,

Gubernur Kalimantan Timur Hentikan Sementara 11 Perusahaan Tambang Batubara

Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, akhirnya mengeluarkan surat penghentian sementara operasi produksi 11 perusahaan tambang di Samarinda dan Kutai Kartanegara.  Perusahaan yang dihentikan ini merupakan perusahaan tambang pemilik ‘kolam maut’ yang telah menewaskan sejumlah anak dan remaja di Samarinda juga Kutai Kartanegara. Perintah penghentian tersebut dituangkan melalui Surat Nomor 100/7089/UM-I/XII/1015 perihal Penghentian Sementara Kegiatan Produksi Batubara, tanggal 17 Desember 2015.

Awang menuturkan, setelah mendapat laporan Siswa SMK Geologi Pertambangan yang tenggelam di lubang bekas tambang batubara di Tenggarong, Kutai Kartanegara, ia segera memerintahkan stafnya melakukan kajian. Hasilnya, para pemegang izin usaha pertambangan (IUP) nyatanya tidak memenuhi kaidah pertambangan. Tidak melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan di area pertambangan, serta tidak melakukan upaya reklamasi pascatambang.

“Berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 Pasal 151 ayat 1 jika pemegang IUP terbukti melanggar aturan, saya berhak memberi sanksi administratif.”

Awang mengatakan, sebelum mengambil keputusan ini, ia sudah berkoordinasi dengan Dirjen Pertambangan Batubara Kementerian ESDM. Ini dikarenakan, 3 dari 11 tambang yang dihentikan statusnya adalah pemegang perjanjian karya pengusahaan batubara yang izinnya diterbitkan pemerintah pusat. “Sanksi administrasi tidak boleh beroperasi satu bulan menjadi peringatan awal. Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim beserta Inspektur Tambang dan Kepolisian akan memasang patok di area produksi tambang.”

Pemilik perusahaan juga diminta menghadap Distamben Kaltim paling lambat 30 hari sejak edaran gubernur dilayangkan. Perusahaan juga diminta agar menyampaikan rencana kegiatan penutupan lubang tambang, sekaligus progres sementara upaya yang sudah dilakukan terkait peristiwa jatuhnya korban di kolam area konsesi mereka.

“Saya sudah minta polda agar mengusut tuntas perusahaan yang menyebabkan korban tenggelam. Bukan hanya direktur, tapi komisaris juga agar semua bertanggung jawab. Saya juga akan memanggil semua pemilik perusahaan batu bara di Kaltim, pemegang IUP dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusaha Batubara) untuk segera mereklamasi lubang tambang dan menyerahkan area yang sudah tidak ditambang ke pemerintah daerah,” lanjut Awang.

Tanggul yang jebol milik PT. TES ini membuat rumah penduduk hancur. Foto: Jatam Kaltim
Tanggul yang jebol milik PT. TES ini membuat rumah penduduk hancur. Foto: Jatam Kaltim

Tanggapan

PT. Multi Harapan Utama (PT. MHU), yang terkena sanksi karena lubang bekas tambangnya di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara, menyebabkan tenggelamnya Mulyadi (15), Siswa SMK Geologi dan Pertambangan Tenggarong, menghormati keputusan tersebut.

Namun, pihak perusahaan menyatakan belum menghentikan operasi tambang sebagaimana perintah gubernur. Manajemen berkilah, izin yang mereka peroleh dari pemerintah pusat sehingga harus berkonsultasi dengan Kementerian ESDM. “Kami masih konsultasi, karena perizinan kami memang dikeluarkan pemerintah pusat,” ujar Deputy GM External Affairs PT. MHU, Sudarmono, Sabtu (19/12/2015).

Sementara, itu Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Samarinda (APBS) Eko Prayitno berharap pemerintah bijaksana melihat dampak sanksi tersebut. Penghentian operasional pertambangan akan membebani perusahaan karena pemasukan tidak ada, namun tetap mengeluarkan biaya untuk karyawan. “Bisa saja, perusahaan mengambil sikap untuk melakukan pemutusan hubungan kerja,” paparnya.

Merah Johansyah, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim memberi apresiasi atas keputusan gubernur tersebut. Meski demikian, Merah berpendapat, sanksi itu kurang kuat karena bukan sanksi maksimal. Penghentian 30 hari dianggap tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera dibanding derita yang dialami masyarakat. “Bukan lagi penutupan sementara, tapi penutupan total. Itu sesuai ketentuan.”

Merah mencatat, gubernur sudah berkali mengeluarkan kebijakan, namun tekanannya kembali kendur pada perusahaan. Misal, pembekuan izin lingkungan PT. Fajar Sakti Prima dan PT. Bara Tabang yang merupakan anak perusahaan PT. Bayan Group. Kedua perusahaan terbukti melakukan pelanggaran yaitu nekat menggunakan Sungai Kedang Kepala yang merupakan habitat pesut Mahakam. Kini surat pembekuan izin lingkungan keduanya dicabut. “Kami harapkan tidak berakhir seperti ini.”

Terkait sikap PT. MHU yang tidak mematuhi sanksi penghentian operasi produksi, Merah meminta agar perusahaan angkat kaki dari Kaltim. Menurutnya, ada peraturan perundangan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan pertambangan.

“Walaupun izinnya dari pemerintah pusat, tidak membuat mereka kebal dari pengawasan dan sanksi pemda. Kita minta gubernur untuk tegas. Koordinasi ke Kementerian LHK dan ESDM untuk mencabut izinnya sekalian,” ucap Merah, Minggu (20/12/2015).

Daftar perusahaan tambang yang operasinya dihentikan sementara

  1. Himco Coal, Samarinda
  2. Panca Prima Mining, Samarinda
  3. Cahaya Energi Mandiri, Samarinda
  4. Graha Benua Etam, Samarinda
  5. Energi Cahaya Industritama, Samarinda
  6. Insani Bara Perkasa, Samarinda
  7. Lana Harita, Samarinda
  8. Transisi Energi Satunama, Samarinda
  9. Atap Tri Utama, Samarinda
  10. Bara Sigi Mining , Samarinda
  11. Multi Harapan Utama (MHU), Kutai Kartanegara

Sumber: Pemprov Kaltim

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,