, ,

Apa Kabar Amdal Kereta Api Cepat Bandung-Jakarta?

Peletakan batu pertama (groundbreaking) kereta cepat Bandung-Jakarta, jalan sesuai jadwal di Perkebunan Walini, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1/16). Pembangunan kereta api cepat sepanjang 142,3 km itupun masuk babak awal meskipun dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) masih bolong sana sini.

Kereta cepat ini dikerjakan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), patungan Indonesia dan China. Indonesia lewat konsorsium BUMN yakni, PT Kereta Api Indonesia, PT Jasa Marga, PT Wijaya Karya, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Perkebunan Nasional VIII. Sedang China dari Railway International Co. Ltd,–perusahaan kereta api dengan mayoritas saham BUMN China yaitu China Railway Engineering Corporation. Joint Venture Agreement Signing High Speed Railway of Jakarta-Bandung pada Jumat (16/10/15) di Hotel Pullman Jakarta.

Dalam Sidang Komisi Amdal di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (19/1/16) banyak diungkap kelemahan-kelemahan dokumen itu. Peserta sidang merupakan perwakilan dari pemda kabupaten/kota, sebagian besar mempertanyakan soal ketidakjelasan trase yang akan dilewati. Juga RTRW belum sinkron.

Nuning Yuliastani, perwakilan Dinas Perhubungan Jawa Barat menyoroti RTRW. Sebagian besar, katanya, kepala daerah belum menyelesaikan penyesuaian tata ruang.

“Saya rasa ini belum. Penyesuaian trase seharusnya bisa segera disampaikan ke daerah hingga bisa menyesuaikan RTRW,” katanya.

Terkait pembebasan lahan, dia berkaca pada proyek Bandara Kertajati di Majalengka. Betapa sulit pembebasan lahan. Di dokumen sudah ada mekanisme, tetapi di lapangan sulit.

“Dalam dokumen ini, saya belum melihat kapan akan pembebasan lahan? Untuk pembebasan pemukiman masyarakat, dari Jakarta hingga Jabar itu mempunyai tingkat sosial dan ekonomi berbeda. Ini bukan hal mudah.”

Khawatir ganggu pasokan air

Brahmana Siregar, Bagian hidrologi Perum Jasa Tirta II mengatakan, dalam Amdal ada hal-hal yang masih kurang. Dia mengatakan, soal sempadan sungai yang akan dilewati kereta api cepat harus dipastikan. “Harus dipastikan apakah sempadan sungai yang kita kelola menjadi salah satu bagian rencana ini? Apabila benar, kami minta pemrakarsa berkoordinasi dengan kami,” katanya.

Apalagi berdasarkan dokumen Amdal, ada saluran irigasi akan berpotongan tetapi belum jelas. Hal ini, katanya, sangat rentan karena semua saluran Jasa Tirta itu sisi kanan kiri saluran buatan tanah yang dipadatkan. Apabila dalam konstruksi ataupun operasional terjadi getaran, saluran bisa runtuh.

Padahal, katanya, Jasa Tirta bertanggungjawab terhadap penyediaan air minum baku bagi Jakarta, Bandung, Karawang, Purwakarta dan sekitar. Jika terganggu, akan mengganggu pasokan air minum. “Jadi untuk saluran induk, sangat kita wanti-wanti.”

Konstruksi kereta cepat, katanya, akan meningkatkan galian yang menyebabkan air ke permukaan. Sedang dia belum menemukan perhitungan lebih dalam secara teknis.

“Dokumen ini belum lengkap. Perhitungan detail belum spesifik. Harus dikaji. Data kualitas air permukaan di Amdal kurang update, data 2013.”

Meki dari Walhi Jabar mengatakan, dalam  dokumen,  sumber air proyek ini tak jelas dari mana. Begitupun aspek persampahan, seperti penanganan limbah bahan baku berbahaya (B3).

“Aspek tata ruang. Hanya memuat kondisi lalu lintas jalan tol. Pembangunan terowongan melalui tambang galian C, saya pikir galian C pasir, tapi ternyata batu. Tambang batu menggunakan ledakan. Harus dikaji lagi oleh tim konsultan,” katanya.

Senada dengan Dedi dari Walhi Jakarta. Dia mempertanyakan alihfungsi lahan ruang terbuka hijau. “Pergantian vegetasi seperti apa, tidak jelas. Apakah tidak ada? Kalau tidak ada sudah pasti akan mengurangi serapan air dan karbon.”

Dalam dokumen menyatakan, limbah B3 akan disimpan. “Tak mungkin selamanya disimpan.” Diapun mempertanyakan perizinan pengelolaan limbah B3 proyek ini.

Tengku Imam Kobul dari LSM Sapulidi anggota Tim Komisi Penilai Amdal Kota Bekasi mengemukakan hal serupa. “Saya baca berulang-ulang, di dokumen ini tidak temukan pengalokasian RTH baik di stasiun maupun kiri kanan rel. Nanti akan memakai luas jalan tol 15-30 meter. Sekarang di kanan kiri jalan tol ruang hijau. Pemrakarsa harus menjelaskan ini.”

Dia juga menyoroti proses konsultasi publik. Seharusnya, pemrakarsa transparan. Dalam dokumen harus mencantumkan hasil asli konsultasi publik. “Siapa diundang, dokumentasi dan tandatangan yang diundang.”

di Perkebunan Walini, jadi tempat groundbreaking kereta api cepat Bandung-Jakarta pada Kamis(21/1/16). Sumber: Google

Soal kebencanaan belum ada

Dalam Amdal, katanya, belum ada informasi detail  kebencanaan. “Apakah ada dampak? Dari Jakarta sampai Bandung ada potensi bencana. Harusnya  Amdal  memuat  standar penanggulangan dan  antisipasi bencana.”

