Indonesia Adalah Jalur Penting Migrasi Burung, Anda Mengetahui?

 

 

Belahan Bumi utara mulai memasuki musim dingin, sumber makanan terus berkurang. Saat itu jutaan burung melakukan tradisi tahunannya, terbang ke belahan Bumi selatan. Pengembaraan ini yang kita kenal dengan sebutan migrasi burung atau migratory bird.

Alasan kuat kenapa burung-burung bermigrasi adalah bukan menghindari suhu dingin semata, tetapi juga mencari makan untuk melangsungkan hidupnya. Suhu dingin mengakibatkan cadangan makanan mereka berkurang.

“Burung merupakan satwa homeotermis, tidak terpengaruh suhu lingkungan karena dapat mengatur suhu tubuhnya,” tutur Zaini Rakhman, Ketua Raptor Indonesia (Rain) saat memaparkan perilaku raptor bermigrasi, pada peringatan Hari Migrasi Burung Sedunia atau World Migratory Bird Day di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Dara-laut sayap-putih. Foto: Khaleb Yordan

 

Setiap tahun, ribuan burung raptor bermigrasi ke Bumi bagian selatan melalui dua jalur. Pertama, koridor daratan sebelah timur (Eastern inland corridor) yaitu jalur yang dilalui para raptor dari tenggara Siberia melalui timur Tiongkok menuju semenanjung Malaysia, lalu mendarat di Indonesia yakni Jawa, Bali, dan Lombok.

Kedua, Koridor Pantai Pasific (Coastal pacific corridor) yaitu jalur yang akan dilalui oleh burung-burung dari timur Rusia yang melewati Kepulauan Jepang dan Taiwan, lalu ke selatan Filipina dan menepi di wilayah Sunda Besar. “Dalam sekali migrasi, mereka dapat terbang hingga jarak 15.000 kilometer dengan waktu tempuh 50 – 70 hari,” ungkap Zaini.

Dalam perjalanan migrasinya, raptor biasa terbang siang hari. Ketika malam, mereka mencari tempat singgah untuk istirahat (roosting). Di tempat peristirahatan, mereka dapat menghabiskan waktu 3 sampai 14 hari untuk mencari makan dan kemudian kembali melanjutkan perjalanannya (stop over).

Uniknya, para raptor itu menggunakan jam internal yang mereka miliki untuk mendeteksi lokasi matahari dan magnet bumi. Dengan bantuan udara panas, mereka dapat terbang tinggi dan meluncur deras. Perilaku itu dapat mengehemat tenaga mereka selama perjalanan migrasi ke tempat tujuannya.

 

Cerek topi-merah. Lokasi di Kupang. Foto: Oki Hidayat

 

Tidak kurang 60 jenis raptor setiap tahunnya bermigrasi ke Asia Tenggara, 19 di antaranya ke Indonesia sebelum akhirnya kembali ke habitat berbiaknya. Sebut saja sikep-madu asia (Pernis ptilorhyncus), elang-alap cina (Accipiter soloensis), elang-alap nipon (Accipiter gularis), baza hitam (Aviceda leuphotes), elang kelabu (Butastur indicus), dan alap-alap kawah (Falco peregrinus).

Diperkirakan, puluhan ribuan burung bermigrasi ke daerah hangat di Asia, termasuk Indonesia. Ancaman selalu mengintai burung-burung migran tersebut, mulai dari perubahan iklim, bencana alam, kerusakan hutan, hingga perburuan. Beberapa kejadian seperti kerusakan hutan akibat alih fungsi lahan dan kebakaran menghambat migrasi mereka.

Indonesia sebagai salah satu wilayah penting yang menjadi jalur utama berbagai jenis burung migran, turut mengalami hal tersebut. Tingkat kerusakan hutan di Indonesia yang terus terjadi, menyebabkan raptor yang bermigrasi ke Nusantara berkurang.

“Cukup sulit memperdiksi kapan pastinya burung-burung itu tiba di Indonesia. Setiap tahun selalu ada pergeseran waktu, salah satu penyebabnya adalah bencana alam yang memengaruhi jalur migrasinya,” tutur Zaini.

