Cover Majalah Batik Air Menuai Protes Aktivis Lingkungan. Ini Sebabnya..

Insiden yang dinilai memalukan oleh para pecinta dan aktivis lingkungan kembali terjadi di Indonesia. Terbaru, masyarakat dikagetkan dengan penerbitan majalah Batik yang khusus disediakan bagi penumpang pesawat milik Lion Group, Batik Air. Dalam majalah terbitan edisi Februari 2017 itu, terpampang foto satwa laut dilindungi, hiu paus (Rhyncodon typus) dengan judul besar “Bukit Painemo, Surga Kecil di Raja Ampat.”

Selain foto hiu paus dengan fisik khasnya yang besar seperti ikan raksasa, di halaman muka (cover) majalah tersebut, terpampang juga foto seorang penyelam (diver) yang persis di samping hiu paus. Keberadaan penyelam tersebut, menjadi sorotan luas sejak Selasa (07/02/2017) di sosial media, karena posenya yang dinilai sangat keterlaluan.

Dalam gambar yang diterima Mongabay, diketahui bahwa penyelam tersebut difoto dengan pose sedang memeluk hiu paus. Sekilas, bagi orang awan, pose tersebut biasa saja dan bahkan terkesan bagus dan eksklusif karena tidak semua penyelam bisa mendapatkan kesempatan seperti itu.

Tetapi, bagi pecinta dan aktivis lingkungan, pose memeluk hiu paus tersebut dinilai sudah melewati batas. Penyebabnya, karena hiu paus adalah satwa laut dilindungi dan membuat siapapun yang ingin dekat dengannya harus mengikuti aturan yang ditetapkan bersama oleh para pecinta dan aktivis lingkungan.

 

 

“Itu sudah keterlaluan. Saya geram mendengarnya. Seharusnya tidak terjadi seperti itu, karena sama saja itu dengan kampanye negatif kepada publik. Apalagi, itu dilakukan oleh Lion Group, perusahaan besar di Indonesia,” ucap Marine Program Director Conservation International (CI) Indonesia Victor Nikijuluw, yang dihubungi pada Rabu (08/02/2017).

Menurut Victor, terbitnya majalah tersebut melambangkan adanya kebobrokan manajemen di internal Lion Group. Penilaian tersebut muncul, karena seharusnya Lion Group melakukan reviu dulu terhadap majalah yang akan diterbitkan itu.

“Niatnya bagus, tapi karena nggak ngerti ya, jadi tidak akan mendatangkan kebaikan buat Lion Group. Secara internasional juga itu akan mendapat kecaman,” jelas dia.

(baca : Hiu Terbesar Tapi Jinak Dan Bukan Karnivora, Begini 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus)

Selain CI Indonesia, kecaman juga datang dari WWF-Indonesia. Marine and Fisheries Campaign Coordinator WWF-Indonesia Dwi Aryo Tjipto Handono menyebut, penerbitan majalah Batik menjadi insiden yang harus segera dibenahi. Salah satu caranya, adalah dengan mencari tahu apa penyebab cover majalah tersebut diterbitkan.

“Kami bersama NGO (LSM-red) lain juga sudah berembuk tentang masalah ini. Kita sepakat untuk meminta Lion Group menjelaskan tentang masalah ini. Namun, saat ini belum diambil keputusan apakah itu akan dilakukan tatap muka atau tidak dengan pihak Lion Group,” ucap dia.

Dari hasil pembicaraan dengan LSM lain, Aryo mengatakan, ada yang bersepakat untuk meminta majalah ditarik dari peredaran di dalam pesawat dan ada yang tidak. Namun, kata dia, semuanya sama-sama sepakat kalau kejadian seperti itu tidak boleh lagi terulang di waktu berikutnya.

“Apalagi dilakukan oleh perusahaan sebesar Lion Group. Ini yang jadi perhatian kita. Kalau dari WWF Indonesia, yang jadi perhatian, bagaimana semua pihak semakin sadar bahwa melindungi dan menjaga satwa langka itu adalah pekerjaan mulia,” ucap dia.

Karena itu, Aryo meminta Lion Group dan perusahaan lain yang ada di Indonesia, untuk bisa sama-sama melakukan penjagaan dan perlindungan terhadap segala aset lingkungan serta flora dan dan fauna. Untuk melakukan itu, dia meyakini pasti tidak akan mudah. Namun, itu adalah menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaganya.

“Seperti hiu paus, itu harusnya sama-sama semua pihak untuk menjaganya juga,” tandas dia.

 

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International

 

Teguran kepada Lion Group

Melihat kejadian yang menimpa Lion Group dengan majalah Batik, Pemerintah Indoensia diminta untuk melakukan teguran atau memberikan sanksi tegas. Hal itu karena, kejadian tersebut buah dari kebodohan dan kecerobohan manajemen perusahaan tersebut dan juga bisa mendapat penilaian buruk dari negara lain.

