Sudahkah Indonesia Manfaatkan Keragaman Spesies Ikan Hias di Laut dan Darat?

Potensi ikan hias di Indonesia sejauh ini diakui sangat besar, karena keanekaragaman biota air di Tanah Air sangatlah tinggi. Namun, hingga kini, potensi tersebut belum dikembangkan hingga maksimal, karena berbagai faktor. Fakta tersebut diakui sendiri oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, saat ini potensi ikan hias di Indonesia jumlahnya mencapai 4.552 spesies dari total 32.400 spesies ikan hias yang ada di dunia. Jumlah sebanyak itu, tersebar luas di perairan air tawar dan air laut.

“Itu bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir terbesar di dunia,” ucap dia, kemarin.

Menurut Slamet, pada 2014 nilai ekspor ikan hias Indonesia jumlahnya mencapai USD20,86 juta. Jumlah tersebut, diyakini masih bisa ditingkatkan hingga bisa melampaui capaian Singapura sebagai produsen dan eksportir ikan hias nomor satu di dunia.

“Dengan jumlah spesies yang sangat banyak, potensi untuk meningkatkan ekspor juga terbuka sangat lebar,” jelas dia.

Slamet menuturkan, dengan potensi yang sangat besar tersebut, sudah selayaknya masyarakat Indonesia bisa menjaganya dengan baik. Karena, dengan menjaganya, itu berarti masyarakat tak hanya ikut menjaga keragaman spesies, tapi juga ikut menjaga ekosistem laut di Indonesia.

“Karena, budidaya ikan hias itu tidak perlu lagi mengambil dari alam di laut. Itu juga menjadi bentuk perlindungan kelestarian yang dilakukan oleh masyarakat,” ungkap dia.

Slamet kemudian menjelaskan, pada 2011 Indonesia berhasil memproduksi ikan hias sebanyak 95,3 juta ekor dan kemudian ditingkatkan jumlahnya pada 2015 menjadi 1,3 miliar ekor. Kenaikan jumlah produksi yang mencapai 9 persen tersebut, bisa terjadi karena permintaan pasar terhadap ikan hias dari Indonesia cukup tinggi.

“Ikan hias khususnya ikan hias laut Indonesia cukup banyak diminati oleh hobiis lokal maupun internasional,” sebut dia.

Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni), ikan laut yang dinamakan dari Pulau Banggai, Sulawesi Tengah. Terlihat anakan ikan dalam mulut indukannya. Foto : Wisuda
Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni), ikan laut yang dinamakan dari Pulau Banggai, Sulawesi Tengah. Terlihat anakan ikan dalam mulut indukannya. Foto : Wisuda

Untuk bisa meningkatkan ekspor, Slamet mengungkapkan, selain menugaskan sejumlah balai pengembangan di berbagai daerah, pihaknya juga menetapkan fokus target produksi ikan hias pada 2017 sebesar 2,1 miliar ekor.

Lebih jauh Slamet menambahkan, di Indonesia, usaha budidaya ikan hias telah menjadi bagian tak terpisahkan dari usaha peningkatan pendapatan. Berdasarkan  hasil sensus ekonomi 2013, usaha budidaya ikan hias menempati urutan pertama sebagai pendapatan tertinggi rumah tangga sector pertanian dengan nilai Rp50,85 juta per tahun.

“Bahkan BPBL Ambon telah menghasilkan teknologi budidaya ikan hias laut yang murah dan sederhana, sehingga bisa dikerjakan di belakang rumah oleh ibu rumah tangga.Jadibudidaya ikan hias laut, bukan lagi perlu modal besar, dengan modal Rp3,5 juta saja susah bisa mulai usaha pembesaran dan panen setelah 4 bulan,” terang dia.

Slamet juga mengatakan budidaya ikan hias secara umum telah menjadi bagian dari upaya pelestarian lingkungan. Karena, pada prakteknya tidak perlu lagi menangkap dari alam atau bahkan merusak ekosistem untuk mendapatkan ikan hias.

“Budidaya ikan hias adalah salah satu solusi peningkatan perekonomian bangsa yang berkelanjutan, dan mendukung kedaulatan bangsa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan pilar pembangunan bangsa,” tandas dia.

Ikan ornate ghost pipefish atau harlequin ghost pipefish. Ikan bernama latin Solenostomus paradoxus sering disebut sebagai false pipefish. Foto : Wisuda
Ikan ornate ghost pipefish atau harlequin ghost pipefish. Ikan bernama latin Solenostomus paradoxus sering disebut sebagai false pipefish. Foto : Wisuda

Berdasarkan data Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), dari 32.400 spesies ikan hias di dunia, sebanyak 4.552 spesies itu ada di Indonesia.

Dengan kekayaan spesies tersebut, Indonesia harusnya bisa menjadi produsen ikan hias unggulan di dunia. Namun, pada kenyataannya, nilai ekspor ikan hias Indonesia masih kecil dan jauh di bawah Singapura.

Sebagai gambaran, pada 2016 nilai ekspor ikan hias Indonesia mencapai USD15,82 juta. Sementara, Singapura pada 2014, nilai ekspornya sudah mencapai angka USD51,7 juta.

Faktor Penghambat Perkembangan Ikan Hias

Salah satu sektor yang hingga kini masih belum berkembang dengan baik, adalah industri ikan hias yang mencakup ikan hias air tawar dan air laut. Keberadaan industri ikan hias, masih berjalan di tempat, karena terkendala oleh berbagai faktor mencakup regulasi dan infrastruktur.

Hal tersebut diakui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Zulficar Mochtar. Menurutnya, jika industri ikan hias ingin berkembang dan maju melebihi negara lain, maka perlu rencana aksi nasional (RAN) pengembangan ikan hias.

“Ini penting, karena ikan hias potensinya sangat besar di Indonesia. Harus dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan ekonomi rakyat,” ucap dia.

Ikan mandarin menjadi ikon pariwisata internasional. Foto : Wisuda
Ikan mandarin menjadi ikon pariwisata internasional. Foto : Wisuda

Dengan menyusun RAN, Zulficar meyakini, Indonesia bisa menjadi negara sukses dalam industri ikan hias pada 2019 mendatang. Dengan RAN, dia yakin pada 2019 nanti Indonesia bisa mengungguli negara lain yang selama ini mendominasi perdagangan ikan hias di dunia.

“Saat ini, Indonesia masih di bawah Singapura untuk perdagangan ikan hias. Padahal, kita tahu sendiri, sumber daya ikan hias negara tersebut masih di bawah Indonesia. Jadi, harus dicari tahu apa yang menyebabkan Indonesia masih di bawah Singapura,” ungkap dia.

Adapun, berkaitan dengan kendala yang disebut sebelumnya, Zulficar mengatakan, Indonesia harus mempelajari dengan benar dan tuntas tentang perdagangan ikan hias internasional. Dengan mempelajarinya, maka seharusnya Indonesia bisa mengetahui apa dan berapa banyak yang dibutuhkan negara lain untuk kebutuhan ikan hias.

“Selain itu, Indonesia harus tahu dan paham tentang ikan hias yang paling dibutuhkan dan dicari oleh negara lain dan dimana lokasi spesifik. Dengan demikian, seluruh informasi yang diperlukan sudah ada,” sebut dia.

Selain perdagangan, Zulficar mengungkapkan, untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen ikan hiasa nomor satu di dunia pada 2019, diperlukan adanya reviu atas regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini. Jika memang regulasi yang sekarang ada dinilai menghambat, maka sebaiknya ada penciutan biar lebih efisien.

Yang dimaksud dengan review regulasi, menurut Zulficar, karena saat ini ada sekitar 26 aturan yang harus dijalankan oleh para pelaku bisnis ikan hias. Aturan tersebut, mencakup untuk perdagangan di dalam dan luar negeri (ekspor).

“Kendala berikutnya yang harus segera diperbaiki, adalah tentang strategi, Untuk itu, harus ada rencana aksi, roadmap, businessplan. Jika tidak, maka itu sama saja dengan bicara wacana saja,” jelas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,