Begini Ketegasan Flores Timur Tangani Penangkapan Ikan Merusak

Komitmen pemerintah untuk mengelola perikanan laut secara berkelanjutan dan penanganan pencurian ikan, ternyata juga diikuti oleh pemerintah daerah, termasuk di Pemkab Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bupati Flores Timur Antonius Hubertus Gege Hadjon, mengatakan pihaknya tidak main-main dalam penanganan kasus illegal fishing. Dalam masa tugasnya, Bupati menyatakan komitmen dan konsistennya dalam penegakan kasus illegal fishing.

Hal tersebut diungkapkan Bupati saat pemusnahan barang bukti tindak pidana perikanan milik “AL” dan “YI” yang digunakan untuk mengebom ikan di perairan Flores Timur beberapa waktu lalu, di Pantai Suster, Kelurahan Sarotari-Larantuka, Flores Timur.

Bupati mengapresiasi kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan serta jajarannya atas upaya yang telah. Dia mengatakan pemusnahan itu merupakan bukti ketegasan dan keseriusan dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum dalam penanganan kasus illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal, baik itu dengan menggunakan bahan peledak atau bahan kimia lainnya yang berbahaya dan dapat mengganggu serta merusak ekosistem dan biota laut.

 

 

Bupati melanjutkan bahwa penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan bom atau bahan kimia (potasium) sangat mengganggu kelangsungan hidup biota laut. Sehingga dengan peristiwa hari ini menjadi pembelajaran bersama agar ke depannya tidak lagi melakukan tindak pidana perikanan karena Pemerintah serius menangani kasus tersebut.

Dia mengajak bersama-sama untuk serius dan tidak pandang bulu dalam pemberantasan dan penegakan kasus illegal fishing. Jika ada yang ketahuan dan ditangkap, akan proses sesuai aturan yang berlaku.

Bupati juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat terutama nelayan agar berhenti menggunakan bahan peledak dan zat kimia (potasium) dalam penangkapan ikan. Dia mengajak untuk menyelamatkan laut dengan menjaga dan merawatnya dari penggunaan bahan peledak dan zat kimia berbahaya. Karena sesungguhnya bumi, laut, dan alam bukanlah warisan nenek moyang kita, tapi hanya titipan bagi anak cucu kita kelak.

 

Bupati Flores Timur Antonius Hubertus Gege Hadjon membakar barang bukti tindak pidana perikanan milik “AL” dan “YI” yang digunakan untuk mengebom ikan di perairan Flores Timur beberapa waktu lalu, di Pantai Suster, Kelurahan Sarotari-Larantuka, Flores Timur. Foto : WCU/Mongabay Indonesia

 

Barang bukti yang dimusnahkan yaitu 2 buah kapal 3 GT; 3 buah kompresor; 2 buah sampan; 3 buah jerigen minyak; 1 paket jaring; 10 buah dayung; 2 buah bom ikan siap pakai; ½ ember pupuk campur minyak tanah bahan pembuat bom; 4 buah kacamata selam; 2 rol selang kompresor; 3 buah masker selam; 2 buah dakor selam; 1 dos obat nyamuk; 65 dos korek api

Pemusnahan barang bukti setelah putusan final Pengadilan tersebut sesuai dengan pada Pasal 76A, UU No. 45/2009 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri.

Pemusnahan ini dilaksanakan oleh Bupati Flores Timur selaku Pemerintah yang disaksikan oleh Dandim 1624/Flores Timur, Ketua DPRD Flores Timur, Wakil Bupati Flores Timur, Wakapolres Flores Timur, Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, Kadis Kelautan dan Perikanan Flores Timur, Pimpinan Muspida Flores Timur, Kanit Polair Flores Timur, Kepala Satpol PP, dan LSM yang selama ini turut mendukung upaya konservasi di perairan Flores Timur.

Dalam sambutannya, Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, I Putu Gede Astawa, SH menyatakan bahwa kasus yang terjadi di Flores Timur ini dapat merusak lingkungan laut, seperti terumbu karang dan biota laut lainnya. Kejaksaan Negeri bertindak cepat dalam memproses kasus yang terjadi setelah penyerahan dari Kepolisian. Proses hukum selanjutnya bergulir hingga ke Pengadilan.