“Harusnya ada teguran dan sanksi. Pemerintah, harus tegas menindaknya,” ucap Victor Nikijuluw.

Yang dimaksud dengan Pemerintah, kata dia, adalah tiga instansi Negara yang berhubungan langsung dengan masalah tersebut, yaitu Kementerian Pariwisata, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perhubungan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Agus Dermawan, dalam kesempatan berbeda mengatakan, apa yang terjadi dalam majalah Batik, sebenarnya menggambarkan kondisi masyarakat dalam memahami kekayaan flora dan fauna yang ada, khususnya di laut.

“Sebelum ini, ada kejadian di Gorontalo, dimana orang ramai-ramai berenang bersama hiu paus. Itu juga tidak boleh dilakukan. Ini menjadi catatan, bahwa hiu paus adalah satwa dilindungi dan semua orang harus terus diberi tahu,” ucap dia.

(baca : Wisata dan Ancaman Kelestarian Hiu Paus di Gorontalo Itu Memang Ada)

Tentang permintaan untuk memberikan teguran dan atau sanksi kepada Lion Group dan khususnya Batik Air, Agus mengaku belum ada rencana seperti itu. Hal itu, karena KKP belum tahu duduk perkara masalah tersebut secara detil. Dengan demikian, yang akan dilakukan adalah mencari informasi tentang kasus majalah tersebut.

Jika memang dinilai ada yang tidak beres, menurut Agus, bisa saja teguran atau sanksi diberikan kepada perusahaan tersebut. Namun, jika memang dinilai tidak perlu, maka yang akan dilakukan adalah memberikan pemahaman dan kampanye tentang hiu paus kepada perusahaan Lion Group.

“Saya masih belum tahu ya. Kita lihat saja dulu seperti apa kasusnya. Yang jelas, kita memang harus terus melakukan kampanye kepada publik tentang Hiu Paus ini berikut code of conduct-nya,” jelas dia.

Sementara, Humas Lion Group, Andi Saladin, saat dikonfirmasi terpisah, mengakui bahwa ada majalah yang sudah diterbitkan dengan cover hiu paus sedang dipeluk oleh penyelam. Namun, dia mengaku hingga saat ini belum diambil keputusan seperti apa menyikapi peredaran majalah tersebut di pesawat maskapai Batik Air.

“Itu foto adalah kita jadikan cover. Kita minta maaf jika memang ini menyinggung para pecinta dan aktivis lingkungan. Mungkin ini ketidaktahuan dari sang editor (majalah),” ungkap dia.

Karena sedang dalam pembahasan, Andi mengaku belum tahu apakah majalah yang sudah ada dalam pesawat akan ditarik dan diganti dengan majalah baru atau tidak. Yang jelas, bagi dia, itu menjadi pelajaran sangat penting bagi Lion Group setelah muncul ke publik tentang penggunaan cover tersebut.

“Memang sebelum menggunakan cover tersebut, memang pasti ada pro dan kontranya. Ini ada miss. Sekarang sudah jelas kan ada panduan untuk Hiu Paus,” tutur dia.

 

Panduan melihat hiu paus. Sumber : KKP

 

Pedoman Perilaku Hiu Paus

Pemerintah sendiri telah menyatakan hiu paus sebagai satwa laut yang dilindungi penuh sesuai dengan Permen Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/Kepmen-KP/2013 tertanggal 20 Mei 2013, yang menyatakan melindungi penuh terhadap siklus hidup dan bagian tubuhnya, kecuali untuk kegiatan penelitian.

(baca : Ikan Hiu Paus Akhirnya Raih Status Satwa Dilindungi di Indonesia)

Sedangkan berkaitan dengan Pedoman Perilaku atau Code of Conduct, Victor Nikijuluw dari CI Indonesia

membeberkan empat hal yang harus dipatuhi oleh para pegiat wisata bahari di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pedoman itu, berlaku juga untuk perseorangan atau kelompok seperti pengelola wisata menyelam.

  1. Dilarang menyentuh hiu paus, seperti naik di atas pundak (posisi seperti menunggangi kuda) atau memeluk badan hiu paus;
  2. Dilarang membatasi gerakan hiu paus, umpamanya sengaja menggunakan jaring untuk membuat dia tak bisa berenang bebas;
  3. Harus bisa menjaga jarak dengan hiu p Aturannya, dari sisi kanan dan kiri jaraknya minimal 3 meter. Kemudian, dari mulutnya atau hidungnya harus berjarak 5 meter, dan dari ekor atau dari belakang berjarak 4 meter;
  4. Tidak boleh menggunakan blitz atau flash saat mengambil gambar hiu p
  5. Dilarang menggunakan alat motorize yang dikendalikan secara remote di dalam air, karena itu akan mengganggu pergerakan hiu p

Selain itu, Victor mengatakan, kapal yang sedang berlayar juga harus memahami peraturan jika bertemu dengan hiu paus. Kata dia, kapal sebaiknya berlayar dengan kecepatan maksimal 5 knot saja.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,