Tak banyak orang tahu apa sesungguhnya yang terjadi di sepanjang bantaran Sungai Sebangau. Padahal, perkampungan nelayan di 12 cluster (kelompok) itu menyimpan beragam kisah. Akses yang jauh dari sentuhan informasi, menyebabkan kisah-kisah itu nyaris berakhir hanya dalam lipatan sejarah.
Pendekatan antropologi visual yang dilakukan WWF-Indonesia Program Kalteng sejak Agustus 2014 lalu, akhirnya membawa perubahan signifikan. Kini, cerita keseharian di kampung bukan lagi sekadar pepesan kosong.
Melalui program Panda CLICK!, warga nelayan yang tersebar di Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya dan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, mulai unjuk eksistensi.
Puncak dari serangkaian perjalanan program komunikasi partisipatif itu ditandai dengan pameran fotografi di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, 3 – 4 Maret 2016.
Tidak kurang dari 36 fotografer warga yang ikut berkontribusi dalam program ini menghasilkan 12.406 frame foto. Dari total jumlah tersebut, 54 di antaranya terpilih mewakili isu masing-masing cluster untuk dipamerkan ke publik.
Melalui karya-karya fotografi itu, warga menyampaikan pesan dari kampung halaman. Isu yang mendominasi ruang pameran di antaranya adalah aktivitas dan budaya masyarakat lokal, permasalahan dan tantangan warga dalam menjalani roda kehidupan, serta potensi di masing-masing area tangkap ikan.
Isu kebakaran hutan dan lahan, pembangunan blocking canal (sekat kanal), ketiadaan air bersih, dan keanekaragaman hayati, juga menjadi “santapan” lensa kamera warga.
Bupati Pulang Pisau H Edy Pratowo pun berdecak kagum dengan hasil karya fotografi warganya. “Ini luar biasa. Sungguh banyak persoalan yang dihadapi warga nelayan dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Mereka bahkan berjibaku dengan masalah itu setiap harinya, tanpa kita ketahui,” katanya usai membuka Lokakarya dan Pameran Fotografi Panda Click, Kamis (3/3/2016).
Menurutnya, pameran ini sangat bermakna bagi banyak orang melalui pesan-pesan yang disampaikan lewat foto. “Ada riak-riak yang direkam. Ada pula potensi dan aktivitas sehari-hari masyarakat nelayan,” terangnya.
Semua persoalan yang disampaikan warga melalui fotografi ini, jelas Edy, akan menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk merencanakan program yang lebih baik dan tepat sasaran. “Pesan warga lewat fotografi ini mengandung makna yang sangat dalam,” jelasnya.
Bertitik tolak dari karya fotografi ini pula, Edy meminta khusus agar menyampaikan secara tertulis hasil akhir dari serangkaian pameran dan workshop Panda CLICK! “Sampaikan kepada saya hasilnya, supaya bisa ditindaklanjuti melalui SKPD bersangkutan,” pinta bupati.
Sementara Fasilitator Panda CLICK! WWF-Indonesia, Prof. Dr. Syamsuni Arman mengatakan, teramat banyak makna yang bisa dipetik dari program komunikasi partisipatif ini. “Melalui program ini kita mengajak semua orang untuk meghindari sikap komplesensi atau menganggap remeh masalah,” katanya.
Antropolog Universitas Tanjungpura Pontianak ini juga menyebut, nafas dan semangat Panda CLICK! adalah peningkatan awareness (kesadaran) terhadap masalah-masalah lokal, menumbuhkan pola pikir faktual dan empiris, meningkatkan ketelitian, dan mempercepat proses pembangunan.
“Pada banyak tempat di mana program serupa dihelat di Indonesia, pemerintah sangat terbantu dalam mengidentifikasi masalah-masalah lokal yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah taktis dan strategis untuk menjawab persoalan-persoalan pembangunan dengan tepat sasaran,” terangnya.
Koordinator Panda CLICK! WWF-Indonesia, Jimmy Syahirsyah menjelaskan, program ini berupaya menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan penerima manfaat atau masyarakat setempat.
“Pemerintah belum tentu mengetahui persoalan yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Kita memberi peluang masyarakat untuk menyampaikan persoalannya di kampung, baik konservasi alam, budaya, dan aktivitas sehari-hari melalui bahasa visual,” katanya.
Dengan komunikasi visual inilah, kata Jimmy, pemerintah kemudian dapat melihat dan mengambil kebijakan secara cepat dan terarah. “Persoalan itu ada di tengah kehidupan masyarakat. Dan, biarkanlah masyarakat yang bersuara lewat karya fotografi yang mereka hasilkan,” jelasnya.