, ,

Mencengangkan! Peta BRG Perlihatkan Setengah Juta Hektar Konsesi di Kubah Gambut

Badan Restorasi Gambut (BRG) baru saja merampungkan satu tahap pekerjaan, yakni peta restorasi gambut. Dari hasil pemetaan, luas kesatuan hidrologis gambut (KHG) total 22,4 juta hektar. Terdiri atas 15,9 juta hektar lahan gambut dan 6,5 juta hektar lahan mineral (non-gambut). Luas gambut lindung hanya 4,1 juta hektar, sisanya kawasan budidaya (11,8 juta hektar).

Dari sana terlihat, gambut yang akan direstorasi sampai lima tahun ke depan seluas 2, 679 juta hektar, dengan kawasan budidaya 2,3 juta hektar. Dari 2,3 juta hektar (87%) itu, 1,2 juta hektar merupakan konsesi perkebunan dan kehutanan. Fakta mencengangkan, sekitar setengah juta hektar konsesi kebun dan kehutanan itu berada di kubah gambut, yang seharusnya masuk kawasan lindung!

Budi S. Wardhana, Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama BRG mengatakan, dari peta ini, BRG akan melakukan rezonasi. Untuk, katanya, konsesi di kubah gambut sekitar 590.000 hektar, wajib menjadi zonasi lindung.  Kubah gambut ini, bagian penting ekosistem gambut yang cembung dan memiliki elevasi lebih tinggi dari daerah sekitar. Ia berfungsi sebagai pengatur keseimbangan air.

Sedang dari peta indikatif restorasi gambut, sekitar 13% di kawasan lindung.  ”Di lindung ada 339.000 hektar prioritas restorasi,” katanya di Jakarta, Kamis (9/6/16).

Untuk biaya restorasi kawasan lindung, katanya, tanggungjawab pemerintah dengan dana dari APBN, APBD ataupun donatur dan organsiasi masyarakat sipil. Sedangkan wilayah konsesi, pemilik konsesi merestorasi sendiri dengan supervisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan BRG.

Total perusahaan akan restorasi di kawasan budiadaya mencapai 531 unit baik perkebunan maupun kehutanan di wilayah gambut dengan luas sekitar 2,3 juta hektar terbagi dalam 609.000 hektar hutan tanaman industri, 59.000 hektar HPH dan 589.000 hektar perkebunan. Sisanya, sekitar 1,1 juta hektar lahan belum teridentifikasi ataupun belum berizin resmi atau lahan masyarakat. BRG memperkirakan pengalihan gambut budidaya ke fungsi lindung sekitar 800.000-an hektar.

Badan ini mengusulkan, beberapa lahan konsesi perusahaan masuk kawasan moratorium. Budi mencontohkan, Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) total konsesi 312.000 hektar, dengan 27.000 hektar harus restorasi, 53.000 hektar moratorium dan 90.000 telah terkelola baik.

Sedangkan, Asia Pulp and Paper, belum menyerahkan data, dari 1,9 juta hektar konsesi, dari 1,3 juta hektar di lahan gambut. Untuk PT Bumi Mekar Hijau saja, sekitar 95.000 hektar perlu masuk moratorium. ”Seluas 75% di gambut dalam.”

Nazir Foead, Kepala BRG, menegaskan restorasi wajib. Jika ada perusahaan ‘nakal’ tak menjalankan kewajiban pemerintah berhak mencabut izin dan lahan kembali kepada pemerintah. Hal itu, katanya, secara eksplisit tercantum dalam beleid Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2015.

Pemilik konsensi setiap satu tahun sekali melaporkan kegiatan restorasi. ”Jika da tahun tak dipenuhi, izin akan dicabut,” katanya. Pencabutan diawali surat peringatan sebanyak tiga kali.

Dalam kerja restorasi ini, katanya, pemilik konsesi diminta meninjau rencana bisnis, terkait mengubah zonasi, mengubah tanaman lebih sesuai jenis lahan dan mengubah rencana kerja umum.

 

 

Moratorium

Budi, mengatakan, sekitar 4,4 juta hektar gambut kawasan budidaya perlu dimoratorium. ”Ini masih intach (utuh), gambut cukup tebal. Kami usulkan kepada pemerintah masuk moratorium.”

Sekitat 4,1 juta hektar dari jumlah ini di Papua, dengan kedalaman gambut bisa mencapai puluhan meter. Meski demikian, dari luasan moratorium usulan itu, terdapat 2,7 juta hektar belum teridentifikasi. “Apakah ada budidaya, belum ada izin atau ada izin belum keluar, ada lahan masyarakat, belum teridentifikasi. Namun, luasan masih kawasan hutan,” katanya.

Sumber: BRG
Sumber: BRG

 

Tumpang tindih

Saat kolaborasi data, BRG pun menemukan sekitar 25.000 hektar izin tumpang tindih. Dia mencontohkan, PT Bosowa, PT Baskarasa Triatama Riau, PT Marsam Citra Adiperkasa, PT Kalimantan Hijau Sentosa, PT Tenaga PEMB Sejahtera, PT Sabira Negeri Utama, tumpang tindih dengan perkebunan sawit dan HPH.

Ada tumpang tindih antara perkebunan sawit dengan HTI, ada PT Sinar Karya Mandiri dan PT Golden Youth Plantation In.

 

 

Verifikasi peta

Pada 2016, kerja prioritas BRG di empat kabupaten utama, yakni Kabupaten Pulang Pisau, Meranti, Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir atau 30% dari 2,6 juta hektar. Pada 2017-2020,  masing-masing 20% dan pertengahan 2020 sebesar 10%.

Peta indikatif ini masih berskala 1:250.000. Dalam restorasi, BRG membagi dalam peta lebih operasional, 1:50.000.  Juga peta 1:10.000 untuk restorasi hidrologi, vegetasi, dan sosial budaya serta infrastruktur. Peta 1:2.000 untuk enginering, mendesain ulang kanal.

Analisis peta dibuat dari beberapa data seperti KLHK, Badan Informasi Geospasial, Kementan dan perusahaan pemegang konsesi. Peta tersebut ditumpangkan dengan data kebakaran, data konsesi (HTI, HPH, izin perkebunan), data citra indikasi kanal, dan lain-lain.

Peta BRG masih verifikasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Nazir akan bertemu dengan beberapa asosiasi pemegang konsesi untuk kolaborasi peta dalam satu dua pekan mendatang.

Data ini, katanya, akan terus berkembang seiring pengecekan lapangan. Meski demikian, setelah verifikasi segera diserahkan kepada BRG daerah untuk koordinasi. ”Nanti gurbernur yang memiliki wewenang, kami memantau di pusat,” ucap Budi.

BRG juga akan berkoordinasi intensif dengan KLHK, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terutama tujuh provinsi prioritas.

Konsesi perusahaan yang berada di areal gambut

Sumber: BRG
Sumber: BRG
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,