Di Hari Air Sedunia, 60% Sumur Desa Lakardowo Diduga Tercemar Limbah B3

Sekitar 500 warga desa Lakardowo, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, melakukan aksi untuk memperingati Hari Air Sedunia. Dalam aksi itu, warga menyatakan, 60 % air sumur di daerah mereka telah tercemar limbah B3. Karenanya, pemerintah kabupaten didesak untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut.

Aksi dilakukan di depan kantor Pemkab Mojokerto, Rabu (23/3/2017). Di sana, mereka membentangkan spanduk, membagikan selebaran dan mulai berorasi.

Sebelumnya, warga berjalan kaki dengan membawa peralatan mandi, seperti gayung air dan ember. Ada juga beberapa peserta aksi yang mewarnai wajahnya dan mengenakan kain kafan sebagai simbol keprihatinan.

 

 

Kepada pemkab, warga menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, mendesak pemerintah untuk melakukan pemulihan kualitas sumur warga Desa Lakardowo yang sudah tercemar.

Kedua, melindungi penduduk Desa Lakardowo dari ancaman dampak gangguan kesehatan. Langkah yang harus ditempuh adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan pada anak-anak dan masyarakat yang mengalami dermatitis dan gangguan kesehatan lainnya.

Ketiga, warga meminta pemerintah menegakkan hukum dan memberi sanksi tegas kepada PT. PRIA (Putra Restu Ibu Abadi). Perusahaan ini dinilai telah melakukan penimbunan limbah B3 tanpa izin di dalam area perusahaan dan di rumah warga sekitar.

Keempat, pemerintah didesak membekukan aktifitas operasional PT. PRIA. Pembekuan harus dilakukan selama proses audit lingkungan oleh auditor independen yang ditunjuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

 

Ratusan warga Lakardowo Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur Rabu (23/3/2017) memperingati hari air sedunia. Mereka menuntut ke Pemkab Mojokerto menegakkan hukum dan memberi sanksi tegas kepada PT. PRIA yang diduga mencemari lingkungan dengan limbah B3. Foto : Nurasim

 

PT PRIA adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengangkutan, pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 yang beroperasi di daerah tersebut. Perusahaan ini diduga menjadi biang pencemaran limbah B3 di desa Lakardowo.

Disebutkan, di dalam area PT PRIA terdapat sejumlah bahan pencemar yang melebihi baku mutu. Di antaranya total padatan terlarut (TDS), kesadahan CaCO3, bahan organik KMnO4, sulfat, mangan dan seng.

Dalam kurun dua tahun belakangan, warga mengaku tidak berani lagi meminum atau menggunakan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Sebab, air tersebut terlihat keruh, berbau dan terasa pahit.

Akibatnya, setiap hari warga harus patungan membeli air bersih dari luar daerah. Namun, tak sedikit juga yang terpaksa menggunakan air sumur untuk mandi.

 

Diduga, 60% Sumur Warga Tercemar

Nurasim, ketua Perkumpulan Penduduk Lakardowo Bangkit (Pendowo Bangkit) mengatakan, 60 % sumur warga desa Lakardowo memiliki kadar TDS di atas 1000 mg per liter. Angka itu melampaui baku mutu air minum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 402 tahun 2010.

Dampak tercemarnya air itu diyakini menyebabkan penyakit dermatitis atau iritasi kulit yang diderita 432 warga desa Lakardowo, selama November 2016 hingga Januari 2017. Mayoritas warga yang terdampak pencemaran air adalah anak-anak dan perempuan.

“Iritasi kulit disebabkan oleh tingginya kesadahan air (CaCO3) dan sulfat, serta adanya kandungan pencemar logam,” ujar Nurasim ketika dihubungi Mongabay, Rabu (22/3/2017).

 

Ratusan warga Lakardowo Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur Rabu (23/3/2017) memperingati hari air sedunia. Mereka menuntut ke Pemkab Mojokerto menegakkan hukum dan memberi sanksi tegas kepada PT. PRIA yang diduga mencemari lingkungan dengan limbah B3. Foto : Nurasim

 

Nurasim menceritakan, tim KLHK pernah melakukan verifikasi pengaduan warga desa Lakardowo. Diketahui, lewat verifikasi yang dilakukan di laboratorium BLH Jawa Timur itu, terdapat kadar pencemaran melebihi baku mutu.

Kadar pencemaran diketahui pula lebih tinggi dari data rona awal tahun 2012 yang dilaporkan dalam dokumen AMDAL.

“Kualitas air sumur pantau dan air permukaan di area PT PRIA melebihi baku mutu. Beberapa sumur warga yang berdekatan dengan pabrik dan berada pada elevasi tanah lebih rendah pun sudah tercemar dan tidak layak dikonsumsi,” terang Nurasim.

Menurut dia, pencemaran lingkungan bertentangan dengan UU tentang Hak Asasi Manusia, khususnya berkaitan dengan rasa aman. Nurasim mengutip pasal 9 ayat 3 UU tersebut yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.

“Tidak taatnya perusahaan dan pemerintah dalam implementasi kebijakan, hingga menimbulkan tercemarnya sumber air, telah merampas hak atas air bagi masyarakat,” masih dikatakan Nurasim.

Dia menyebut, pelanggaran yang dilakukan PT. PRIA merupakan contoh buruknya tata kelola di Jawa Timur. Namun, disesalkannya, hingga saat ini, penderitaan warga Lakardowo belum mendapat perhatian serius. Pemerintah kabupaten Mojokerto dinilai abai dalam pemenuhan hak atas air bersih masyarakat.

“Pihak-pihak terkait saling lempar tanggungjawab.  Kami tidak tahu harus mengadu ke mana lagi. Jadi kedepannya, kalau tidak ada respon dari pemerintah daerah, kami akan mengajukan permasalahan ini ke ranah hukum,” ujar Nurasim.

Sementara itu, Pemkab Mojokerto berjanji akan menindaklanjuti tuntutan warga. Agus M Anas, Asisten I bidang Kesra Pemkab Mojokerto menyatakan, akan menerjunkan BLH bersama Dinas Kesehatan untuk kembali melakukan uji laboratorium. Hasilnya akan disampaikan pada warga secara transparan.

Meski demikian, Pemkab Mojokerto merasa tidak punya kewenangan untuk mencabut izin pengolahan dan pemanfaatan limbah dan transporter PT. PRIA. Sebab, dinilai, semua perizinan itu menjadi kewenangan KLHK.

“Kami tidak berwenang melakukan penutupan. Kewenangan kami hanya sebatas tempat penampungan sementara (TPS) limbahnya saja,” terang Agus seperti dikutip dari merdeka.com.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,