, ,

Bagi Navicula, Kartini Masa Kini adalah Petani Penjaga Karst Kendeng

“Kami sebagai seorang ibu harus melestarikan bumi pertiwi ini agar tetap lestari, tetap ijo, tetep ijo royo royo,” seru perempuan berkebaya putih dengan tenang tapi bertenaga lewat pengeras suara saat aksi menyemen kaki sembilan perempuan petani Kendeng, 11 April lalu.

Bisa saja, para perempuan ini melakukannya bertepatan dengan Hari Kartini, 21 April. Tapi mereka sepertinya tak ingin mencitrakan diri demikian.

Namun, orang lain yang melihat perwujudan Kartini masa kini itu. Jika Kartini masa lalu melawan pemiskinan melalui pendidikan, kini melawan pemiskinan yang makin masif melalui eksploitasi lingkungan.

Salah satunya yang melihat adalah band indie dari Bali, Navicula. Pada 21 April mereka merilis single berjudul Kartini. Dalam sehari jumlah warga yang sudah melihat klip lagu ini lebih dari 1300 orang.

“Panggil namaku Kartini saja, Itu namaku Kartini saja. Kartini saja. Dipasung batu kakiku, tapi suaraku menembus ruang dan waktu. Lewat aksara kan kukabarkan pada dunia karena kuyakin habis gelap terbitlah terang … “ Demikian dendang pembuka lagu ini.

“Kami hanya mampu memperjuangkan, kami punya hak hidup,” demikian kutipan lain petani perempuan yang dipilih dalam klip dari footage milik Watchdoc dan Sorge Magz ini.

Dalam durasi 3,24 menit klip lagu saja, publik bisa merasakan kepedihan dan lelah para perempuan penjaga mata air di pegunungan kars Kendeng, Jawa Tengah ini.  Ditambah lirik dan lagu sederhana tapi lugas memberikan keberpihakan pada para perempuan yang suaranya terus berusaha dibungkam ini. Namun mereka tak berhenti bergerak.

Mereka memasung kakinya dengan semen di depan Istana Negara. Setelah lebih dari 600 hari melakukan aksi protes dengan tidur di tenda dekat area pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng yang meliputi Rembang, Blora, Pati, Grobogan, Kudus ini. Belum lagi aksi jalan kaki ratusan kilometer, dan lainnya.

Sembilan perempuan dari Pegunungan Kendeng, yang rela menyemen kedua kaki mereka sebagai wujud protes rencana pabrk dan tambang semen di daerah mereka. Foto: Sapariah Saturi
Sembilan perempuan dari Pegunungan Kendeng, yang rela menyemen kedua kaki mereka sebagai wujud protes rencana pabrk dan tambang semen di daerah mereka. Foto: Sapariah Saturi

Lewat media sosial, warga melihat foto-foto perempuan ini dimasukkan dalam kotak papan kayu, disiram pasir dan semen lalu menjadi beton. Dengan susah payah, para relawan mengangkut mereka ke kendaraan. Para perempuan petani ini sudah menyadari malam akan sangat panjang karena seluruh badan kaku mengikuti kaki mereka yang sudah dibeton.

Lagu Kartini diciptakan Robi, vokalis dan frontman Navicula. Ia mulai tertarik dengan kasus ini setelah nonton video Samin vs Semen dari Watchdoc. Video dokumenter karya Dandhy Laksono dan Suparta Arz ini dibuat selama perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru, keliling Indonesia dengan motor bebek dan mendokumentasikan gerakan warga.

Robi mengaku terus mengikuti beritanya via internet hingga nonton aksi #dipasungsemen beberapa hari lalu. “Kami tergerak untuk ikut berkontribusi dengan menyumbang lagu. Pas ada ide, waktu, tenaga, dan sedikit dana, kenapa tidak?” serunya.  Mereka sepakat lagu ini dipersembahkan pada Kartini-Kartini Kendeng ini.

Jadilah semua personil berkejaran waktu mendiskusikan produksi karya dan ngobrol soal kasus semen di markas mereka. Robi sendiri sudah membuat lagu ini 3 tahun yang lalu tapi belum pernah direkam. Chord gitarnya disimpan sejak 10 tahun lalu waktu masa-masa pacaran Robi-Lakota. Kini keduanya sudah dikarunia bayi perempuan berusia kurang dari 40 hari bernama Rimba.

Personil Band Navicula asal Bali. Foto : naviculamusic
Personil Band Navicula asal Bali. Foto : naviculamusic

Manajemen Navicula mengontak KontraS untuk menyatakan dukungan gerakan menolak pabrik semen di Jawa Tengah dengan lagu, tapi tidak punya sumber gambar.

Kontras menunjukan beberapa nama, untuk minta footage. Ada Watchdoc, Sorge Magz, dan teman-teman videografer yang fokus di aksi sosial, seperti Ical Dua, video editor Kartini.

Prosesnya pembuatannya total cuma 3 hari, menunggu gitaris mereka, Dankie pulang dari Australia. Ia sedang manggung bersama rekannya di band lain.

Pada 19 April lagu Kartini dikenalkan ke band. Mereka mulai cari chord masing-masing sesuai dengan alat musik yang dipegang. Merekam guide track, kemudian rekaman keesokan hari di Antida Studio. Dalam akun Instagram band ini, diperlihatkan situasi saat rekaman namun belum membocorkan apa lagunya.

Tampaknya Navicula tak ingin kehilangan momentum. Pada 21 April, video pun jadi, mixing mastering oleh Deny Surya dari Lengkung Langit Studio selesai, dan langsung rilis.

Navicula ingin tetap melanjutkan konsep awal band ini dibuat, yaitu berkontribusi demi kelestarian alam dan keadilan sosial bagi masyarakat Bali, Indonesia, dan dunia. Kekuatan band ini memang sangat cepat merespon sebuah fenomena atau peristiwa melalui musik.

Musik memang sudah menjadi agama untuk personilnya. Ritualnya adalah mengamati kondisi sosial kemasyarakatan lalu merayakannya dengan lirik, lagu, video klip, dan memanggungkannya.

Tak sedikit peristiwa lingkungan yang direspon, misalnya pembalakan hutan di Kalimantan, punahnya macan Sumatera, perlindungan orang utan, dan lainnya.

Navicula mendedikasikan karya mereka untuk gerakan lingkungan di Indonesia. Foto: Rio Helmi/Navicula Band
Navicula mendedikasikan karya mereka untuk gerakan lingkungan di Indonesia. Foto: Rio Helmi/Navicula Band

Selain terlibat gerakan Forum Rakyat Bali Tolak Rekmasi Teluk Benoa (ForBALI), menurut Robi ada banyak isu penting yang perlu diangkat di Bali. Misalnya kedaulatan pangan, kesehatan, krisis air, manajemen sampah/limbah, pendidikan, dan voters educationagar publik lebih cerdas dan kritis.

Navicula didirikan tahun 1996 di Bali. Formasi Navicula adalah Gede Robi Supriyanto (vokal, gitar), Dadang S. Pranoto aka Dankie (gitar), Made Indria Dwi Putra (bass), dan Rai Widya Adnyana aka Gembull (drum).

Nama Navicula diambil dari nama sejenis ganggang emas bersel satu, berbentuk seperti kapal kecil (dalam bahasa Latin, Navicula berarti kapal kecil). Band ini mengusung rock sebagai warna dasar musik mereka, berpadu dengan beragam warna etnik, folk, psychedelic, punk, alternatif, funk, dan blues. Liriknya sarat dengan pesan aktivisme.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,