Laboratorium Ini Miliki Koleksi Lebih 72.000 Kupu-kupu Papua

“Keragaman hayati merupakan pemberian terindah untuk umat manusia, namun merupakan suatu tugas yang paling menantang untuk melindunginya.” Henk Van Mastrigt.

Kecintaan alam dan minat besar pada kupu-kupu, membuat Henk Van Mastrigt, misionaris kelahiran sejak 1974 di Papua,  mengoleksi lebih 72.000 spesimen kupu-kupu Papua. Koleksi kupu-kupu siang dan malam ini dari berbagai wilayah Papua, pantai maupun pegunungan.

Bruder Henk, begitu dia disapa, berminat kupu-kupu mengikuti jejak sang bapak. Dia mulai mengoleksi kupu-kupu serius akhir 1980-an.

“Awalnya bruder hanya koleksi kupu-kupu siang genus delias. Berkembang hingga semua famili dengan genus dan spesies di Papua terutama kupu-kupu siang,”  kata Evie Warikar, Dosen Jurusan Biologi Universitas Cenderawasih juga pengurus laboratorium tempat koleksi kupu-kupu kini ditempatkan.

Sebelum meninggal 5 Agustus 2015, Bruder Henk memutuskan untuk menyerahkan koleksi di laboratorium yang kini disebut Laboratorium Koleksi Serangga Papua (KSP) Br. Henk Van Mastrigt, OFM.

Laboratorium itu resmi 15 Januari 2016 terletak di salah satu Gedung Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Cenderawasih Jayapura, dilengkapi perpustakaan di mana tersedia buku-buku berkaitan dengan serangga terutama kupu-kupu.

Dalam laboratorium berjejer rak-rak tempat spesimen kupu-kupu sudah diklasifikasi berdasarkan famili, sub famili, genus dan spesies masing-masing. Setiap koleksi dilengkapi nomor koleksi, dan keterangan tempat di mana kupu-kupu ditemukan, ketinggian tempat dan waktu penemuan dan nama orang yang menemukan.

Proses pengambilan dari alam hingga ditempatkan rak koleksi memerlukan ketekunan dan kehati-hatian tinggi. Kupu-kupu ditangkap pakai jaring khusus, lalu ditusuk bagian toraks, diambil menggunakan jepit dan dimasukkan ke wadah khusus. Kemudian dibawa ke laboratorium.

Beberapa kupu-kupu ukuran besar disuntik agar mati. Sedang kupu-kupu berukuran sangat kecil seperti kupu-kupu malam dimasukkan ke wadah khusus agar mati. Di laboratorium kupu-kupu ini kemudian diukur, diberi nomor dan keterangan.

Data masuk ke database koleksi, lalu spesimen kupu-kupu masuk ke rak koleksi sesuai klasifikasi.

Lemari tempat menyimpan kupu-kupu kolesi laboratorium. Foto: Asrida Elisabeth
Lemari tempat menyimpan kupu-kupu kolesi laboratorium. Foto: Asrida Elisabeth

Papua sangat luas menjadi tantangan tersendiri bagi Bruder Henk dan tim dalam mengumpulkan koleksi. Tak sedikit ikut membantu, seperti para guru di pedalaman atau pegunungan yang mengumpulkan kupu-kupu di tempat mereka bertugas untuk dibawa dan melengkapi koleksi.

“Koleksi ini penting karena bisa jadi nanti kita tak bisa menemukan lagi. Lihat bagaimana tiap hari hutan-hutan kita dirusak” ucap Evie.

Dalam menentukan klasifikasi kupu-kupu, awalnya dia menggunakan panduan dari buku The Butterflies of Papua New Guinea, Theis Systematics and Biology yang ditulis Michael Parson. Untuk mempermudah penelitian di lapangan dia mulai menulis buku sendiri antara lain Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu untuk wilayah Memabramo Sampai Pegunungan Cyclop (terbit 2005, disusun bersama Edy Rosariyanti.

Lalu,  Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu untuk wilayah Kepala Burung Termasuk Pulau-pulau Provinsi Papua Barat (terbit 2010 disusun bersama Kelompok Entomologi Papua). Juga Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu untuk wilayah Pulau-pulau Teluk Cenderawasih (terbit 2013 disusun bersama dengan Evie Lilly Warikar).

