7 Spesies Ikan Tawar Baru Ini Ditemukan di Indonesia

 

Sebanyak tujuh spesies ikan tawar baru ditemukan di Indonesia pada rentang waktu 2012 hingga 2016. Jenis-jenis tersebut, tersebar di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, hingga Papua, sebagaimana dipublikasiskan di situs BOREA Research Unit (Biology of Aquatic Organism and Ecosystems).

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berkolaborasi dengan peneliti dari Muséum national d’Histoire naturelle (MNHN) dan Institut de recherche pour le développement (IRD) Prancis ini, menentukan temuan baru itu, salah satunya dengan cara mengidentifikasi gigi dan pori-pori di kepala ikan.

Tujuh spesies baru itu bernama latin Oxyeleotris colasi Pouyaud, Lentipes ikeae, Lentipes mekonggaensis, Sicyopus rubicundus, Stiphodon annieae, Sicyopterus squamossisimus, dan Stiphodon aureofuscus. Secara umum, ikan-ikan yang hidup di bebatuan dan tumbuhan dasar sungai atau danau itu berukuran 3-4 sentimeter (jantan) dan 4-5 sentimeter untuk betina.

Renny Kurnia Hadiaty, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI yang terlibat langsung dalam riset tersebut mengungkapkan, ketujuh spesies ikan ini memiliki warna cerah, tajam, cantik, dan teridentifikasi memiliki potensi sebagai ikan hias.

Menurut Renny, potensi spesies baru ini harus segera diketahui agar dapat dilakukan penanganan yang tepat. “Kita harus melakukan treatment yang tepat. Seperti apakah potensi ikan tersebut? Apakah untuk dikonsumsi, budidya atau sifat-sifat yang tidak memungkinkan untuk dilepaskan di ekosistem tertentu,” tuturnya kepada Mongabay Indonesia, baru-baru ini.

 

Lentipes ikeae Keith, Hubert, Busson& Hadiaty, 2014. Foto: Renny Kurnia Hadiaty

 

Proses pengungkapan ketujuh jenis ikan baru itu, dilakukan dengan berbagai tahapan selama empat tahun. Hingga akhirnya diakui, melalui publikasi jurnal ilmiah internasional. Penemuan baru ini juga sangat penting untuk melengkapi data keanekaragaman hayati Indonesia yang telah ada sebelumnya.

Untuk penerbitan satu spesies, peneliti membutuhkan waktu yang lama, yaitu sekitar 6 hingga 12 bulan. “Proses panjang itu dihabiskan untuk memverifikasi kebaruan spesies hasil temuan di lapangan.”

Dari temuan menggembirakan ini, Renny yang juga menjabat Kepala Laboratorium Iktiologi Pusat Penelitian Biologi LIPI berharap, pelestarian jenis baru bisa dilakukan dengan baik agar tidak berada dalam ancaman kepunahan. “Eksplorasi terhadap jenis yang belum diketahui juga lebih ditingkatkan, jangan sampai ada jenis yang belum diketahui tapi punah lebih dulu.”

 

Oxyeleotris colasi Pouyaud di temukan di Danau Sewiki, Karst Kaimana, Papua Barat. Foto: Renny K & Keith

 

Kekhawatiran akan ancaman kepunahan itu muncul dari apa yang telah terjadi pada jenis ikan air tawar asli Sungai Ciliwung. Berdasarkan penelitian LIPI sebelumnya, dari 187 jenis ikan yang ada kini hanya sekitar 20 jenis tersisa. Atau sekitar 92,5 persen telah punah akibat aktivitas manusia dan pencemaran yang terus terjadi.

Data penelitian LIPI menyebutkan, sepanjang 1910 hingga 2010, ikan seperti belida, soro, berot, nilam, tawes, putak, berukung, lele, brek, keperas, dan ikan hitam sudah tidak ditemukan lagi di Sungai Ciliwung. Sementara, spesies ikan lainnya seperti hampal, genggehek, dan baung kini semakin terancam.

Agar tidak hilang, seperti halnya kasus ikan-ikan di Ciliwung, Renny berpesan, peran pemerintah sangat penting menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai. Selain itu, tidak menebar ikan-ikan predator ke tempat yang bukan habitatnya, sangat berguna bagi spesies ikan asli agar tetap hidup. “Belum lagi erosi dan pencemaran dari limbah industri maupun rumah tangga menyebabkan makhluk hidup manapun termasuk ikan tidak dapat bertahan hidup di lingkungannya.”

 

Sicyopus rubicundus. Sumber: LIPI.go.id

 

Terpisah, Priscillia Hioe, peneliti ekosistem dan biodiversitas perairan dari komunitas Tamboramuda.org, kepada Mongabay Indonesia, Jum’at (12/05/2017) mengatakan, penelitian lebih lanjut mengenai preferensi habitat ikan-ikan temuan baru memang harus dilakukan. Ini dikarenakan, untuk mengelola atau memanfaatkan ikan yang teridentifikasi spesies baru, harus dipahami betul dari mana ikan-ikan itu berasal. “Jangan sampai ketika teridentifikasi potensinya, ikan hias atau budidaya, justru mengancam habitatnya.”

Priscillia menilai, sebagian besar spesies baru tersebut diduga masuk kategori amfidromosa atau ikan yang bermigrasi dari air tawar ke air asin untuk bereproduksi. Jika hal itu benar, spesies tersebut akan sulit dikelola karena harus bermigrasi untuk melangsungkan hidupnya. “Saya takut jika ikan-ikan itu akhirnya terkenal menjadi ikan hias, orang akan berlebihan melakukan penangkapan dan membahayakan keberlangsungan hidupnya,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,