Terbukti Bakar Lahan, Perusahaan Sawit di Sumsel Ini Kena Denda Rp466,5 Miliar

 

 

 

Kabar gembira bagi lingkungan dan manusia di awal tahun. Pada Selasa (7/2/17), Majelis Hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada PT Waringin Agro Jaya (WAJ) di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, atas kasus kebakaran konsesi pada 2015. Perusahaan sawit ini kena denda Rp466,5 miliar.

”Mengabulkan gugatan penggugat (pemerintah) untuk sebagian,” kata H. Prim Haryadi, Ketua Majelis Hakim dalam sidang putusan di PN Jakarta Selatan. WAJ mendapat denda dengan membayar ganti rugi material sekitar Rp173,4 Miliar dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp293 miliar atas kebakaran lahan 1.626,63 hektar.

Putusan itu pakai prinsip strict liability (tanggung jawab mutlak) berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 88. Snetiap penanggung jawab usaha, berisiko bertanggung jawan mutlak atas kerugian tanpa memerlukan unsur kesalahan.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum mengatakan, putusan ini akan jadi yurisprudensi kasus-kasus lain. ”Strict liability jadi inovasi dan keberanian hakim. Kita apreasiasi,” kata Roy, sapaan akrabnya.

Persidangan di PN Jaksel mulai pukul 16.00-17.00, dipimpin Prim Haryadi didampingi hakim anggota, Achmad Guntur dan Ratmoho.

Putusan ini lebih rendah dari gugatan KLHK, biaya pemulihan lingkungan hidup Rp584,9 miliar (kabul sebagian). Gugatan dikabulkan seluruhnya, berupa ganti rugi materiil kebakaran hutan Rp173,4 miliar. Total gugatan KLHK Rp758,3  miliar.

Pertimbangan majelis hakim,  nilai penggugat terlalu berat,  dari 12.526 hektar gugatan, 1.626,53 hektar kebakaran hebat. Sisanya, masih berbuah dan sebagian pulih kembali.

Pertimbangan juga dari ahli penggugat, Gunawan yang menyatakan serangga mulai banyak dan kondisi membaik.

“Mengingat lahan terbakar tetap dikuasai tergugat dan masih produktif hingga ada hasil. Majelis berdasarkan asas keadilan menilai jumlah yang diminta penggugat terlalu fantastis,” kata Prim.

Majelis hakim mengatakan, perusahaan tak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab karena keterangan saksi memberatkan tergugat. WAJ memiliki menara pandang tak sesuai aturan berlaku, alat penditeksi dini (early warning system) tak bekerja dan peralatan tak memadai. 

 

Penting putusan tanggung jawab mutlak

Kasus karhutla melalui strict liability pun dianggap menjadi pintu penyelesaian kasus lingkungan hidup terutama gugatan perdata.

”Ini penting karena prinsip tanggung jawab mutlak bisa dipakai pada kasus lingkungan, khusus karhutla,” kata Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK.

M Sidik Latuconsina, Kuasa Hukum WAJ akan mengajukan banding. Mereka bersikeras putusan pengadilan tak berdasarkan pertimbangnnan alat bukti lapangan yang obyektif.

”Dinas Perkebunan menyatakan, kebakaran ini peristiwa hebat hanya bisa diredam oleh kekuasaan Tuhan. Bagaimana ini dipertanggungjawabkan pada tergugat yang merugi?”

Pendapat ahli dan keterangan saksi dari tergugatpun menyatakan tak ada kerusakan lingkungan hidup. Dia malah menuding kebakaran karena kebiasaan masyarakat menangkap ikan pakai obor dan pertanian sonor.

Putusan WAJ mendapat apresiasi berbagai kalangan. Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB mengatakan, meski putusan hanya dikabulkan sebagian, tetapi perusahaan terbukti bersalah.

Strict liability penting, jadi baseline gugatan selanjutnya.”

