, ,

Kenapa Manipulasi Identitas Kapal Masih Terjadi di Pelabuhan Benoa, Bali?

Setelah aktivitas illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing terlarang untuk dilakukan di Indonesia, sejumlah kapal asing yang melakukan aktivitas tersebut mulai mencari celah untuk bisa kembali menangkap ikan di perairan Indonesia. Salah satunya, adalah dengan menggunakan dokumen izin penangkapan ikan milik kapal lain seperti di Pelabuhan Benoa, Bali.

Modus tersebut tercium saat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada 2 Agustus lalu. Dalam sidak tersebut, didapatkan fakta bahwa masih ada pemilik kapal yang berani berbuat “curang” dengan menggunakan dokumen izin untuk kapal lain.

“Itu kami temukan memang. Modus ini dilakukan untuk mengelabui pengawas dan penegak hukum agar kapal yang sudah tidak memiliki izin dan atau eks asing yang dilarang beroperasi, bisa beroperasi lagi untuk menangkap ikan,” ungkap Susi.

Susi kemudian menyebut, salah satu contoh adanya kapal yang menggunakan dokumen izin milik kapal lain, adalah kapal Fransiska. Kapal yang tidak disebutkan berbendera mana itu, diketahui terbalut dengan bahan fiber. Namun, dalam dokumen justru tercatat kapal berbadan kayu dengan ukuran yang lebih kecil.

Modus seperti itu, menurut Susi, dilakukan pemilik kapal dengan maksud kapal bisa tetap berlayar dengan beban pajak yang ringan. Padahal, jika disesuaikan dengan dokumen asli kapal, biaya yang harus dikeluarkan cukup besar dan itu tidak disukai oleh para pemilik kapal.

Awak kapal sedang mengubah struktur kapal eks asing dari fiber menjadi kayu. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pelabuhan Benoa, Bali, pada Selasa (03/08/2016), dan menemukan 56 kapal eks asing telah memanipulasi struktur badan kapal dari fiber ke kayu. Foto : Humas KKP
Awak kapal sedang mengubah struktur kapal eks asing dari fiber menjadi kayu. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pelabuhan Benoa, Bali, pada Selasa (03/08/2016), dan menemukan 56 kapal eks asing telah memanipulasi struktur badan kapal dari fiber ke kayu. Foto : Humas KKP

Selain menggunakan dokumen izin kapal lain, Susi mengungkapkan, dari hasil sidak ke Pelabuhan Benoa, didapatkan juga fakta masih ada kapal-kapal eks asing yang mengubah identitasnya menjadi kapal buat dalam negeri. Perubahan tersebut, sifatnya manipulatif karena kapal sebenarnya masih sama saja.

Dengan modus tersebut, menurut Susi, kapal-kapal eks asing yang secara hukum tidak boleh melaut, akhirnya bisa didaftarkan untuk mendapatkan dokumen perizinan. Biasanya, modus seperti itu dilakukan oleh kapal eks asing dengan badan kapal terbuat dari fiber atau besi dan kemudian dilapisi oleh material kayu.

“Saat ini, kami sedang menyelidik 27 kapal yang menggunakan modus seperti itu,” jelas dia.

Modus ketiga yang juga ditemukan di Pelabuhan Benoa, kata Susi, adalah memulangkan kapal tanpa identitas deregistrasi. Modus seperti itu, dilakukan oleh pemilik kapal eks asing dengan cara keluar dari wilayah Indonesia tanpa melalui proses deregistrasi.

“Alasan yang umum disampaikan adalah kapal akan dijual di luar negeri. Modus ini dilakukan karena pemilik kapal tidak dapat melaksanakan syarat deregistrasi melalui validitas dokumen kapal,” tutur dia.

Kapal eks asing yang bersandar di Pelabuhan Benoa Bali, saat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Selasa (03/08/2016). Foto : Humas KKP
Kapal eks asing yang bersandar di Pelabuhan Benoa Bali, saat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Selasa (03/08/2016). Foto : Humas KKP

Namun, walau ada modus kabur tanpa deregistrasi, Susi tetap optimis ke depan tidak akan ada lagi modus seperti itu yang dilakukan oleh pemilik kapal eks asing. Dia mengaku sudah meminta kepada Kepolisian RI untuk menindaklanjuti.

Tahan Direktur Pemilik Kapal Fransiska

Setelah mengetahui ada kapal yang meggunakan trik modus untuk mengelabui Pemerintah Indonesia, Tim Satuan Tugas 115 IUU Fishing langsung menindaklanjutinya. Dan Susi yang menjadi Komandan Satgas, dengan yakin menyebutkan bahwa pada 20 Agustus lalu, pihaknya sudah menetapkan nakhoda kapal KM. Fransiska yang disinyalir kapal eks asing sebagai tersangka.

Nakhoda yang dimaksud, berinisial SM dan dikenakan status tersangka karena melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan dokumen kapal perikanan dalam negeri. Selain menetapkan SM sebagai tersangka, Satgas juga menetapkan tersangka dan menahan Direktur Utama dan Direktur PT BSM yang menjadi pemilik KM Fransiska. Penahanan dilakukan sejak 22 Agustus lalu.

“RSL adalah Direktur Utama dan IKR adalah Direktur yang ditahan sejak 22 Agustus lalu dan didasarkan pada pengembangan pemeriksaan SM,” jelas Susi.

Susi memaparkan, ketiga tersangka disangkakan telah melanggar pasal 93 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun dengan denda maksimal Rp2 miliar.

Selain menetapkan tersangka dan menahannya, penyidik juga telah menyita kapal, dokumen kapal, serta ikan hasil tangkapan sebanyak 2,5 ton yang saat ini sedang menunggu proses lelang. Kemudian, tak hanya itu, menurut Susi, Satgas 115 juga tengah melakukan penyelidikan 27 kapal yang terindikasi melakukan praktek manipulasi identitas (ganti baju).

“Dengan sidak di Benoa, saya mengirim pesan kepada semua pemilik kapal untuk tidak main-main dengan hukum Indonesia. Karena, saat ini kami sedang menegakkannya. Kami tidak ingin modus kejahatan terjadi lagi di Benoa, maupun pelabuhan lain,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,