Budidaya Ikan dan Padi Sekaligus di Satu Lahan? Kenapa Tidak!

Sistem budidaya padi dan ikan secara sekaligus dalam satu lahan memang belum terlalu populer di Indonesia. Meski sudah dikembangkan sejak Oktober 2015 dan menuai pujian dari dunia internasional, kenyataannya teknik budidaya untuk pertanian dan perikanan secara sekaligus itu belum terlalu diminati banyak petani padi dan ikan.

Padahal, saat ini negara lain seperti Laos dan Filipina sudah menyatakan ketertarikan pada sistem mina padi dan akan menggunakan teknik tersebut dalam pertanian budidaya di negara masing-masing. Kedua negara tersebut saat ini tengah mempelajarinya secara langsung di Indonesia.

Jika ada yang belum paham apa itu mina padi, itu adalah sistem penggabungan teknik budidaya pertanian dan perikanan dengan memanfaatkan air yang menggenangi areal pesawahan. Selain ada tanaman padi, di dalam areal sawah yang sama, terdapat juga budidaya ikan air tawar dengan memanaatkan genangan air sebagai kolam budidaya.

Dengan keunikan yang bisa menghasilkan keuntungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai mengkampanyekan penggunaan teknik budidaya mina padi ke seluruh Indonesia. Tujuannya, selain untuk meningkatkan penghasilan petani ikan, juga untuk meningkatkan ketahanan pangan.

(baca : Mina Padi, Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Menekan Perubahan Iklim. Seperti Apakah? )

“Karena, dalam satu lahan itu akan dipanen dua komoditas berbeda dan menjadi andalan Indonesia, yaitu padi dan ikan. Itu jelas sangat menguntungkan dan dibutuhkan oleh warga Indonesia,” ucap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Slamet, pada 2015 KKP mengembangkan mina padi dengan menggandeng organisasi pangan dunia (FAO). Dari kerja sama tersebut, KKP mengembangkan dengan sistem kluster dan menggunakan pola tanam padi jajar legowo.

Sistem tersebut, menurut Slamet, tujuannya adalah untuk meningkatkan populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam dan memanipulasi lokasi dari tanaman yang seolah-olah tanaman padi berada di pinggir (tanaman pinggir) atau seolah-olah tanaman lebih banyak berada di pinggir.

Menurut dia, sistem pola tanam padi jajar legowo bisa menambah penghasilan petani hingga mencapai USD1.700 atau setara Rp22 juta dengan kurs USD Rp13.000 per hektar per musim tanam. Jumlah tersebut sangat besar, karena jika lahan ditanami padi saja, maka keuntungan per hektare mencapai Rp10 juta saja.

“Manfaat dari inovasi mina padi berbasis kluster antara lain resiko serangan hama sangat rendah,  nol pestisida,  penggunaan pupuk kimia berkurang signifikan, pendapatan yang lebih tinggi,” ungkap Slamet.

Contoh teknik budidaya untuk pertanian dan perikanan secara sekaligus itu belum terlalu diminati banyak petani padi dan ikan. Foto : KKP
Contoh teknik budidaya untuk pertanian dan perikanan secara sekaligus itu belum terlalu diminati banyak petani padi dan ikan. Foto : KKP

Dengan menggunakan sistem jajar legowo, tanaman padi yang berada di pinggir akan menghasilkan produksi padi lebih tinggi dan kualitas dari gabah yang lebih baik. Hal itu, karena tanaman padi yang ada dipinggir akan mendapatkan sinar matahari lebih banyak.

Potensi Sangat Besar

Dengan segala keunggulan yang dimiliki, Slamet menyebut bahwa sistem pola tanam jajar legowo harusnya bisa menjadi pilihan juga bagi para petani budidaya. Apalagi, hingga saat ini, belum banyak petani budidaya yang menggunakan sistem tanam seperti itu.

“Dari sekitar 14 juta hektar lahan tanaman padi di Indonesia, yang menggunakan sistem mina padi baru hanya 142.122 hektar atau hanya sekitar 1 persen.Padahal, sistem mina padi merupakan cara yang efektif untuk keberlanjutan usaha pertanian dan perikanan,  meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kedaulatan pangan,” tutur dia.

Tak hanya itu, Slamet menambahkan, dengan sistem tanam jajar legowo, tanaman padi yang dihasilkan akan lebih berkualitas dan juga memungkinkan terciptanya pertanian organik yang ramah lingkungan dan produknya lebih sehat untuk dikonsumsi.

“Sistem mina padi juga akan meningkatkan produksi ikan yang pada tahun 2016 ditargetkan mencapai 19,5 juta ton,” tandas dia.

Sebagai rekomendasi, KKP menyebut, untuk menggunakan sistem pola tanam jajar legowo, petani disarankan memilih tanaman padi varietas ciherang dan ikan air tawar jenis nila. Untuk 1 hektare lahan, petani bisa menanam ikan nila sebanyak 12.000 ekor.

“Ikan air tawar seperti gurame, nila, lele, dan udang galah, bahkan ikan hias jenis Koi sangat cocok dibudidayakan pada sistem mina padi,” jelas dia.

Perikanan untuk Ketahanan Pangan

Sementara itu Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja mengatakan, sektor perikanan merupakan salah satu sumber utama bagi ketahanan pangan di dunia. Hal itu, karena perikanan menyumbang besar untuk kebutuhan pangan dunia.

“Salah satu penyebab terancamnya ketahanan pangan adalah penangkapan ikan secara tidak sah atau illegal fishing. FAO mencatat, kerugian Indonesia per tahun akibat illegal fishing mencapai Rp30 triliun,” ungkap dia.

Untuk itu, Sjarief mengungkapkan, Pemerintah Indonesia terus memperkuat ketahanan pangan berbasis ekonomi kelautan dan mengampanyekannya ke seluruh dunia. Salah satunya, melalui kerja sama Asia Pacific Economic Forum (APEC) yang digagas dalam forum The 7th Ocean and Fisheries Working Group (OFWG) di Peru.

Pertemuan ini sebagai bagian dari rangkaian Pekan Ketahanan Pangan (Food Security Week / FSW) APEC di Piura, Peru, 16 – 25 September 2016.

“Indonesia tetap konsisten untuk menjadi poros maritim dunia dan terus mendorong ekonomi berbasis kelautan melalui partisipasi aktif Delegasi RI di forum APEC tersebut,” sebut dia.

Dalam forum tersebut, Indonesia bekerjasama dan berbagi kapasitas dan pengetahuan melalui kerja sama teknis dan ekonomi antara sesama negara di wilayah Asia Pasifik.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,