,

Pengelolaan Terpadu Tak Jelas, Jakarta Dinilai Gagal Kelola Sampah

Koalisi Persampahan Nasional (KPN) menilai Jakarta gagal mengelola sampah. Pasalnya, hingga 2016, sampah buangan ke Tempat Pengelolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, terus bertambah. Sekitar 7.000 ton per hari belum termasuk sampah lautan.

Bagong Sutoyo, Ketua Koalisi Persampahan Nasional mengatakan, sejak 2005, Jakarta sudah membangun empat Intermediate Technology Facility (ITF) atau TPST yang tersebar di Sunter, Marunda, Cakung Cilincing dan Duri Kosambi.

Lokasi ini diproyeksi mampu mengolah sampah antara 1.500-2.000 ton per hari. Langkah ini matang dituangkan dalam masterplan pengelolaan sampah Jakarta 2015 dan 2012-2032.

Berdasarkan kotrak kerjasama Pemprov Jakarta dengan pengelola (pihak ketiga) volume sampah berkurang setiap tahun. ”Dari 4.000 ton menjadi 3.500 ton perhari, turun 3.000 menjadi 2.000 ton perhari.”

Temuan lapangan

Hasil investigasi Walhi, ternyata keempat lokasi tak beroperasi semestinya. ”Kini, proyek gagal dan TPST Jakarta tak beroperasi,” kata Bagong.

Dia mencontohkan, TPST dengan insinerator di Sunter, Jakarta Utara, Walhi menemukan fakta nama TPST tak sesuai operasional. ”Unit nama TPST namun operasional hanya memadatkan sampah,” kata Walhi Jakarta Riza V. Tjahjadi, salah satu investigator.

Sampah-sampah yang masuk TPST ini dari sekitar Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Setelah pemadatan, sampah padat kembali diangkut truk Dinas Kebersihan Jakarta ke Bantargerbang.

Padahal, setiap tahun ada dana operasional untuk ini. “Kalau hanya pemadatan, cukup Stasiun Pengalihan Antara (SPA). Pertanyaannya,  apakah anggaran disebut TPST dan SPA itu sama?”

Tak sampai disitu, April lalu, TPST ini dilengkapi ITF. Menurut narasumber lapangan, tak ada ITF sama sekali termasuk insinerator.

”Dahulu ada insinerator ukuran kecil. Ternyata, punya Pak JK (Jusuf Kalla) pada 2011 sebagai uji coba.”

Pembangunan TPST di Sunterpun dianggap mengada-ada, juga di Marunda, hingga kini masih kosong. TPST Cakung CIlincing pun mangkrak. ”Kata petugas keamanan sudah empat tahun ini berhenti.” Padahal, lokasi ini dulu pengolahan sampah yang menghasilkan kompos.

Walhi bersama dengan KPN mendesak Pemprov Jakarta mengawasi pembangunan TPST. Juga perlu audit menyeluruh anggaran yang digelontorkan guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Kepala Departemen Advokasi Walhi Jakarta, Aron Chandra menyebutkan, Jakarta masih jauh dari siap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Kondisi TPST mangkrak tanpa kejelasan.

Masalah lain muncul

KPN menyebutkan ada masalah lain akibat kegagalan pembangunan ITF/TPST ini, yaitu sampah belum terpilah saat dikirim ke TPST Bantargerbang, volume terus meningkat, jumlah truk sampah bertambah, tipping fee masih rendah, harga lstrik sampah murah, green belt belum terealisasi, sampai penambahan pegawai harian lepas (PHL) berlebihan.

Padahal, anggaran pengelolaan sampah Bantargerbang per tahun mencapai Rp400 miliar. ”Pengelola TPST merasa tak menerima itu,” kata Bagong. Dia menduga ada indikasi dana mengendap di Dinas Kebersihan Jakarta.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,