, ,

Gambut yang Gampang Terbakar. Mengapa?

Lahan gambut di Kalimantan Barat diperkirakan mengalami kerusakan akibat kebakaran hutan dan lahan yang berakhir Oktober lalu. Mengapa gambut dengan mudahnya terbakar?

Gusti Hadriansyah, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat menuturkan, kondisi lahan gambut yang kering, membuatnya sangat mudah terbakar. “Gambut itu terbentuk dari bahan organik tanaman yang membusuk dan terdekomposisi dalam waktu yang cukup lama,” ujar doktor yang juga Tim Khusus SRAP REDD+ Kalbar.

Ciri khas lahan gambut adalah kandungan bahan organiknya yang tinggi atau lebih dari 65%. Gambut yang terbentuk dapat mencapai kedalaman lebih dari 15 meter. “Sebenarnya, lahan gambut mempunyai fungsi ekologi yang penting, yakni mengatur air di dalam dan di permukaan tanah. Untuk fungsi lingkungannya, berkaitan erat dengan daur karbon, iklim global, hidrologi, perlindungan lingkungan, dan penyangga lingkungan.”

Menurut Gusti, hingga batas tertentu, kubah gambut mampu mengalirkan air ke areal sekelilingnya. Namun, bila kering, gambut akan kehilangan sifat-sifat alaminya yang seperti sponge, kala hujan menyerap air  dan saat panas mengeluarkan air. “Termasuk, kehilangan kemampuan untuk mengatur keluar-masuknya air. Lahan-lahan gambut yang kering secara tidak alami akan sangat mudah terbakar.”

Dengan sifatnya yang seperti sponge, gambut pastinya dapat menyerap air berlebih, yang secara kontinyu melepasnya perlahan. Dengan begitu, air terus mengalir sehingga dapat menghindari terjadinya banjir dan juga kekeringan. “Lahan-lahan gambut merupakan areal ‘penyimpan’ karbon yang sangat penting,” ujar Gusti, baru-baru ini.

Sebelumnya, awal 2015, perkumpulan SAMPAN Kalimantan telah melansir fakta mengenai kondisi gambut di Kalimantan Barat. Hasil analisa spasial melalui overlay peta perizinan dengan peta gambut menunjukkan bahwa 726 ribu hektar atau 45,87 persen lahan gambut telah dibebani izin investasi berbasis hutan dan lahan.

Rinciannya, 136 ribu hektar untuk delapan perusahaan HPH, 386 ribu hektar  izin untuk 110 perusahaan pertambangan, dan 635,470 hektar untuk 240 perusahaan sawit dan 60 izin untuk HTI. Kondisi ini diperparah ketika perusahaan dalam operasi itu tidak disertai manajemen pengelolaan tata air gambut yang baik, sehingga lahan gambut mengalami kerusakan.

Jika dihitung, total rincian di atas mencapai 1.157.470 hektar. Namun seluruh izin konsesi, baik pertambangan, hak pengelolaan hutan (HPH), perkebunan sawit, dan hutan tanaman industri (HTI) itu tumpang tindih.

Peta izin konsesi industri ekstraktif di hamparan lahan gambut Pontianak dan Kubu Raya. Sumber: SAMPAN Kalimantan

Kerugian akibat kebakaran

Direktur Perlindungan Tanaman Direktorat Jenderal Perkebunan, Dudi Gunadi, dalam rapat teknis koordinasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat sebelumya mengatakan, kerugian negara akibat kebakaran hutan dan lahan mencapai Rp420 triliun. “Tapi kehancuran yang lebih besar akibat kebakaran tersebut adalah kerusakan ekosistem,” tukasnya.

Bank Indonesia Kalimantan Barat pun sudah melakukan analisis di tingkat provinsi terhadap dampak yang diakibatkan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. “Terutama di sektor perhotelan dan restoran, yang terkena imbas akibat angkutan udara yang terhambat operasionalnya akibat asap,” ujar Dwi Sulasmanto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Barat. Data yang dilansir PHRI (Perhimpunan Hitel dan Restoran Indonesia) Kalimantan Barat menunjukkan, tingkat hunian menurun hingga 30 persen. Agen perjalanan juga mengalami kerugian sekitar 20 persen, karena pembatalan keberangkatan.

Menurut PHRI, kata Dwi, dampak yang dirasakan akibat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan tahun ini lebih besar ketimbang tahun sebelumnya. Penundaan yang panjang dan batalnya penerbangan menyebabkan maskapai mengalami kerugian. “Informasi yang didapat melalui wawancara singkat dengan beberapa maskapai, kerugian yang dialami mencapai Rp2 miliar,” katanya.

Terkait kabakaran yang terjadi, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono mengatakan, patroli pencegahan kebakaran hutan dan lahan juga dilakukan di kawasan konservasi maupun objek vital, misalnya dekat bandara maupun terminal lintas negara.

Sustyo memaparkan, sejak 1 Januari hingga 20 Oktober 2015 luas areal yang terbakar dari akumulasi laporan empat Daerah Operasi (Daops) Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar sebanyak 2.850,86 hektar. Luasan tersebut tidak termasuk areal yang terbakar di kawasan taman nasional.

Kegiatan pemadaman dilakukan bekerja sama dengan Polda Kalbar hingga ke tingkat Bhabinkamtibmas yang ada di desa-desa. Adapun rincian kawasan yang berhasil dipadamkan yakni 50,44 hektar di kawasan konservasi, 350 hektar di kawasan perkebunan dan sisanya 2.450,42 hektar berada di kawasan masyarakat. ”Total pemadaman yang dilakukan sekitar ada 223 kali,” papar Sustyo.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,