,

CEPF Burung Indonesia Tawarkan Dana Konservasi Satwa Endemik Sulawesi.  Apa Programnya?

Sulawesi sebagai salah salah kawasan penting dan cukup besar di kawasan Wallacea, memiliki keanekakaragaman satwa yang tinggi, sebagai dampak dari sejarah pembentukannya yang terdiri dari empat lempeng yang berbeda.

Sayangnya, sejumlah habitat satwa yang ada di dalamnya mulai terancam dan bahkan ada yang sudah kritis, akibat tingginya aktivitas perburuan dan perdagangan satwa liar.

Dengan kondisi ini, Burung Indonesia melalui program CEPF (Critical Ecosystem Partnership Fund), menawarkan dukungan pembiayaan kepada organisasi masyarakat sipil yang bisa melakukan kegiatan yang mendukung upaya pelestarian terhadap satwa-satwa tersebut.

“Kami akan membantu organisasi masyarakat sipil agar bisa mengajuan aplikasi untuk pendataan, dan juga kegiatan-kegatan lain yang bisa mendukung pelestarian alam. Kenapa memilih Sulawesi? Karena kita melihat tantangan pulau ini yang cukup besar dan luas dalam kawasan Wallacea dan memang termasuk masuk dalam prioritas CEPF,” ungkap Ria Saryanthy, Head of Communication Burung Indonesia, pada acara Lokakarya Regional Kemitraan Konservasi Wallacea, di Aula Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, pada akhir Februari 2016.

Menurut Ria, Sulawesi bagian selatan atau Sulawesi Selatan sebagai area prioritas pendanaan CEPF, merupakan salah satu koridor prioritas dari empat koridor utama di Sulawesi. Penetapan area prioritas ini berdasarkan keberadaan daerah penting bagi Keragaman Hayati (Key Biodiversity Area–KBA) yang tercakup di dalamnya.

“Seluruh KBA yang berada di koridor ini merupakan KBA darat yang memiliki jenis-jenis maupun habitat penting. Jenis penting di dalam koridor ini antara lain jenis kritis, seperti tikus Lompobattang atau Bunomys coelestis. Sedangkan eksosistem penting di dalam koridor ini termasuk yang paling beragam, mulai dari dataran rendah sampai pegunungan, dan mencakup tipe-tipe ekosistem khusus seperti ekosistem hutan, danau, karst, dan pantai,” tambahnya.

Area Prioritas

Ria mengatakan area prioritas Sulawesi bagian selatan hanya terdiri dari KBA daratan yang berada di daratan utama Sulawesi di semenanjung bagian selatan. Koridor ini dimulai di utara dari KBA Danau Tempe yang terdiri dari Danau Sidenreng di Kabupaten Sidenreng Rappang serta Danau Tempe di Kabupaten Wajo. Koridor berlanjut sampai ke bagian selatan pada blok hutan di KBA Komara dan KBA Karaeng – Lompobattang di Kabupaten Gowa, Jeneponto, dan sekitarnya.

KBA-KBA yang ada di Sulawesi bagian selatan ini sebagian besar berada di bentang alam yang produktif.

“Diharapkan para pihak yang bergiat dalam upaya-upaya pelestarian KBA-KBA dalam koridor ini, diarahkan pada pengelolaan tingkat bentang alam dalam jangka panjang. Partisipasi masyarakat dan pihak swasta yang bergerak di bidang ekstraksi alam diharapkan menjadi poin utama dalam aksi konservasi di koridor ini, di samping dukungan dan peran pemerintah pusat dan daerah yang kuat sebagai dorongan dalam aksi-aksi konservasi para pihak, sebagai bagian dalam pendekatan multipihak.”

KBA area ini sebelumnya diidentifikasi berdasarkan wilayah. Secara umum, KBA terdiri dari petak-petak kecil ekosistem alami yang hanya terhubung dan terjalin melalui koridor hutan yang tipis bahkan sebagian diantaranya terkurung dalam area pertanian, perkebunan, permukiman, dan aktivitas-aktivitas manusia lainnya yang cukup intensif.

