Ancaman Kematian Terumbu Karang Itu, Nyata Terjadi di Perairan Lombok

Pemutihan karang (coral bleaching) adalah situasi dimana karang mengalami stress karena berada pada kondisi lingkungan di luar batas normal. Dalam kerjadian ini, alga (zooxanthellae) yang berasosiasi dengan karang sebagai inangnya terpaksa keluar, yang berakibat karang berubah warna menjadi putih atau transparan tentakelnya.

Sekiranya kondisi ini berlanjut lama dan terus-menerus dapat dipastikan karang akan mengalami kematian. Sebaliknya, jika kondisi dapat kembali normal dalam waktu singkat, zooxanthellae akan dapat kembali ke inangnya, dan akan membuat karang dapat kembali hidup normal.

Dalam studi lapangan yang penulis amati secara langsung, penulis mengamini apa yang saat ini dibicarakan oleh para peneliti, media massa dan media publikasi ilmiah lainnya di dunia. Pemutihan karang sedang terjadi dan dapat mengakibatkan kematian massal  karang secara global, termasuk di Indonesia.

Beberapa bulan terakhir ini, Balitbang Kelautan Perikanan (KP) amat intensif mengkaji pemutihan karang, lewat tim yang diketuai Dr. Taslim Arifin dari Kelompok Peneliti Bidang Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP).

Studi yang dilakukan penulis merupakan bagian dari “Perencanaan dan daya dukung wilayah pesisir budidaya laut di Pulau Lombok, NTB” yang diketuai Aida Herawati, MT. Salah satu hasil kajian ini adalah untuk mengamati dan mengambil data pemutihan karang yang sedang terjadi di wilayah ini.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada tanggal 24-26 Mei 2016 di Lombok, teramati kematian karang skala besar akibat coral bleaching langsung dapat dijumpai di sekitar perairan Sekotong, Lombok Barat.

Berdasarkan hasil survei pada 6 titik pengamatan, dijumpai karang yang terkena dampak bleaching di daerah Sekotong merata pada semua jenis karang, meski ada sebagian jenis karang yang masih tetap mampu bertahan hidup. Namun, jika faktor lingkungan yaitu peningkatan suhu masih terus terjadi diperkirakan pemutihan karang akan berlanjut pada semua jenis karang, yang pada akhirmya kematian massal tidaklah dapat dihindari.

Jenis karang yang terparah terkena dampak pemutihan dalam hamparan yang luas adalah Acropora. Jenis lain seperti Montipora, Pocillopora, Goniopora pun mengalami pemutihan. Porites, karang berbentuk masif yang tingkat pertumbuhannya lambat (sekitar 1 mm pertahun) tak lepas dari pemutihan. Padahal, biasanya karang jenis ini memiliki sistem pertahanan yang lebih bagus dibandingkan jenis karang lain.

Karang Acropora sp (kiri) dalam hamparan luas dan Porites sp (kanan) sedang megalami pemutihan karang (coral bleaching). Foto: Ofri Johan
Karang Porites sp yang mengalami pemutihan (coral bleaching) di perairan Sekotong, Lombok. Foto: Ofri Johan

Karang Porites akan mengeluarkan mocus atau lendir berwarna transparan menyelimuti koloninya apabila terjadi kondisi abnormal seperti peningkatan suhu seperti kejadian saat ini. Sistem pertahanan seperti ini ternyata tidak mampu beradaptasi.

Jika karang yang daya tahan kuat saja seperti Porites terkena pemutihan, apalagi jenis lain yang lebih rentan terhadap peningkatan suhu. Sekiranya kondisi ini berlanjut akan berdampak pada kematian massal seperti mengulang kejadian 1997 di perairan Padang, yang juga masuk dalam isu global untuk kematian masal karang pada tahun 1997/1998.

Dampak pemutihan di perairan Sekotong juga terjadi pada anemon, dimana ikan nemo (clown fish) bermain pada rumah yang telah berubah warna menjadi putih. Demikian juga pada karang yang bertentakel lainnya seperti Euphyllia glabrescens, Heliofungia actiniformis, Goniopora sp yang dicirikan tentakel transparan yang berarti zooxanthellae sudah banyak keluar dari inangnya atau karang.

Tidak sampai disitu, karang yang hidup dalam kedalaman hingga 15 meter pun masih terkena dampak pemutihan. Karang yang ditemukan pada kedalaman ini seperti fungia, Heliofungia actiniformis, Halomitra pileus, Pachyseris speciosa, Pavona cactus, Merulina sp, Plerogyra sinuosa, Pectinia spp, Stylophora pistillata, Dendronephthya sp (soft coral), Favia sp, Pocillopora verrucosa, Goniopora sp, Acropora falifera (Isopera) dan Euphyllia ancora ditemukan sedang mengalami pemutihan.

Beberapa jenis karang yang memiliki hamparan yang sangat luas juga mengalami dampak memprihatinkan yang sama yaitu Acropora sp, Goniopora sp, Goniastrea sp. Diantara karang pertumbuhan lambat yang mengalami pemutihan diantaranya Porites lutea, Lobophyllia sp, Platygyra sp, Trachyphyllia geofroyi, Physogyra sp, dan Symphyllia sp.

Pasti menunggu waktu yang cukup lama untuk karang dapat kembali hidup normal dalam hamparan yang luas seperti saat ini. Ekosistem yang sudah terbentuk lama dapat berubah seketika dengan adanya peristiwa pemutihan karang. Di perairan Sekotong, rata-rata pemutihan yang telah terjadi adalah 40 persen, dengan pemutihan merata terjadi pada semua koloni Acropora.

Penelitian ini menjadi penting dan sangat berharga, dimana para peneliti dapat menjumpai langsung peristiwa saat pemutihan terjadi. Berbeda dengan Padang 1997, meskipun dilakukan secara time series, saat itu kejadian pemutihan karang terlewatkan. Peneliti hanya menjumpai hamparan karang mati dengan tutupan 0 persen. Ditambah, ketidaktersediaan kamera underwater saat itu yang membuat terkendalanya dokumentasi.

Penulis merekomendasikan penelitian lapangan perlu dilakukan sekali lagi pada waktu 3-4 minggu sejak kajian lapangan pertama untuk memastikan berapa besar dampak peristiwa pemutihan karang yang saat ini terjadi, sekaligus untuk melakukan pendataan jenis-jenis karang yang selamat. Karang yang selamat, selanjutnya akan menjadi induk untuk sumber larva baru bagi kawasan tersebut.

Sekiranya terjadi kematian total, maka perlu dipikirkan sumber induk introduksi untuk mempercepat pemulihan. Belajar dari yang terjadi di perairan Padang, maka tanpa introduksi hingga 17 tahun pun, ekosistem karang belum kembali pulih total dari kematian massal, karena ketiadaan induk karang yang tersisa.

Penulis berharap semoga peristiwa pemutihan karang ini cepat berakhir dan tidak mengakibatkan kematian total bagi seluruh karang di kawasan Sekotong, Lombok. Data ini akan menjadi informasi berharga, yang jika mampu didokumentasikan dan dikumpulkan pastinya akan bermanfaat untuk penelitian berikut. Termasuk untuk mengetahui tingkat ketahanan dan proses pemulihan karang dalam hubungannya dengan perubahan ekosistem.

* Dr. Ofri Johan, M.Si. Penulis adalah Peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,