Dalam tim penyusun Amdal, tak ada ahli geologi. Padahal, keberadaan ahli geologi penting hingga bisa mengkaji kerawanan bencana.

San Afri Awang, Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang memimpin sidang Komisi Amdal membenarkan, kalau hal penting belum ada dalam Amdal ini, adalah soal kebencanaan.

“Belum tercantum. Saya tekankan terus harus ada. Sambil jalan itu dikerjakan. Di luar ini tetap mereka harus bekerja menyiapkan konsultan khusus mereka.”

Dia mengatakan, kajian lingkungan tak berdiri sendiri tetapi terkait kebijakan lain, terutama tata ruang. Amdal ini, katanya, masih belum lengkap.

Mengenai belum jelas trase kereta api cepat, dia mengambil contoh proyek tol di Sumatera. Mereka membuat Amdal per provinsi. “Saya mencermati karena selalu diundang Menteri BUMN. Disanapun trase tidak jelas hingga cukup dinyatakan. Trase itu selalu menunggu Kementerian Pekerjaan Umum. Kereta cepat ini,  di Kementerian Perhubungan.”

Menurut dia, tak ada yang dilanggar. Yang menjadi persoalan, apakah semua sudah dikomunikasikan ke daerah. “Itu di luar wewenang saya sebagai Komisi Amdal.”

Dia berharap, Kemenko Perekonomian yang mendapatkan mandat mengkoordinasi penataan tata ruang mengatasi ini agar tata ruang antardaerah sinkron.

Sedang soal pinjam pakai kawasan hutan, katanya, sudah selesai. Rekomendasi sudah keluar. Lahan pengganti sekitar Karawang seluas 114 hektar. Dua kali lipat dari hutan Perhutani yang terpakai, 57 hektar. “Mereka harus selesaikan ini dulu. Kalau gak, izin gak akan keluar. Saya juga gak mau. Kita juga harus jaga kualitas,” katanya.

Meskipun Amdal belum selesai, katanya, tak masalah sudah groundbreaking. “Ya kalau hanya peletakan batu pertama, itu hanya wujud komitmen.”

Direktur Utama  KCIC Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan, analisis dampak kebencanaan sebenarnya sudah ada. KCIC ada mekanisme untuk menanggulangi.

Kereta api cepat ini memang sensitif sekali. Dari semua faktor yang berpotensi kebencanaan kita buat sensor. Ada sensor pergerakan tanah, gempa dan lain-lain.”

Jadi, katanya, kalau terjadi sesuatu, sensor itu akan mengaktifkan peringatan dini (early warning system) yang terintegrasi dengan sistem. “Titik-titiknya memang belum rinci, tapi kita siapkan. Amdal akan terus diperbaiki.”

Mengapa buru-buru?

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Abetnego Tarigan mengatakan, Amdal proyek kereta api cepat, penting agar tidak melanggar hukum. “Bagi jajaran kementerian jangan berperilaku seperti zaman Orde Baru asal bapak senang. Target itu justru berpotensi menciptakan pelanggaran-pelanggaran.”

Kalau kementerian teknis tidak bisa memastikan clear and clean, katanya, sebenarnya berisiko memposisikan Presiden dalam situasi sulit.

Dengan groundbreaking, sementara Amdal belum selesai, seharusnya jadi catatan penting Presiden. “Kita informal sudah menyampaikan ke KLHK dan Kantor Staf Kepresidenan. Ini harus jadi konsen bersama. Kesalahan masa lalu juga begitu. Praktik-praktik dipaksakan alasan memenuhi target. Patut dicari tahu sebenarnya ada apa hingga dipercepat? Proyek ini menurut kami belum mendesak.”

Muhnur Satyahaprabu, Manajer Advokasi Walhi Nasional, menyoroti masalah hukum kala jalan tanpa Amdal. Kala, groundbreaking tanpa ada izin lingkungan dan Amdal, katanya, harus masuk pidana tata ruang dan lingkungan hidup.

Amdal, katanya, seharusnya dua musim. “Itu wajib dan teori paling mendasar. Kalau penyusunan 10 hari, berarti ini Amdal ajaib. Pembangunan, kebijakan dan pemerintahan juga ajaib. Artinya pemerintah sengaja melanggar aturan yang sudah dibikin sendiri.”

Dalam UU Tata Ruang, katanya, tak ada istilah tata ruang menyesuaikan pembangunan. Tata ruang adalah dasar pembangunan yang menjadi dasar penilaian keilmuan dalam menyusun Amdal.

Pakar Hukum Lingkungan dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, PP 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, menyebut proses Amdal harus bertahap. Amdal harus didahului diskusi publik, masukan publik dengan masyarakat terkena dampak. Setelah terhimpun, barulah diumumkan, setelah itu disahkan.

“Kalau kajian sepintas, bisa dimentahkan. Kalau komprehensif, ini bisa kuat. Ketika tidak layak lingkungan, ini bisa dibatalkan. Kajian penting, tapi ini buru buru. Kita belum sempat mengkaji dampak-dampaknya. Manfaat ekonomi penting, tetapi lingkungannya jangan diabaikan. Saya orang hukum, prosedur ini harus dilalui,” katanya.

Dia juga menyoroti ketidakhadiran Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam groundbreaking dua hari lalu. Alasan ketidakhadiran dirasa aneh.

“Menteri tidak hadir karena harus mengurus izin. Bayangkan, menteri sedang ngurus izin ketika groundbreaking. Mestinya jauh-jauh hari. Ini aneh. Prosedur agak ajaib, terburu-buru banget. Tata lingkungan belum clear.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,