, ,

Suwido Limin, Pakar Gambut dari Kalteng Ini Telah Berpulang

Kabar duka datang dari Kalimantan Tengah. Pakar gambut dari Universitas Palangkaraya,  Suwido H Limin meninggal dunia karena penyakit kanker di RSUD RSUD Doris Sylvanus  Palangkaraya, Senin dini hari (6/6/16).

Kitso Kunin, Koordinator lapangan Centre for International Management of Tropical Peatland (Cimtrop) mengatakan,  Suwido meninggal dunia karena kanker kelenjar getah bening.

Suwido, katanya, sosok aktif membantu penanganan kebakaran hutan dan lahan sejak 1997.  Kitso menduga, penyakit yang diderita kemungkinan berkaitan dengan kebakaran.  “Karena asap. Saat menangani kebakaran, beliau aktif di lapangan,” katanya.

Suwido terdeteksi kanker kelenjar getah bening Februari 2016. Kala itu, dia memeriksakan  kondisi fisik yang terus melemah usai menangani karhutlah tahun lalu ke RS Siloam, Jakarta. “Kankernya sudah parah sekali. Stadium empat.”

Kitso kenal Suwido sejak mahasiswa. “Saya dibimbing dia.  Sampai lulus dan kerja dengan beliau.  Saat lanjut S2 dia dosen saya.  Jadi begitu melekat seperti orangtua sendiri.  Saya merasa kehilangan.  Perasaan saya sama seperti kehilangan orangtua sendiri,” katanya.

Suwido,  lahir di Desa Bawan, Pulang Pisau, Kalteng, pada 24 Mei 1955, menyelesaikan pendidikan S1 di Agronomi Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin pada 1982. Pasca sarjana di Institut Pertanian Bogor jurusan Agronomi selesai 1992. Gelar doktor manajemen lahan gambut diraih di Universitas Hokkaido, Jepang pada 2007. Dia mendedikasiakn diri sebagai dosen di Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya sejak 1982. Dia juga aktif di Cimtrop, bahkan menjadi kepala lembaga yang menangani tata kelola gambut tropis ini.

Kitso mengatakan,  hal paling melekat dalam ingatan ialah pesan Suwido, bahwa  gambut lebih baik untuk konservasi daripada kegunaan lain.  Sebab, pesan Suwido, menggunakan gambut untuk hal lain bisa merugikan banyak pihak, baik lingkungan, dan manusia.

“Kita akan terus mengingat pesan supaya gambut terjaga dari kerusakan.”

Kehilangan begitu dalam juga dirasakan Bernat Ripoll Capilla,  Co-Director Borneo Nature Foundation (BNF).  “Kami kerjasama dengan Pak Suwido sejak 2003. Kami sangat sedih karena dia orang sangat penting dalam penelitian dan konservasi gambut di Kalimantan.  Dia mempunyai leadership sangat kuat.  Peduli masyarakat adat,” katanya.

Sekat kanal di Sebangau, Kalteng, yang Suwido Limin, ikut aktif turun. Sekat kanal dibuat Greenpeace bersama Cimtrop, Save Our Borneo dan warga, guna membuat gambut tetap basah. Foto: Sapariah Saturi
Sekat kanal di Sebangau, Kalteng, yang Suwido Limin, ikut aktif turun. Sekat kanal dibuat Greenpeace bersama Cimtrop, Save Our Borneo dan warga, guna membuat gambut tetap basah. Foto: Sapariah Saturi

Dia mengatakan, banyak mahasiswa S1 sampai S3 bekerjasama dengan Suwido dalam penelitian gambut di Taman Nasional Sebangau.  “Support banyak pada mahasiswa.”

Sosok Suwido,  kata Capilla, orang yang keras dalam mendorong pemulihan ekosistem gambut.  Dia bisa mendekati masyarakat hingga pemerintah melakukan hal itu.

“Dia paham strategi apa untuk implementasikan proyek konservasi gambut. Mencampur semua konsep dengan tepat .  Orang yang punya pikiran holistik.  Kami harap, meskipun sudah meninggal,  tetapi pemikiran dan apa yang sudah dilakukan terus berlanjut.  Termasuk kerjasama dengan banyak pihak baik lokal maupun internasional.”

Perjuangkan hak masyarakat adat

Simpun Sampurna,  Direktur Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng,  sempat terhenyak dan tak bisa berkata apa-apa kala mendengar kepergian Suwido. “Dia seperti orangtua yang mau mengayomi dan mendampingi sekaligus membela masyarakat adat di Kalteng,” katanya.

Sosok Suwido dikenal sebagai orang berjasa dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. “Saya mengenal Pak Suwido karena keteguhan hatinya. Dia konsisten selama menjalankan kegiatan.  Itu membuat saya jadi makin percaya berteman dengan beliau akan terinsipirasi banyak hal. Bahwa, kalau kita konsisten akan menghasilkan hal lebih baik,” ucap Dadut, sapaan akrabnya.

Selama dua tahun terakhir bersama Suwido,  banyak terlibat kegiatan bersama terutama membuat rancangan peraturan daerah Kalteng terkait masyarakat adat. Dia ketua tim penyusun raperda masyarakat adat di Kalteng.

“Tak jarang malam hari baru pulang kantor.  Kami banyak bekerja berdua.  Dia meluangkan waktu sampai Ranperda selesai,” ujar Simpun.

Ranperda telah selesai disusun bahkan diserahkan kepada DPRD dan Pemprov Kalteng. Sayangnya,  hingga kini belum ada pengesahan dan si perancang telah tiada.  “Dalam dua tahun terakhir dia sangat gigih menyelesaikan raperda itu.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,