain penyakit yang mungkin terbawa,” katanya.

Lalu, akan ada pengetesan (identifikasi) DNA, untuk mengetahui orangutan Sumatera atau Kalimantan. “Total 40 harilah. Sampai tahu asal usul, apakah sub spices Kalimantan atau Sumatera.”

Selesai di karantina, kata Toni, baru diserahkan kepada para rescue center yang akan menampung. “BOS sebagian sudah mau ambil.” Namun, katanya, Borneo Orangutan (BOS) meminta kepastian orangutan sudah sehat agar tak membawa penyakit. “Mereka punya pengalaman dulu, ada penyakit. Meskipun dibilang sehat, ternyata punya penyakit. Maka dites lagi.”

Dalam repatriasi orangutan ini, hadir juga antara lain, perwakilan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, perwakilan Menteri Luar Negeri, perwakilan KBRI di Bangkok , dan Duta Besar Thailand di Indonesia.

Proses penurunan orangutan dari peswat TNI-AU ke mobil Taman Safari. Foto: Sapariah Saturi
Pesawat TNI-AU yang membawa pulang ke-14 orangutan itu dari Thailand. Foto: Sapariah Saturi
Salah satu orangutan yang kembali dari Thailand. Foto: Laos Wildlife Rescue Center
Exit mobile version