KBA prioritas di Sulawesi Selatan, terdiri dari 7 KBA, terbenteng sepanjang kawasan Sulsel. Koridor ini dimulai di utara dari KBA Danau Tempe yang terdiri dari Danau Sidenreng di Kabupaten Sidenreng Rappang serta Danau Tempe di Kabupaten Wajo. Koridor berlanjut sampai ke bagian selatan pada blok hutan di KBA Komara dan KBA Karaeng – Lompobattang di Kabupaten Gowa, Jeneponto, dan sekitarnya. Sumber : Burung Indonesia
KBA prioritas di Sulawesi Selatan, terdiri dari 7 KBA, terbenteng sepanjang kawasan Sulsel. Koridor ini dimulai di utara dari KBA Danau Tempe yang terdiri dari Danau Sidenreng di Kabupaten Sidenreng Rappang serta Danau Tempe di Kabupaten Wajo. Koridor berlanjut sampai ke bagian selatan pada blok hutan di KBA Komara dan KBA Karaeng – Lompobattang di Kabupaten Gowa, Jeneponto, dan sekitarnya. Sumber : Burung Indonesia

Khusus di kawasan Wallacea sendiri terdapat sekitar 391 KBA, sementara untuk seluruh Indonesia masih terdapat sejumlah wilayah yang belum teridentifikasi. Kawasan Wallacea sendiri memuat seluruh Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, dengan total luas daratan sekitar 347,000 km².

Jumlah Populasi

Menurut Ria, selain tikus Lompobattang,  yang merupakan satwa endemik dan hanya bisa ditemukan di kawasan Gunung Lompobattang, Kabupaten Gowa, Jeneponto dan sekitarnya, terdapat juga satwa prioritas perlindungan CEPF dalam program ini, seperti anoa, babi rusa, monyet hitam Sulawesi dan rusa timur, yang ditemukan di dataran tinggi dan rendah Sulawesi Selatan.

Ria sendiri belum bisa merinci berapa tepatnya populasi sejumlah satwa tersebut berada di alam dan berharap kelak bisa diketahui setelah program ini berakhir.

“Kalau untuk data populasinya secara tepat kita belum punya data dan justru ini yang ingin kita dapatkan dengan progam ini. Mudah-mudahan nanti akan banyak studi. Kita tahu sendiri selama ini Indonesia sangat lemah pada ketersediaan data seperti ini. Yang jelas, Jenis-jenis endemik biasanya berada di wilayah habitat yang kecil, yang biasanya terancam punah dan populasinya sangat kecil. Rata-rata bisa 1000 pasang atau paling banyak sekitar 5000 pasang,” tambahnya.

Bentuk kegiatan yang ditawarkan dalam program ini sendiri antara lain terkait pengelolaan kolaboratif sumber daya alam bersama para pihak, pendekatan bentang alam darat dalam pelestarian keragaman hayati dan pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat serta pelestarian dan pembangunan yang dihubungkan melalui pengembangan komoditas.

Yusri, Kepala Seksi, Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulsel, menyambut positif keberadaan program ini, yang dinilainya sebagai sebuah kegiatan kemitraan dengan pemerintah yang sangat  penting dalam menjaga keberagaman satwa yang mulai terancam.

“Dengan kegiatan dari program ini kami mengharapkan semakin meningkatnya perhatian dari masyarakat luas, termasuk swasta, serta masyarakat yang ada di lokasi satwa itu sendiri. Apalagi kondisi terakhir ini kita memang masih menghadapi banyaknya kasus-kasus perburuan dan perdagangan satwa-satwa liar yang dilindungi,” ungkapnya.

Yusri sendiri membenarkan beberapa satwa tertentu jumlahnya sudah kritis seiring dengan tingginya angka perburuan liar. Salah satu yang paling kritis, menurutnya adalah Anoa, dimana di sejumlah tempat terdapat kelompok perburuan.

“Kita bisa contohkan di Luwu Utara dan Luwu Timur. Di dua daerah ini sudah sangat sulit menemukan anoa, padahal dulunya dikenal sebagai endemik. Perburuan bahkan sampai ke pedalaman. Aktivitas meninggi seiring adanya kebutuhan pasar. Tidak hanya untuk konsumsi namun ada semacam kebanggaan ketika bisa bisa memiliki dan mengkonsumsi satwa ini.”

