Makhluk Misterius di Perairan Saparua Itu Ternyata Paus, Tapi ……

Tim ahli memastikan bangkai hewan yang terdampar di pesisir pantai Dusun Hulung, Desa Iha, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku sejak Selasa (9/5/2017) adalah mamalia laut kelompok paus. Kepastian itu didapat setelah tim berhasil melakukan identifikasi melalui penelitian lapangan sejak Jumat (12/5/2017).

Tim peneliti yang berjumlah 3 orang, diketahui berasal Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Muara Baru, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan dan mereka adalah Suprapto, Suwarso, dan Rosmawati Zaini. Dari keterangan resmi yang didapat Mongabay, tim peneliti melakukan pengecekan kondisi spesimen, pengukuran morfometrik dan sampling biologi.

Dari pengecekan tersebut, berhasil diidentifikasi kalau bangkai tersebut termasuk kelompok paus (whale) pemakan plankton (plankton feeder), bukan cumi-cumi atau gurita, atau lainnya. Akan tetapi, paus tersebut hingga kini spesiesnya masih belum diketahui dan diharapkan akan dapat ditentukan dari hasil analisis genetik (DNA barcoding) yang akan dilakukan kemudian di Jakarta.

 

 

Selain belum mengidentifikasi spesies dari bangkai paus yang terdampar di Saparua, tim ahli juga hingga kini belum berhasil mengidentifikasi penyebab kematian paus tersebut. Namun, menurut Anggota tim peneliti dari BRPL KKP Suwarso, ada beberapa indikator yang bisa menjelaskan tentang penyebab kematian dari paus tersebut.

“Mengingat spesimen tersebut terdampar secara tunggal dan tidak terlihat adanya paus lain yang terlihat di perairan Saparua, maka diduga spesimen tersebut telah mati selama lebih dari seminggu, terhitung hingga Jumat (12/5/2017),” jelas dia dalam keterangan resmi yang dirilis KKP pekan ini.

Selain menduga lama waktu mati, Suwarso mengungkapkan, dengan melihat kondisi spesimen dimana kepala tidak utuh, dan bagian perut terurai, diduga paus mengalami sakit dan luka sebelum kematian. Spesimen tersebut diketahui terbawa arus ke arah barat dan terdampar di pantai Hualang.

Keterangan yang sama juga diungkapkan anggota tim ahli yang lain, Suprapto. Menurut dia, tim melakukan identifikasi berdasarkan ciri-ciri umum yang dapat terlihat pada spesimen, dan dihubungkan secara langsung pada kelompok-kelompok hewan yang dicurigai, yaitu kelompok ikan, cumi-cumi, gurita, cucut dan mamalia laut.

Akan tetapi, menurut Suprapto, dari identifikasi tersebut, tidak ditemukan adanya sisik dan ciri lain dari kelompok ikan, juga tidak ada tentakel (lengan) dan ‘internal shells’ yang merupakan ciri dari hewan lunak seperti gurita dan cucut.

“Demikian juga tidak adanya ciri hiu yang memiliki tulang dari tulang rawan. Dari hal tersebut spesimen ini lebih dekat termasuk dalam kelompok mamalia yaitu paus,” papar dia.

 

paus baleen atau paus sikat (baleen whale) yang yang terdampar dan mati di laut Maluku. Foto : Polres SBB

 

Suprapto melanjutkan, setelah identifikasi berlangsung, ada beberapa ciri yang menguatkan spesimen tersebut masuk dalam kelompok paus, yaitu ditemukannya tulang dan tulang belakang (vertebrae), ekor bercagak dan mendatar, juga bentuk-bentuk yang diduga merupakan bagian rahang (atas dan bawah) beserta alat penyaring air laut untuk menyaring plankton.

 

Kubur Bangkai

Untuk mencegah bangkai spesimen di perairan Saparua tersebut mencemari lingkungan sekitar dan menimbulkan bau tidak sedap, tim ahli langsung mengambil langkah disposal dengan menanam atau menguburkan bangkai di pantai pasir sekitar perairan tersebut.

Untuk melaksanakan disposal tersebut, tim ahli bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat guna mendapatkan fasilitas yang diperlukan. Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Romelus Far-Far, setelah fasilitas terkumpul, termasuk perlengkapan disposal bangkai, penguburan bangkai dilaksanakan pada Minggu (14/5/2017).

