Senapan angin merupakan jenis senjata yang sering digunakan pemburu untuk membantai orangutan. Catatan pegiat lingkungan, ada 23 kasus penembakan orangutan yang membuatnya cacat bahkan berujung kematian sepanjang 2004 – 2016.
Permintaan agar polisi memperketat peredaran senapan angin pun disampaikan aktivis peduli orangutan yang tergabung dalam sejumlah organisasi, serentak di 10 kota di Indonesia, Rabu (14/09/2016).
Di Kota Banda Aceh, Ratno Sugito, Koordinator Kampanye Centre for Orangutan Protection (COP) Aceh menyatakan, pengawasan senapan angin harus dilakukan karena banyak digunakan untuk memburu orangutan. “Ada yang ditemukan puluhan peluru, ada yang berhasil diselamatkan meski cacat, dan ada yang mati.”
Di Aceh, perburuan bayi orangutan sumatera terus terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Untuk mendapatkan satu bayi orangutan, pemburu harus membunuh induknya terlebih dahulu. Induk orangutan akan melepaskan anaknya dari gendongan, saat berumur enam tahun, sementara bayi orangutan yang diperdagangkan rata-rata berumur di bawah dua tahun.
“Tidak mungkin induk akan melepaskan anaknya saat diburu. Pastinya dibunuh dan anaknya diambil. Kami pernah menemukan, meskipun telah mati, induk orangutan masih mendekap erat anaknya,” ungkap Ratno.
Manager Anti Kejahatan Satwa Liar COP, Daniek Hendarto, beberapa waktu lalu menyebutkan, pemburu yang menangkap bayi orangutan tidak mungkin menggunakan senjata bius, karena izin yang tidak mudah didapat. “Dari sejumlah kasus yang kami tangani, sebagian besar pemburu orangutan di Aceh dan Sumatera Utara, menggunakan senapan angin dan senjata rakitan.”
Ruli, warga Kabupaten Nagan Raya, Aceh, mengaku pernah sekali menjadi penunjuk jalan pemburu orangutan. Menurutnya, orangutan ditembaki berkali baru jatuh dari pohon. “Saya kapok, tidak tega melihat induk orangutan ditembak dengan senapan angin modifikasi.”
Ruli ingat, saat ia menemani pemburu orangutan dari luar Nagan Raya tersebut pertengahan 2009, ke hutan Rawa Tripa. “Induk orangutan dihujani peluru hingga jatuh. Meski telah ambruk ke tanah, anaknya tetap dipeluk erat. Pekerjaan sadis yang pernah saya lihat.”
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Hasibuan mengatakan, populasi orangutan di Sumatera, khususnya di Aceh, berkurang akibat perburuan dan pengrusakan habitat. Data yang dimiliki BKSDA Aceh, jumlah orangutan sumatera saat ini di alam liar sekitar 6.000 individu.
Di Aceh, orangutan paling banyak berada di wilayah Leuser, namun saat ini, sebagian besar tempat yang menjadi habitatnya terancam akibat perkebunan dan pertambangan, sebagaimana yang terjadi di Rawa Tripa, Rawa Singkil, dan Taman Nasional Gunung Leuser.
“Akibatnya, orangutan sumatera (Pongo abelii) bernasib Kritis atau selangkah menuju kepunahan di alam liar berdasarkan status IUCN (International Union for Conservation of Nature),” papar Genman.
Dilarang
Di Surabaya, sejumlah organisasi seperti Centre for Orangutan Protection, Animals Indonesia, Jakarta Animal Aid Network, International Animal Rescue, Borneo Orangutan Survival Foundation, Orangutan Information Centre, Orangutan Land Trust, With Compasion and Soul, Orangutan Outreach, Paguyuban Pengamat Burung Jogjakarta, dan Orangutan Veterinary Aid, menyerukan pengawasan ketat penggunaan senapan angin.
Shaniya, Koordinator COP Surabaya yang juga koordinator aksi, menyatakan selain aparat keamanan, pemerintah juga diminta memperketat penggunaan senapan angin. Sepanjang 2016, ada tujuh kasus perburuan orangutan menggunakan senapan angin. Bahkan, pernah ditemukan orangutan dengan 62 dan 104 butir peluru bersarang di badannya. “Tidak hanya orangutan, primata lain seperti lutung dan owa juga jadi sasaran senapan angin. Jenis satwa lain yang menderita adalah burung.”
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan, segala bentuk perburuan satwa liar tidak diperbolehkan sesuai Undang-undang KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem), termasuk menggunakan senapan, jerat maupun pulut. “Terhadap binatang liar, terlebih yang dilindungi akan dikenakan sanksi. Kita akan lihat, evaluasi, termasuk penyalahgunaan senapan angin.”
Penggunaan senapan angin diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Senapan angin hanya diperbolehkan untuk sarana olahraga menembak sasaran atau target, yang penggunaannya di lokasi pertandingan dan latihan.
“Kita lihat perkembangannya. Penggunaan senapan angin yang tidak pada fungsinya, akan ditindak sesuai penyalahgunaan dan pelanggaran yang dilakukan,” ujar Argo.
Upaya konservasi satwa liar maupun lingkungan hidup akan mengalami hambatan, bila senapan angin masih digunakan untuk berburu. Polisi diharapkan mengambil langkah tegas dan berani bila ada yang melanggar aturan penggunaan senapan angin. “Polisi tegas menindak pelaku perburuan satwa liar, sementara pengadilan menghukum berat pemburu maupun pedagang satwa ilegal,” pungkas Shaniya.