Burung Gosong, Inilah Kerabat Maleo dari Maluku

Pantai berpasir hitam di Desa Simau, Kecamatan Galela, Halmahera, Maluku Utara, memiliki pemandangan indah. Selain dikelilingi air laut di ketiga sisinya, pantai ini juga menawarkan pemandangan hutan mangrove serta Gunung Dukono di kejauhan.

Meskipun demikian, pengunjung setia Pantai Simau bukanlah wisatawan yang ingin berjemur atau merindukan keindahan pantai, melainkan burung-burung berkaki besar yang hanya hidup di Maluku (Provinsi Maluku dan Maluku Utara). Di daerah Ambon, burung itu dikenal dengan nama momoa. Sementara di Simau, masyarakat menyebutnya salabia. Dalam dunia ilmu pengetahuan ia lebih dikenal dengan sebutan gosong maluku (Eulipoa wallacei) atau Moluccan scrubfowl dalam bahasa Inggris.

“Momoa masih berkerabat dengan maleo. Mereka termasuk dalam kelompok megapoda yaitu burung berkaki besar yang mempunyai telur besar dan tidak mengerami telurnya,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia. Kakinya yang besar dipergunakan untuk mencari makan maupun menggali sarang. Sosok gosong maluku sekilas mirip ayam kampung dengan ukuran tubuh antara 33-34 cm, bulu cokelat, tungging putih, serta kaki cokelat kekuningan.

Burung ini mendiami hutan di beberapa pulau yang termasuk dalam Kepulauan Maluku, termasuk Halmahera, Meiti, Ternate, Bacan, Buru, Boano, Seram, Ambon dan Haruku, sehingga disebut burung endemik di Maluku. Habitat hidupnya adalah hutan perbukitan dan hutan pegunungan biasanya di atas ketinggian 750 m dpl, namun momoa pergi ke pantai berpasir dan semak pesisir untuk pada saat musim bertelur.

Di pantai itu, ia menggali lubang dan mengubur telurnya dengan pasir. Tujuannya agar panas matahari pada siang hari dapat menghangatkan pasir sehingga telur-telur tersebut dapat menetas. Anak burung yang keluar dari telur langsung bisa mandiri tanpa perlu perawatan induk yang intensif.

Menurut Jihad, tercatat ada dua lokasi besar yang menjadi tempat bersarang burung ini yaitu Pulau Haruku di dekat Ambon serta Galela di Pulau Halmahera. Kedua tempat itu menyokong lebih dari separuh populasi total gosong maluku.

Gosong maluku menggali sarang dan bertelur di malam hari. Menurut Nggode, salah seorang warga Simau, hampir setiap hari salabia bertelur di pantai di desanya. Namun, pada hari-hari bulan baru alias bulan gelap, jumlah salabia yang bertelur jauh lebih sedikit dibanding pada saat bulan purnama.

Berdasar penelitian Gillian Baker dari University of Sussex, Inggris, ada beberapa kemungkinan penyebab momoa lebih memilih bertelur saat bulan purnama. Bulan purnama diduga berperan dalam mengurangi risiko predasi telur oleh pemangsa. Ketika langit terang, momoa dapat melihat predator dengan lebih jelas sehingga dapat menghindar. Dugaan lain, bulan purnama berperan dalam menyerentakkan waktu bertelur bagi momoa serta sebagai alat bantu navigasi bagi burung ini untuk menemukan lokasi bersarang.

Sayangnya, strategi itu belum bisa menyelamatkan gosong maluku dari ancaman kepunahan. Pemangsa utama telurnya, manusia, masih kerap memburu sarang-sarang momoa dan mengambil semua telurnya. Beberapa satwa lainnya seperti biawak, ular, burung pemangsa, dan babi juga menjadi ancaman bagi predasi alami. Pembangunan kawasan pantai, polusi dan sampah serta ekstraksi pasir menjadi ancaman burung gosong untuk bertelur diluar ancaman deforestasi dan perambahan yang ada di habitat tempat hidupnya.

Di lokasi seperti Simau, warga mulai sadar akan ancaman ini sehingga selain aktif berpatroli, mereka juga membatasi jumlah telur momoa yang boleh diambil demi kelestarian si kaki besar dari Maluku ini.

Lembaga konservasi, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan status dari gosong maluku sebagai burung endemik rentan terhadap kepunahan (vulnerable).

Dalam artikel kerjasama antara Mongabay-Indonesia dan Burung Indonesia bulan Desember 2015 ini, Anda bisa mengunduh kalender digital untuk gadget atau komputer anda. Silakan klik tautan ini dan simpan dalam perangkat anda.

Gosong Maluku Burung Indonesia

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,