,

Berduka. Najaq, Badak Sumatera yang Diselamatkan di Kutai Barat Itu Mati

Najaq, badak sumatera yang berada di Kutai Barat, Kalimantan Timur, itu mati pada Selasa dini hari, 5 April 2016. Tim dokter hewan gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Taman Safari Indonesia, Yayasan Badak Indonesia (YABI), IPB dan WWF menduga badak berusia 10 tahun itu mengalami infeksi hebat pada kaki kirinya akibat jerat tali.

Najaq tertangkap kamera jebak akhir Oktober 2015 dengan jerat tali pada kaki kiri belakangnya. Sejak itu, Najaq diupayakan ditangkap untuk dilepaskan jerat talinya dan diberi pengobatan.

12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan diberikan pengobatan untuk lukanya dengan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin oleh tim dokter hewan gabungan. Upaya pengobatan juga didukung dan dikonsultasikan dengan ahli badak internasional dari Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, dan Cornell University-USA. Kondisi Najaq dilaporkan mulai membaik yang diindikasikan dengan makan yang cukup banyak, namun diprediksi masih ada infeksi di kakinya (luka dalam). Karena, saat ditangkap, tali jerat tersisa yang sudah putus itu sudah masuk ke dalam kulitnya.

Namun, dalam beberapa hari terakhir, kesehatan Najaq menurun dan akhirnya mati. Drh. Muhammad Agil, salah satu personil tim gabungan dokter hewan Penyelamatan Badak Sumatera di Kutai Barat menyatakan pengobatan yang diberikan tim dokter sempat direspons positif. “Namun, luka parah pada kaki kirinya menyebabkan infeksi.”

Kepastian penyebab kematian Najaq akan diketahui setelah pemeriksaan post mortem (autopsi). Berikutnya, setelah post mortem dilakukan, Najaq akan diawetkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. 

Kondisi Najaq dalam 2 hari terakhir, 4-5 April 2016. Foto: Sugeng Hendratno/WWF-Indonesia
Kondisi Najaq dalam 2 hari terakhir, 4-5 April 2016. Foto: Sugeng Hendratno/WWF-Indonesia

Upaya perlindungan

Tim Penyelamatan Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, telah dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor. SK. 300/KSDAE-KKH/2015 yang beranggotakan KLHK, pemerintah provinsi dan kabupaten, lembaga akademik dan lembaga konservasi yang bekerja dalam konservasi badak di Indonesia.

Terkait kematian Najaq ini, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Tachrir Fathoni menuturkan bahwa bahwa populasi badak sumatera di Kalimantan yang selama ini dianggap tidak ada sesungguhnya memang ada. “KLHK akan terus melanjutkan upaya perlindungan badak sumatera yang ada di Kutai Barat, Kalimantan Timur.” 

CEO WWF-Indonesia, Efransjah, mengatakan, bahwa kematian Najaq memberikan pelajaran berharga pada kita bahwa untuk menyelamatkan badak sumatera bukanlah hal mudah. “Kita butuh dukungan para ahli dan sumber  daya yang intensif.”

Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas, pun mengemukakan keprihatinannya terhadap kematian Najaq. Menurutnya, Najaq memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa penanganan dan penyelamatan badak yang masih ada di Kutai Barat harus terus dilakukan.

Dihubungi terpisah, ahli badak dari YABI Haerudin R. Sadjudin menuturkan, kematian Najaq tidak menyurutkan program penyelamatan badak sumatera untuk terus dilakukan. Saat ini masih ada dua individu badak sumatera, induk dan anaknya yang betina, yang harus diselamatkan di Kutai Barat. “Dengan pengalaman dari Najaq ini kita harus lebih hati-hati dalam upaya penyelamatan badak sumatera. Penanganan harus lebih intensif kita lakukan, termasuk perlengkapan peralatan yang akan digunakan.”

Kedepan yang harus kita perhatikan adalah program penyelamatan badak sumatera ini memang harus didukung penuh oleh pemerintah. “Penyelamatan badak sumatera yang berada di Way Kambas, Leuser, Bukit Barisan Selatan, dan Kutai Barat harus kita lakukan bersama,” ujar Haerudin.

Badak sumatera saat ini berstatus Kritis (Critically Endangered) yang populasinya diperkirakan hanya 100 individu. Meski tergolong langka dan terancam punah namun nasibnya di ujung tanduk.

Kondisi Najaq dalam 2 hari terakhir, 4-5 April 2016. Foto: Sugeng Hendratno/WWF-Indonesia
Kondisi Najaq dalam 2 hari terakhir, 4-5 April 2016. Foto: Sugeng Hendratno/WWF-Indonesia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,