, ,

Merawat Hutan Sadiman (Bagian 2)

Dusun Dali, Desa Geneng, Bulukerto, sekitar 70 km dari pusat Kota Wonogiri, Jawa Tengah. Ke rumah Sadiman, hanya bisa dengan ojek. Tak ada angkutan umum. Semua tukang ojek tahu siapa dan di mana rumah pria 62 tahun ini, terlebih sejak namanya kerap disebut media, bahkan sesekali muncul di televisi.

Jalan menuju Desa Geneng cukup menanjak. Awal beraspal, lalu hanya trasah batu. Mata akan dimanjakan pemandangan alam menawan. Pepohonan hijau nan rimbun diselingi hamparan indah sawah-sawah warga. Udara segar.

Rumah Sadiman ke pos terakhir di Kaki Bukit Gendol sekitar tiga kilometer. Kala ingin menikmati Lembah Gendol dan Ampyangan, harus menyusuri jalan setapak. Suguhan pemandangan alam indah dengan tebing menjulang kanan kiri. Tak jauh dari jalan setapak, mengalir sungai kecil, berkelok-kelok. Air begitu jernih. Sadiman sempat menunjukkan lokasi terbaik menikmati Bukit Gendol ini kepada saya. Surga tersembunyi di Wonogiri!     “Saya ingin membuat gubuk di sini,” katanya, Kamis, (10/3/16).

Tak hanya tanaman keras. tanaman hiaspun dia tanam di hutan. Foto: Nuswantoro
Tak hanya tanaman keras. tanaman hiaspun dia tanam di hutan. Foto: Nuswantoro

Relawan Sadiman

Upaya tanpa pamrih Sadiman menanami bukit gundul seorang diri selama 20 tahun kini mendapat dukungan banyak pihak. Salah satu, kelompok Gerakan Hijau Bumi (GHB) Wonogiri. Mereka mengusulkan nama bukit gundul yang sudah berhutan itu dengan Hutan Sadiman.

Yusanto, penggagas juga koordinator GHB menceritakan bagaimana dia “menemukan” sosok pejuang lingkungan ini.   “Sekitar 2003, saya berkenalan dengan Mbah Sadiman. Saya mendapat informasi dari guru lain soal kegiatan menanam bukit seorang diri dengan beringin,” katanya.

Dia tergerak dengan kegigihan Sadiman. Sekali waktu Sadiman meminta bantuan bibit ke pemerintah desa, tak diberi. Lalu ke kantor kecamatan juga mendapati hal sama, bahkan dianggap orang gila lalu diberi uang Rp20.000 untuk ongkos ojek pulang. “Ketika tak ada respon pemerintahan, saya berinisiatif membantu. Bersama teman-teman lain terbentuk Relawan Sadiman,” katanya.

Sadiman tak pernah mengajak orang. “Iya kalau mau, kalau tidak malah saya khawatir jadi sakit hati. Saya tidak sampai hati,” katanya.

Bersama Witono, kini wakil koordinator GHB, dan beberapa orang peduli terhadap penghijauan Sadiman, mereka mengadakan camping semalam di atas Bukit Gendol, September 2015. Keesokan hari mereka melanjutkan menanam beringin.

“Akhirnya, kami sepakat pakai nama Relawan Sadiman. Kita tak ingin Mbah Sadiman sendirian. Setelah itu mulai datang wartawan, hingga berita sampai ke pusat.”

Mereka juga membuat acara budaya bernama Ngrekso Bumi, di Bukit Gendol. Gelar budaya itu sebagai wujud rasa syukur sekaligus bentuk sedekah merawat bumi. Ada dua gunungan terbuat dari berbagai hasil pertanian yang diperebutkan pengunjung.

“Kami tak menyangka, pergelaran baru pertama kali itu bisa menarik ribuan orang,” kata Yusanto. Dia berharap, acara itu bisa menjadi daya tarik lain demi mengembangkan wisata berwawasan lingkungan (ecotourism) Desa Geneng.

Relawan Sadiman kini membantu membantu merawat perbukitan di Bulukerto. Foto: Nuswantoro
Relawan Sadiman kini membantu membantu merawat perbukitan di Bulukerto. Foto: Nuswantoro

Mereka sepakat membuat lembaga berbadan hukum berbentuk yayasan. Sayang, permohonan izin tak semulus harapan. Kementerian Hukum dan HAM menyarankan mengganti kata gerakan dengan yang lain. Kini, mereka mencari kata pas untuk nama yayasan itu. “Kita juga mengusulkan nama Hutan Sadiman. Mbah Sadiman pingin hutan Adem Ayem.”

Kegiatan besar terakhir yang mereka pada 30 November 2015 lewat aksi penanaman 10.000 pohon di Hutan Sadiman dan mengundang siapa saja untuk menjadi Relawan Sadiman. Bermodalkan publikasi di media sosial, dan melibatkan para pelajar, mereka kaget kegiatan itu mendapat tanggapan luar biasa. Lebih 3.000 orang terlibat. Para relawan datang dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bali selain dari Wonogiri.

Guna memudahkan peserta mencapai puncak Bukit Gendol, Sadiman membuatkan teras tanah seperti anak tangga sampai ke puncak. Tak kurang 1.025 anak tangga dibuat. Lagi-lagi seorang diri! Supaya pengunjung tak kelelahan, dia juga menambahkan delapan bangku kecil dari bambu untuk istirahat. Kiri kanan ditanami tanaman hias.

Sadiman ingin sekali anak kecil bisa menikmati keindahan alam Bukit Gendol dan sekitar. Diapun membuat undakan agar siapapun bisa menjangkau puncak bukit. “Kini Sadiman sudah mewakili Jateng memperoleh Kalpataru. Menurut saya semangat Mbah Sadiman bisa diterapkan di mana saja. Dia sosok langka, tanpa pamrih. Dia bukan orang kaya, hanya bermodalkan ketulusan,” kata Yusanto.

Hasil perjuangan Sadiman memang tak serta merta dinikmati. Perlu kesabaran puluhan tahun untuk melihat hasil.   “Lima tahun belum merasakan, 10 tahun belum. Sepuluh tahun aliran air masih kecil, 20 tahun baru terasa besar,” kata Sadiman.

Kini, Sadiman tak sendirian. Ada ribuan relawan tersebar siap meneruskan perjuangannya, merawat Hutan Sadiman. Habis

Puluhan mata air kini muncul lalu dimanfaatkan warga untuk air bersih dan pertanian. Foto: Nuswantoro
Puluhan mata air kini muncul lalu dimanfaatkan warga untuk air bersih dan pertanian. Foto: Nuswantoro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,