Salah satu jenis burung  langka di Sulawesi yang diburu seiring dengan meningkatnya permintaan pasar, yang dipicu oleh aktivitas pemeliharaan satwa untuk hobi. Di Makassar bahkan kini banyak brmunculan komunitas hobi untuk para pemeliharan satwa langka ini. Foto : Wahyu Chandra
Salah satu jenis burung langka di Sulawesi yang diburu seiring dengan meningkatnya permintaan pasar, yang dipicu oleh aktivitas pemeliharaan satwa untuk hobi. Di Makassar bahkan kini banyak brmunculan komunitas hobi untuk para pemeliharan satwa langka ini. Foto : Wahyu Chandra

Dalam rangka mempertahankan populasi anoa ini, Balai Besar KSDA Sulsel sendiri, menurut Yusri, kini memiliki dua site monitor, yaitu site Pongko dan Balaba, yang berlokasi di Cagar Alam Faruhumpenai, Luwu Timur, seluas 300 hektar. Cagar Alam Faruhumpenai sendiri memiliki luas sekitar 90 ribu hektar.

“Tujuannya sebagai daerah kontrol dan mengindikasikan bagaimana perkembangan populasi yang ada di luar. Jumlahnya sekarang sekitar 124 ekor. Kita monitor perkembangannya setiap tiga  bulan sekali. Sampai saat ini tak banyak berubah. Kita pertahankan Anoa di kedua site ini tetap terjaga, sebagai benteng terakhir bagi keberadaan Anoa.”

Jalur Perdagangan

Di kesempatan yang sama, Yusri menjelaskan bahwa Sulsel saat ini sudah termasuk dalam jalur perdagangan satwa liar, yang bukan hanya berasal dari alam Sulsel sendiri, tetapi berasal dari luar, seperti dari Maluku dan Papua.

“Contohnya pada jenis burung apes, kakatua jambul kuning, perdagangannya masuk ke Sulsel masuk dari Papua dan Ambon. Di Sulsel sendiri peminatnya bertambah banyak. Kita sudah melakukan penertiban. Khusus pada pedagang-pedagang kita melakukan penangkapan. Pada tahun 2015 lalu kita menangkap tiga pedagang yang kasusnya sudah masuk P21. Mereka jual macam-macam, ada kakatua jambul kuning, nuri kepala merah dan elang.”

Keberadaan kelompok masyarakat yang memelihara satwa untuk sekedar hobi, dinilai Yusri turut memicu tingginya tingkat perburuan dan perdagangan untuk kebutuhan hobi. Sementara, yang dilakukan oleh warga untuk kebutuhan konsumsi jumlahnya terbatas dan tidak begitu berdampak.

“Perburuan untuk kepentingan konsumsi jumlahnya kecil. Menjadi masalah ketika sudah ada pembeli yang datang dari luar. Seentara satwa-satwa ini sendiri akan sulit hidup di luar habitatnya. Jika pun katanya dilakukan pembiakan namun di luar habitat biasanya akan sulit untuk berhasil.”

Di tahun 2015 lalu, beberapa individu dan lembaga pendidikan yang memiliki koleksi satwa yang dilindungi telah menyerahkan koleksi satwa miliknya ke BKSDA Sulsel. Foto : Wahyu Chandra
Di tahun 2015 lalu, beberapa individu dan lembaga pendidikan yang memiliki koleksi satwa yang dilindungi telah menyerahkan koleksi satwa miliknya ke BKSDA Sulsel. Foto : Wahyu Chandra

Balai Besar KSDA sendiri, tambah Yusri, kini aktif melakukan sosialisasi ke lapangan, pedagang satwa dan para anggota perkumpulan pecinta binatang.

“Para hobbies yang biasanya berkumpul di Losari atau Benteng Rotterdam kita datangi. Kita datangi karena kami anggap mereka turut memberi andil dalam semakin tingginya tingkat perburuan satwa di alam liar selama ini. Di media, kita juga menghimbau masyarakat agar menyerahkan satwa lindungi peliharannya ke KSDA. Kalau tidak diindahkan dan kita dapat laporan, maka kami akan melakukan operasi penjemputan. Tahun lalu ada beberapa warga masyarakat yang mengembalikan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,