Setelah beberapa kali sidang, maka diputuskan oleh Hakim pada tanggal 22 Agustus 2017 dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan, denda Rp.200.000.000 subsider 3 bulan penjara dengan barang bukti harus dimusnahkan. Hendra, dari Kejaksaan Negeri Flores Timur membenarkan bahwa Kejaksaan Negeri telah melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Flores Timur terkait dengan pemusnahan barang bukti tindak pidana perikanan setelah tidak ada upaya hukum lain dari pelaku dan pelaku menerima putusan tersebut .

Astawa pun menyebutkan proses tindak pidana perikanan ini sangat merugikan masyarakat, khususnya di kabupaten Flores Timur. Sebab dari 8 spot terumbu karang, 6 spot sudah rusak akibat maraknya pengeboman ikan.

“Kasus berawal pada bulan Juni 2017 dan diproses oleh Kepolisian dan dilimpahkan ke Kejaksaan dan untuk selanjutnya diproses hingga ke Pengadilan. Ada dua kasus yang ditangani Kejaksaan Negeri Flores Timur, dan kedua kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap, sehingga Kejaksaan Negeri siap melaksanakan amar putusan Pengadilan tersebut,” ungkapnya.

 

Barang bukti tindak pidana perikanan milik “AL” dan “YI” yang yang dimusnahkan di perairan Flores Timur beberapa waktu lalu, di Pantai Suster, Kelurahan Sarotari-Larantuka, Flores Timur. Foto : WCU/Mongabay Indonesia

 

Ada Penjual Bom

Apolinardus Yosef Lia Demoor, Kabid Perijinan Usaha dan Sumber Daya Perikanan Dinas Perikanan Flores Timur yang ditemui Mongabay Indonesia menjelaskan, selama bulan Juni 2017 pihaknya menangkap 8 orang pengebom asal Ende di ujung selatan perairan Kecamatan Ilebura.  Enam orang pelaku telah ditahan dan sudah diputuskan penjara 1,6 bulan dan denda 200 juta subsuder 3 bulan kurungan sementara 2 orang dikembalikan sebab masih di bawah umur.

Juga ditangkap 5 pengebom di perairan Desa Aiburak, empat pelaku melarikan diri dan masih dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO). Sementara tahun 2016 ada 5 kasus dan pelakunya sudah ditahan dan di tahun 2017, juga ditahan penjual pupuk di pelabuhan Deri Adonara.

Tahun 2017 petugas mengamankan masyarakat Desa Raingkaha Kecamatan Ilebura yang menangkap ikan menggunakan tuba bahan beracun yang memiliki kandungan potassium.

“Kami juga menangkap penyelam dari sebuah perusahaan asal Banyuwangi yang memiliki ijin menampung dan menjual ikan tetapi nyatanya mengambil ikan hias. Peralatannya kami sita, sebab tidak menemukan barang bukti sementara ijin perusahaannya kami bekukan,” terangnya (27/08).

Dalam seminggu ungkap Apolinardus, pihaknya bersama Polair melakukan patroli bersama sebanyak 3 sampai 4 kali, khususnya di daerah rawan pengeboman di ujung timur dan barat pulau Solor serta di pantai selatan Kecamatan Ilebura, ujung timur pulau Adonara di perairan Sagu dan perairan sekitar pulau Meko.

Menurut Apolinardus, jalur distribusi bahan peledak berasal dari pulau Selayar Sulawesi serta dari Nangahale Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka. Sedangkan para pengebom umumnya berasal dari Ende, Nangahale dan wilayah pesisir Talibura. Sementara dari Flores Timur berasal dari Lamakera dan Adonara.

“Akibat pengeboman terumbu karang akan rusak dan membutuhkan waktu lama untuk tumbuh serta bila menggunakan potassium dan akar dari pohon Bubu akan mematikan karang dan padang lamun serta biota lautnya,” pungkas Apolinardus.

 

Menjaga komitmen

Secara terpisah, Irma Hermawati, Legal Advisor WCU menyampaikan bahwa proses hukum yang terjadi tersebut dapat menjadi efek jera bagi pelaku. “Putusan Pengadilan dapat memberikan efek jera bagi pelaku sehingga ke depannya tindak pidana perikanan dapat berkurang bahkan tidak ada”, ungkap Irma. WCU beserta para pihak juga terus mendorong untuk melakukan kegiatan bersama sehingga keamanan biota laut, terutama yang dilindungi dapat terjaga.

Tentu saja dalam menjaga komitmen tersebut perlu dukungan para pihak, baik dari Pemerintah, Penegak Hukum, LSM, dan masyarakat terutama nelayan yang menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan agar dapat turut menjaga laut di sekitar mereka dari tindak pidana tersebut.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,