Masih ada rencana untuk penulisan buku tentang wilayah-wilayah lain di Papua. Kala dia kesulitan menentukan jenis kupu-kupu, akan berhubungan dengan laboratorium Natur Kunde di Jerman dan pihak-pihak lain yang akan membantu meneliti. Selain kupu-kupu, laboratorium ini mulai mengoleksi serangga seperti capung dan kumbang.

 

 

 

 

Kupu-kupu koleksi Henk Van Mastrigt. Foto: Asrida Elisabeth
Kupu-kupu koleksi Henk Van Mastrigt. Foto: Asrida Elisabeth

Kelompok Entomologi Papua

Tahun 1995, Bruder Henk mulai ikut membimbing para mahasiswa yang meneliti entomologi. Kini, mereka tersebar di berbagai kampus di Papua. Beberapa menjadi dosen dan menaruh minat pada entomologi.

Sejak 2006,  terbentuk kelompok entomologi Papua dengan kegiatan seperti mengumpulkan dan menyediakan data mengenai serangga di Papua. Kelompok ini menerbitkan majalah tiga bulanan bernama Suara Serangga Papua (Sugapa), dan membantu dosen serta mahasiswa yang melakukan penelitian.

Bersama Bruder Henk, kelompok ini bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Universitas Papau, LIPI, Papua Insect Foundation di Belanda, WWF, Museum Natur Kunde Berlin, Conservation International dan berbagai organiasi dan individu lain baik lokal, nasional maupun internasional.

Pada 2018, 40 peneliti dari seluruh dunia akan ekspedisi ke Papua bernama Henk Van Mastrik Expedition.  Mereka akan penelitian pada empat tempat bekerja sama dengan dosen dan mahasiswa serta peneliti lokal Papua.

Kupu-kupu genis delias koleksi laboratorium kampus ini. Ia jadi koleksi pertama Henk Van Mastrigt. Foto: Asrida Elisabeth
Kupu-kupu genis delias koleksi laboratorium kampus ini. Ia jadi koleksi pertama Henk Van Mastrigt. Foto: Asrida Elisabeth

Kendala

Menjaga koleksi begitu kaya tentu tak mudah. Laboratorium inipun memiliki berbagai kendala terutama teknis pengelolaan, seperti biaya staf menjaga dan merawat koleksi, melayani para peneliti dan pihak lain yang ingin bekerjasama. Juga, menghadiri pameran-pameran lingkungan hingga pegembangan kebun kupu-kupu Sigit-sigit terletak dekat laboratorium.

Pengawetan masih pakai bahan alternatif seperti kapur barus bukan bahan khusus karena harga mahal. Jarum khusus insect pun masih harus dibeli di luar negeri, padahal ke depan koleksi terus berkembang.

Saat ini,  semua famili kupu-kupu siang sudah lengkap bahkan disebut terlengkap di dunia. Sedang kupu-kupu malam masih perlu kerja keras untuk meneliti dan melengkapi, termasuk serangga lain.

“Kami sedang mengajukan kepada rektorat supaya laboratorium bisa jadi pusat studi hingga ada alokasi dana dari universitas untuk pengelolaan,” katanya.

Kupu-kupu jadi indikator perubahan lingkungan dan struktur tanaman sekitar. Dari telur sampai kupu-kupu dewasa, kupu-kupu hanya hidup di tanaman tertentu.

Kupu-kupu dewasa menghisap nektar dari bunga seperti kembang sepatu, maupun bouganville. Jika ada aliran sungai, kupu-kupu menghisap air mineral dari bebatuan dan pasir. Sumber makanan lain adalah kotoran burung , buah-buahan busuk dan bangkai binatang.

Meskipun ada tumbuhan inang dan tersedia sumber makanan, katanya, tetapi tak ada kupu-kupu, bisa jadi penanda tempat itu sudah tercemar.

Koleksi kupu-kupu berikut foto Henk Van Mastrigt. Foto: Asrida Elisabeth
Koleksi kupu-kupu berikut foto Henk Van Mastrigt. Foto: Asrida Elisabeth
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,