“Penguburan dilakukan secara manual dengan bantuan masyarakat setempat dan dukungan dari TNI Polri,” jelas dia.

Terpisah, Anggota Whale Stranding Indonesia Sheyka Nugrahani Fadela memberikan penjelasan tentang bangkai spesimen yang terdampar di perairan Saparua. Menurut dia, berdasarkan foto dari lokasi, dapat diduga bahwa bangkai tersebut merupakan keluarga dari paus. Namun, untuk mengetahui spesies dan genus Paus tersebut, itu memerlukan identifikasi di lokasi.

“Walaupun mungkin akan ada kendala kesulitan dikarenakan bangkai sudah busuk dan beberapa penanda seperti bentuk sirip, warna tubuh, sulit untuk dikenali, namun identifikasi harus tetap dilakukan,” tutur dia.

Meski sudah dikuburkan, Sheyka mengingatkan kepada masyarakat umum, jika suatu saat menemui kasus serupa, jangan pernah mencoba untuk menyentuh bangkai dikarenakan banyak bersarang kuman. Cara tersebut, mencegah terjadinya penularan penyakit yang ada di tubuh hewan laut.

“Setelah menemukan kasus tersebut, segera hubungi otoritas setempat seperti unit pelaksana teknis KKP atau pihak berwenang lainnya. Untuk bantuan dokumentasi, diharapkan otoritas atau warga juga bisa mengumpulkan informasi, seperti dalam bentuk foto, lokasi, kondisi cuaca beberapa hari terakhir, ukuran bangkai,” tandas dia.

 

paus baleen atau paus sikat (baleen whale) yang yang terdampar di laut Maluku. Foto : Polres SBB

 

Kepala BRSDM KKP Zulficar Mochtar mengungkapkan, sebelum dikirim tim ahli langsung ke lokasi, pihaknya mengirimkan tim pendahulu dari Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Waiheru Ambon untuk mengumpulkan data di lokasi. Data ini yang selanjutnya menjadi bahan awal identifikasi oleh tim peneliti KKP yang tiba di lokasi hari Jumat, (12/5/2017) dini hari.

“Berdasarkan identifikasi awal menggunakan foto di lokasi, diperkirakan bangkai tersebut merupakan bangkai dari mamalia laut. KKP telah memiliki panduan penanganan mamalia laut terdampar, baik yang masih hidup maupun telah mati,” ungkap dia.

Sebagai langkah cepat, Zulficar menyebut, pihaknya menugaskan siswa SUPM Waiheru untuk menuju lokasi setelah informasi tersebut diketahui. Dari foto yang dikirim olah para taruna, kemudian didapatkan perkiraan awal apa spesimen yang terdampar.

“Taruna SUPM ini selain mendokumentasikan, juga memberikan informasi kepada masyarakat setempat, langkah-langkah yang harus dijaga saat berdekatan dengan bangkai ini,” tutur dia.

Ditengarai, kata Zulficar, ada banyak jenis virus dan bakteri di dalam bangkai dan itu bisa berakibat fatal bagi manusia yang menyentuhnya. Oleh itu, jika ditemukan mamalia laut mati, masyarakat sangat tidak disarankan menyentuhnya, terutama bagi perempuan yang sedang hamil, anak-anak atau orang yang sedang mengalami luka di tubuhnya.

Sekedar diketahui, untuk bisa mencapai lokasi terdampar spesimen tersebut, diperlukan jarak dan waktu tempuh yang tidak sebentar. Dari Ambon, Maluku, terdapat dua rute yang bisa dicapai. Pertama, menempuh sejam perjalanan darat dari Bandara Udara Pattimura Ambon ke tempat penyeberang ferry Hunimua Liang, kemudian dilanjutkan perjalanan dua jam dengan kapal menuju pelabuhan Waipirit Kairatu. Setiba di Kairatu, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat selama 2,5 jam menuju lokasi.

Rute kedua, menempuh sejam perjalanan dengan menggunakan speedboat dari Dusun Tahoku Desa Hila langsung menuju lokasi. Dusun Tahoku dapat diakses dengan perjalanan 40 menit menggunakan kendaraan roda empat.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,