Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) mengabulkan gugatan Greenpeace Indonesia atas peta dan data geospasial kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Meski demikian, satu anggota KIP berpendapat beda (dissenting opinion).
”Menyatakan informasi geospasial atau peta dalam bentuk format shape file adalah informasi publik bersifat terbuka,” kata Dyah Aryani P, Komisioner KIP, Ketua sidang sambil mengetukkan palu seusai membacakan amar putusan, di Ruang Sidang Gedung KIP Lantai 5, Jakarta.
Sidang berlangsung sekitar tiga jam ini dihadiri kedua belah pihak, baik Greenpeace maupun KLHK. Adapun, anggota majelis komisioner Dyah Aryani, Ketua merangkap anggota, Evy Trisulo dan John Fresly sebagai anggota dan Indah Puji Rahayu sebagai panitera pengganti.
Beberapa informasi yang dikabulkan, satu peta tutupan lahan Indonesia 2012, kedua, peta tutupan lahan Indonesia tahun 2013, ketiga, izin dan lampiran peta konsesi HTI berdasarkan SK.2382/Menhut-VI/BRPUK/2015.
Keempat, izin dan lampiran peta konsesi HPH berdasarkan SK.2382/Menhut-VI/BRPUK/2015, kelima, izin dan lampiran peta pelepasan kawasan untuk perkebunan sawit, keenam, izin dan lampiran peta pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Ketujuh, data format shapefile (shp).
KIP mengabulkan, dengan alasan informasi ini informasi publik dan mampu disajikan setiap saat sesuai ketentuan UU KIP. KIP juga menolak nota keberatan KLHK, yakni terkait data shapefile masih belum berkekuatan hukum dan belum disahkan serta ada kemungkinan data disalahgunakan pemohon.
Usai pembacaan amar putusan, terdapat dissenting opinion antar anggota MK KIP John Fresly dengan tiga anggota lain. Ada 11 poin dibacakan John. “Cukup relevan bahwa format data shapefile merupakan data informasi yang dikecualikan.”
Data dalam bentuk jpg dan pdf, yang iberikan kepada pemohon dianggap cukup, karena tak ada pembuktikan pemohon melakukan kerugian secara langsung.
Pengecualian lain, katanya, data informasi shp rentan diubah karena tak ada tanda legalitas. ”Sependapat dengan anggota termohon bahwa belum ada teknologi digital signature atau digital watermaking untuk mengesahkan data,” katanya.
Jadi, format data informasi geospasial tematik ini belum berkekuatan hukum karena belum disahkan. Jika data dibuka, katanya, akan bertentangan dengan UU Informasi Geospasial, KLHK sebagai badan hukum berkewajiban memberikan data yang benar, akurat dan tak menyesatkan.
”Ini menjadi kabar gembira. Kemenangan dan keputusan paling tepat bagi KIP,” kata Kiki Taufik, dari Greenpeace Indonesia.
Putusan ini, katanya, sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo dalam meratifikasi Paris Agreement, beberapa hari lalu.
Dia menyayangkan, kalau KLHK banding karena keterbukaan informasi sangat penting dan menjadi bagian dalam ratifikasi di mata Internasional.
Dia berharap, putusan ini akan berjalan mulus berujung keterbukaan data.”Ada juga kemenangan serupa, namun data masih disimpan. KLHK perlu membuktikan komitmen keterbukaan itu.”
Soal kekhawatiran penyalahgunaan data, kata Kiki, data ini untuk pengawasan hutan. ”Ini juga bisa membantu mencegah potensi korupsi perizinan sektor kehutanan.”
Jika putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap, Greenpeace segera melakukan mekanisme pengambilan data ke KLHK. ”Demi perbaikan tata kelola kehutanan dan menyelamatkan hayati serta puluhan juta warga negara, KLHK harus menjalankan apa yang diputuskan KIP.”
Sementara itu, Kepala Biro Humas KLHK Novrizal Tahar menyatakan akan mempelajari putusan ini. ”Baru bisa menentukan langkah yang akan ditempuh. Tadi juga ada dissenting opinion, perlu dipelajari posisinya kenapa,” katanya.
Berdasarkan ketetapan Kepala Pusat Humas, selaku PPID utama dalam surat nomor S. 568/PHM.II.2014 dapat memberikan data dalam format JPEG dan PDF. Data dan informasi dikecualikan di unit KLHK antara lain data peta shapefile kawasan hutan di Direktorat Jenderal Planologi.
Pasal 62 UU Informasi Geospasial menyebutkan, setiap orang dilarang menyebarkan informas geospasial yang belum sah. Hukumannya, pidana penjara paling lama dua tahun, denda Rp500 juta. Jika menimbulkan bahaya bagi orang atau barang, pelaku dipidana paling lama tiga tahun, denda Rp700 juta.
Berdasarkan Pasal 46, data informasi geospasial memiliki kekuatan hukum dan wajib disahkan pejabat berwenang sebelum dipublikasi.
Menurut Kiki, ada tiga variabel mungkin memberatkan KLHK membuka data. Pertama, KLHK belum siap data yang pihak pemohon ajukan. Kedua, akan membuka borok tata kelola kehutanan di Indonesia. Ketiga, melindungi keberpihakan pada korporasi.
”Langkah penting membuka. Seandainya banding, kami akan perjuangkan dan kampanye tak hanya di Indonesia juga Internasional,” katanya.
Kalau banding, akan membuktikan kelemahan pemerintahan Indonesia yang sudah berkomitmen mereduksi emisi melalui ratifikasi Paris Agreement.