Kini, sudah dua provinsi siaga darurat, Riau dan Sumsel. Bambang berharap, dengan putusan ini, pemerintah tak ragu-ragu lagi mengungkap kasus. ”Putusan bisa jadi referensi, meski belum inkracth.”

 

Daftar perusahaan perkebunan yang lahan terbakar. Sumber: Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) Sumsel

 

Reynaldo Sembiring, Deputi Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) menilai putusan ini kemajuan progresif.

Putusan hakim ini, katanya, bukan hanya kemenangan, juga perubahan lebih baik.

Senada diungkapkan Zenzi Suhadi, Kepala Departemen Kajian, Pembelaan dan Hukum Lingkungan Walhi Nasional. Dia mengapresiasi,  putusan ini.

Meski begitu, dia mengingatkan, KLHK perlu mengembangkan strategi membuat daftar hitam grup atau pemilik korporasi yang telah divonis.

”Ini bisa jadi pedoman pengawasan dan tindakan terhadap operasi grup sama di tempat lain.”

Namun, katanya, dia menemukan keanehan pada gugatan dalam dua tahun terakhir. ”Gugatan KLHK banyak menang, terbukti bersalah, namun minim proses pidana.”

Zenzi menyarankan, KLHK perlu mengimbangi Polri dengan penegakan hukum pidana. Presiden perlu mengevaluasi kinerja Polri, dimana punya struktur sampai kecamatan, tetapi minim prestasi dalam mengembangkan kasus di daerah.

 

Hambatan

Setelah menang, ternyata masalah belum selesai. Pemerintah alami kesulitan eksekusi. KLHK, kata Roy, berkolaborasi dengan pengadilan membuat standar operasi untuk pedoman eksekusi putusan pengadilan.

Ragil mengatakan, eksekusi putusan pengadilan terkait lingkungan hidup cukup berbeda, ada kerugian materil dan pemulihan.

Pemulihan ini, katanya,  harus dirumuskan kembali. Ada dua opsi, pertama, apakah pemulihan dibiayai perusahaan, kedua, eksekusi pemerintah atau keseluruhan pemerintah.

Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan pedoman kepada para hakim untuk eksekusi pemulihan dan pengawasan.

Setelah lahan pulih, katanya,  akan ada mekanisme pengelolaan. Jika berada di kawasan lindung, adan diambilalih pemerintah. ”Ini kompleks, sedang disiapkan.”

Contoh lain, perdata PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL), KLHK kesulitan pelacakan hasil putusan. KLHK sempat bolak-balik PN Pekanbaru dan PN Jakarta Timur, malah ada di Kantor Kelurahan Cipinang.

PT Kalista Alam, katanya,  masih mengirimkan permohonan ke PN Meulaboh. ”Kita sudah dikirimkan, eksekusi minggu depan. Perusahaan akan dipanggil. Diharapkan menyelesaikan, kalau tidak tetap eksekusi.”

Selain itu, KLHK sedang menangani eksekusi PT Selat Nasik Indokwarsa, Belitung Timur. Proses ini sejak 2011 dan mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 2014, nilai gugatan Rp 32 miliar. ”Perusahaan minta supaya nyicil 15 tahun, pemerintah tak bisa karena ada tahun anggaran,” katanya seraya mengatakan, target eksekusi aset selesai 2017. Untuk penelusuran aset, KLHK bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.

Hingga kini ada empat gugatan karhutla 2015 masih proses di pengadilan negeri, yakni perusahaan sawit PT Waimusi Agroindah (WA), di OKI, Sumsel lahan terbakar 580 hektar dengan gugatan Rp209,23 miliar. PT Palmina Utama (PU), di Kalimantan Selatan, luasan terbakar 511 hektar, gugatan Rp181,4 miliar, PT Ricky Kurniawan Kertapersada, di Jambi, kebun sawit terbakar 600 hektar dengan gugatan Rp216,72 miliar. Lalu PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATGA) di Jambi luasan 1.500 hektar, gugatan Rp539,55 miliar.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , ,