Semangat Menggebu Petani Perempuan di Kapuas Hulu Terapkan Metode Hazton

Petani perempuan di enam desa, di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, telah berkomitmen mewujudkan pertanian berkelanjutan. Desa-desa tersebut adalah Desa Lubuk Antu dan Desa Mubung di Kecamatan Hulu Gurung; Desa Temuyuk dan Desa Sungai Besar di Kecamatan Bunut Hulu; serta Desa Tekudak dan Desa Tekalong di Kecamatan Mentebah.

Mereka didampingi Konsorsium Perempuan untuk Keberlangsungan Penghidupan. Programnya adalah inisiatif penguatan ekonomi perempuan melalui pemberdayaan dan pertanian berkelanjutan.

Petani ini akan menerapkan metode Hazton, guna meningkatkan produktivitas pertanian. Istilah Hazton, yang telah diperkenalkan pada 2012 di Kalbar, berasal dari singkatan dua penemunya yaitu ‘Haz’ dari Hazairin dan “Ton” dari Anton Kamarudin. Hazairin, tak lain adalah Kepala Dinas Pertanian Kalimantan Barat. Hazairin adalah penyuluh pertanian pelosok Kalbar di awal karirnya. Dia melakukan riset-riset untuk meningkatkan hasil panen, hingga lahirlah Hazton.

Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), menunjukkan koleksi bank benih padi di Kantor Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) di Bogor. Dari 10 ribu varietas padi, saat ini hanya tersisa 125 varietas. Foto: Rahmadi Rahmad
Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), menunjukkan koleksi bank benih padi di Kantor Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Bogor. Dari 10 ribu varietas padi yang ada di Indonesia,, saat ini hanya tersisa 125 varietas. Foto: Rahmadi Rahmad

Teknik menanam padi pada metode Hazton adalah menggunakan 20 hingga 30 bibit per lubang tanam. Mungkin ini tak lazim jika dibandingkan dengan metode lain, seperti SRI (dengan 1 bibit), ataupun cara konvensional yang menggunakan 3 – 5 bibit per lubang tanam. Diharapkan, dengan menggunakan bibit yang banyak akan menjadikannya indukan yang produktif, tanpa harus konsentrasi pada pembentukan anakan.

“Saya belum tahu apa itu metode Hazton, tapi dari informasi awal yang saya dapat, cara ini dapat meningkatkan hasil pertanian,” kata Marsatoni (35), petani perempuan di Desa Tekudak, baru-baru ini.

Lusiana (40), perempuan dari Tekudak juga, mengatakan hal serupa. Selama ini, sebagian besar petani di desanya masih menerapkan sistem tradisional dengan ladang berpindah. “Hasil yang dijual sedikit. Selebihnya untuk makan,” katanya. Dia terpaksa menerapkan sistem pertanian tradisional karena belum pernah mendapat pendampingan intensif.

Anton Kamarudin tengah mempraktikkan metode Hazton kepada petani perempuan Desa Tekudak, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto: Putri Hadrian
Anton Kamarudin tengah mempraktikkan metode Hazton kepada petani perempuan Desa Tekudak, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto: Putri Hadrian

Penggagas Teknik Hazton, Anton Kamaruddin menerangkan, metode ini bisa meningkatkan produktivitas tanaman hingga dua kali lipat. “Rata-rata produksi padi di Kalbar hanya 3,5 ton per hektare. Dengan teknologi Hazton, jika diterapkan sesuai petunjuk, hasilnya bisa mencapai 10 ton per hektare.”

Koordinator Regional Konsorsium Pemberdayaan Perempuan Kalimantan Barat Kapuas Hulu II, Eva Sriharyanti, menerangkan penerapan teknik Hazton ini diprioritaskan bagi para petani perempuan. “Dalam keseharian, kaum perempuan banyak terjun langsung menanam, merawat, hingga memanen padi di sawah. Namun, kapasitas atau pengetahuan mereka masih minim dalam mengembangkan potensi pertanian.”

Direktur Program Konsorsium Perempuan Kehidupan dan Keberlanjutan Kalbar, Laili Khairnur, menambahkan, program pemberdayaan perempuan ini bertujuan untuk memberikan kontribusi langsung terhadap pengembangan kapasitas kelompok perempuan. “Masalahnya adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik.”

Hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Gender di Kabupaten Kapuas Hulu yang berkisar pada angka 50-60. Petani perempuan diharapkan dapat memanfaatan lahan secara produktif dan mengembangkan komoditi alternatif. “Dapat mengentaskan kemiskinan, sekaligus mendorong inisiasi pembangunan yang rendah karbon,” tambah Laili.

Kondisi petani Indonesia yang terpuruk. Sumber: Presentasi Dwi Andreas Santosa
Kondisi petani Indonesia yang terpuruk. Sumber: Presentasi Dwi Andreas Santosa

Bebas kimia

Program ini juga menerapkan penggunaan non-kimia dalam pertanian. Pertanyaan Suryawati Gea, petani perempuan dari Desa Tekalong, mewakili para petani perempuan di daerahnya. “Apakah ada dampaknya penyemprotan herbisida terhadap padi yang sudah ditanam atau ditugal?” tanyanya.

Tris Haris Ramadhan, pakar Hama dan Penyakit Tanaman Universitas Tanjungpura, menjelaskan, penyemprotan dengan herbisida memang bagus untuk menekan pertumbuhan rumput, tetapi  akan berdampak pada padi. “Pertumbuhan padi akan terhambat atau akan mati terkena herbisida. Lahan yang sudah disemprot racun jangan langsung ditanamkan. Tunggu hingga tersiram hujan, agar padi yang ditanam tidak terpengaruh racun.”

Veronika Ayang, yang tertarik menanam sayur di pekarangan bertanya cara pengendalian hama alami. Tris kembali memberikan tips alami dan murah, yang dapat dilakukan para petani perempuan. “Gunakan daun sirsak untuk hama penghisap.”

Caranya, ambil daun sirsak 25 hingga 50 lembar, lalu tumbuk halus. Kemudian, rendam dalam 2,5 liter air, tambahkan 7,5 gram deterjen, aduk rata dan diamkan semalam. Air rendaman tersebut disaring dengan kain halus. “Cara penggunaannya o,5 liter larutan yg sudah jadi diencerkan dengan 5 – 10 liter air, lalu semprotkan ke tanaman,” kata Tris.

Tris juga mengajarkan cara mengendalikan hama tikus. Gunakan jeli yang sudah dicampur racun tikus atau dengan ikan ebi kecil. Saat menebar umpan, pakai sarung tangan karena penciuman tikus sangat sensitif. “Penggunaan racun tikus harus berbeda, sebab tikus sangat peka sehingga bisa jadi umpan yang sama tidak mempan lagi,” jelasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,