Saat ini, sejumlah Conservation Response Unit (CRU) dibangun di Aceh guna mengurangi terjadinya konflik gajah dengan manusia. CRU tersebut adalah CRU Sampoiniet (Aceh Jaya), CRU Manee (Kabupaten Pidie), CRU Paya Bakong (Kabupaten Aceh Utara), CRU Bunin (Kabupaten Aceh Timur) dan CRU Pinto Rime Gayo (Kabupaten Bener Meriah), CRU Trumon (Aceh Selatan).
Tim yang terlibat di CRU tersebut, tidak hanya bertugas membantu menggiring gajah liar yang masuk perkebunan penduduk, tetapi juga mengajak masyarakat untuk menanam jenis tanaman yang tidak disukai gajah, terutama di daerah yang konfliknya tinggi.
Untuk menggiring gajah liar, saban hari tim CRU berkeliling ke lokasi rawan konflik baik dengan berjalan kaki, maupun menggunakan gajah jinak. Selain itu, tim CRU juga memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungan kepada penduduk lokal serta mengajarkan penduduk setempat bagaimana karakter gajah, serta cara yang harus dilakukan jika gajah masuk ke perkebunan mereka.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Hasibuan, sebelumnya menuturkan, salah satu solusi mitigasi konflik gajah dengan manusia adalah dengan mendirikan Conservation Response Unit (CRU) di wilayah rawan konflik.
Pendirian CRU, meski bukan satu-satunya solusi, tapi sangat bermanfaat, baik untuk masyarakat maupun gajah. “Selain dapat menghindari konflik, keberadaan CRU juga membantu menyelamatkan gajah dari pemburuan dan pembunuhan,” jelas Genman.
Tujuan dari semua kegiatan ini tidak lain adalah agar gajah sumatera yang hidupnya kian terancam dapat hidup berdampingan dengan manusia. Sehingga, generasi mendatang bisa melihat langsung gajah, bukan dari gambar atau video.