 

Gajahan pengala. Lokasi di Bali. Foto: Deny Hatief

 

Tantangan

Dalam kesempatan yang sama, Ragil Satriyo dari Wetlands International Indonesia mengungkapkan, tantangan terkini konservasi burung bermigrasi adalah kurangnya edukasi dan penyadartahuan kepada masyarakat sehingga banyak beredar persepsi yang salah. Seperti,  daging burung enak dan tidak dimiliki siapapun sehingga bebas untuk ditangkap atau diburu. Bahkan, diduga membawa virus flu burung. “Burung yang bermigrasi dianggap membawa dan menyebabkan virus flu burung. Padahal teori dan praktiknya tidak seperti itu,” jelas Ragil.

Tantangan lainnya adalah minimnya data yang berkesinambungan. “Jumlah burung yang bermigrasi ke Indonesia sangat banyak, tapi tidak diimbangi dengan jumlah para ahli dan pengamatnya.”

Untuk itu, keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian burung harus terus ditingkatkan dengan “citizen science”. Konsep ini merupakan keterlibatan masyarakat dan warga negara dalam kegiatan ilmiah. Warga diajak aktif berkontribusi pada ilmu pengetahuan, dengan upaya intelektualnya maupun lingkungan sektiar, dan sumber daya yang dimilikinya.

“Kita menggunakan konsep citizen science untuk mengajak masyarakat terlibat langsung. Kita ajak juga mengamati burung. Sudah banyak bentuk citizen science ini dalam bentuk web laporan online dan blog. Bahkan bisa diunduh di Android Playstore,” terang Ragil.

 

Salah satu bentuk citizen science. Tampilan Atlas Burung Indonesia, situs pelaporan pengamatan burung online. Sumber: Atlasburung.web.id

 

Hari Migrasi

Dalam kamus Dictionary of Birds disebutkan bahwa migrasi merupakan pergerakan populasi burung yang terjadi pada waktu tertentu setiap tahun, dari tempat berbiak menuju tempat mencari makan selama iklim di tempat berbiaknya itu tidak memungkinkan. Di tempat baru tersebut, burung-burung ini tidak akan berbiak, dan baru berbiak jika sudah kembali ke tempat asal pada musim berbiak berikutnya (Campbell, 1985).

Berkaca dari makna tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan migrasi yang dilakukan burung merupakan cara untuk beradaptasi berkaitan dengan ketersedian pakannya di alam akibat perubahan cuaca di tempat asalnya.

Perayaan Hari Migrasi Burung Sedunia atau World Migratory Bird Daya (WMBD) selalu diperingati setiap tahunnya pada minggu kedua Mei. Tahun ini, perayaan WMBD 2017 mengusung tema “Their future is our Future. A healthy planet for migratory birds and people”. Tema tersebut seolah menjelaskan adanya keterhubungan erat antara manusia dan alam, khususnya manusia dan satwa yang bermigrasi.

 

Tampilan aplikasi Burungnesia yang dapat didownload langsung di playstore android. Sumber: Google playstore

 

Satwa yang bermigrasi dalam hal ini adalah burung. Burung dan manusia tinggal di planet yang sama dan menggunakan sumber daya yang sama. Tema tersebut menunjukkan bahwa konservasi untuk burung melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga penting bagi kelanjutan masa depan umat manusia.

Sebagai negara yang menjadi lintasan utama dan tujuan akhir berbagai jenis burung migrasi, Indonesia tentunya memiliki peran penting dalam melestarikan burung-burung migran tersebut. “Kita menyadari setiap tahunnya jumlah burung yang bermigrasi ke Indonesia semakin berkurang. Kepedulian kita bersama harus ditingkatkan, terutama pada upaya keselamatan berbagai jenis burung yang bermigrasi itu,” ungkap Fransisca Noni dari Burung Nusantara.

 

Peta jalur migrasi burung pemangsa. Sumber: Raptor Indonesia

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,