Peluang yang Selalu Ada untuk Pulihkan Sungai Citarum

 

 

Rencana normalisasi Sungai Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat, kembali menyeruak setelah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sepakat terlibat. Pemutakhiran kebijakan dan program menjadi prioritas utama, untuk memperbaiki kondisi sungai yang pernah berpredikat sebagai sungai terkotor di dunia ini.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pihaknya akan turun tangan untuk menyelesaikan persoalan yang membelit Sungai Citarum. Terlebih, sengkarutnya limbah dan sampah yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan hingga ke hilir Laut Jawa.

“Kami sepakat dengan Gubernur Jawa Barat dan beberapa pihak mengenai penanggulangannya,” kata Luhut, usai Lokakarya Sungai Citarum di Bandung, Rabu (22/11/17).

Luhut menyebutkan, komitmen dan koordinasi sudah pada tahap persamaan persepsi. Nantinya, akan dibentuk skema terintegrasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pihak-pihak terkait. “Sekarang, program masih dijalankan masing-masing pihak. Kami juga mengkaji usulan dibentuknya Badan Otoritas Citarum.”

Kementerian akan lebih menekankan penanggulangan limbah dan sampah, sebab penuruan kualitas air terjadi akibat logam berat yang berasal dari limbah industri. Untuk itu, Kementerian Perindustiran diminta terlibat, sekaligus membuat regulasi instalasi pengolaan air limbah (IPAL) pabrik.

“Anggarannya tidak besar-besar amat, hanya disinkronkan saja. Selain itu, perlu kerja sama semua pihak dan CSR (dana sosial perusahaan) dapat diberdayakan,” terang Luhut.

 

Baca: Citarum Masih Saja Tercemar Tiap Tahun

 

Sungai Citarum pernah mendapat julukan The World Dirtiest River oleh International Herald Tribune, pada 5 Desember 2008. Setahun berikutnya, The Dirtiest River disematkan oleh The Sun, 4 Desember 2009.

Terkait kondisi Citarum yang kotor, beberapa program dan kebijakan telah dicanangkan untuk menjaga kualitas airnya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 1989, telah meluncurkan Program Kali Bersih (PROKASIH). Tujuannya, meningkatkan kualitas air dengan instalasi pengelola air limbah industri dan skema pengelolaan air limbah domestik.

Sebelum Prokasih diluncurkan, banjir besar pernah melanda hulu DAS Citarum pada 1986, akibat meningkatnya pembangunan industri awal 80-an. Setelah itu, pemerintah membuat proyek normalisasi dengan mengeruk, melebarkan, serta meluruskan alur sungai yang berkelok. Bukti otentiknya terlihat dan berbanding lurus dengan kesemerawutan permukiman di bantaran sungai.

Pada 2007, pemerintah melalui Bappenas menyusun Program Terpadu Manajemen Investasi Sumber Air Citarum (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program). Hingga sekarang, progam ini masih berjalan. Langkah membersihkan sungai pun mendapat dukungan. Di tahun yang sama, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) menyetujui paket pinjaman senilai US$ 500 juta.

 

Kondisi Sungai Citarum di Desa Pataruman, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum rencananya akan membuat terowongan di Curug Jombol untuk mengendalikan banjir yang kerap terjadi ketika musim hujan datang. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Masalah limbah

Greenpeace pernah melakukan investigasi limbah Sungai Citarum. Hasilnya, keberadaan bahan kimia hingga logam berat seperti merkuri, kromium heksavalen, timbal, dan cadmium ada di kandungan air sungai ini.

Sedimen sungai juga dianalisa, hasilnya ada kromium, tembaga dan timbal yang cukup tinggi. Hal yang menarik lainnya adalah Greenpeace menemukan pipa-pipa “siluman” pabrik di tempat tersembunyi atau di bawah tanah yang langsung menuju sungai.

Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat pun mencatat, banyak pelanggaran peraturan lingkungan yang tidak terdeteksi. Disamping, budaya nyampah yang buruk di masyarakat.

 

Baca juga: Triliunan Rupiah Telah Dikucurkan, Tapi DAS Citarum Tetap Rusak. Kenapa?

 

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengakui, penyelesaian kasus Citarum masih dilakukan parsial. Perlu keseriusan semua pihak dalam penyelesaian program maupun kebijakan terukur dan terstruktur.

“Inti permasalahan Citarum adalah semangat koordinasi dan konsolidasi kewenangan maupun tupoksi stekholder terkait. Sesuai arah Kemko, akan diiniasi wadah baru yang mengkoordinir solusi serta mengidentifikasi masalah yang ada,” paparnya.

Pemerintahan Jawa Barat menggagas Gerakan Citarum Bersih, Indah dan Lestari (Bestari). Namun, program tersebut hanya sebatas penanganan sampah, belum ke persoalan pencemaran menyeruluh. Tercatat, Rp120 miliar sudah digelontorkan pada 2016.

“Program ini inisiatif pemerintah provinsi. Setelah dievaluasi, hasilnya cukup menggembirakan. Ada perubahan lebih baik,” kata Ahmad Heryawan.

 

Sungai Citarum di Desa Pataruman, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Sampah dan limbah menjadi bagian tak terpisahkan dengan air sungai. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Perbaiki ekosistem

Pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, aspek kebencanaan, dan dampak jangka panjang, menyebabkan perubahan fisik di DAS Citarum terjadi. Upaya penanganan coba dilakukan melalui pendekatan struktural dan non-struktural oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum.

Metode struktural terlihat mulai dari pengerukan guna normalisasi, pembuatan tanggul penahan banjir dan pintu-pintu air di anak sungai, hingga kolam retensi yang masih dalam perencanaan.

Namun, meningkatnya lahan kritis akibat perubahan tata guna lahan nyatanya turut mempercepat sedimentasi sungai. Perhatian terhadap perbaikan ekosistem pun datang dari Pangdam Siliwangi III, Mayjen TNI Doni Munardo. Dia menyoroti rusaknya daerah hulu yang kian mengkhawatirkan.

“Saya kira, pokok persoalan Citarum hari ini, tidak terlepas dari rusaknya ekosistem. Sehingga, daur ulang hidrologi ekosistem terganggu. Kami berkomitmen menjadi bagian penyelesaian Citarum yang kronis ini. Tentunya, kami juga tidak ingin jadi pemadam kebakaran, andaikan semua pihak tidak terlibat. Termasuk industri dan masyarakat,” kata Doni.

Terkait penanganan hulu, KLHK sejatinya sudah menganggarkan dana sebesar 257 miliar untuk merehabilitasi DAS Citarum dan DAS Cimanuk. Dengan harapan, permasalahan Citarum dapat diselesaikan mengingat sungai ini sarat nilai historis mayarakat tatar Sunda dan andalan penduduk Jakarta.

Berdasarkan informasi Pusat Data Kementerian Perindustrian 2012, industri di kawasan hulu Citarum, Kabupaten Bandung, telah tumbuh dan didominasi perusahaan tekstil. Jumlahnya, mencapai 68% dari keseluruhan 446 pabrik tekstil yang ada.

Citarum sendiri terbagi tiga kawasan. Citarum Hulu, meliputi hulu sungai di Gunung Wayang hingga ujung Waduk Saguling. Citarum Tengah berada di antara tiga waduk: Saguling – Cirata – Jatiluhur. Sementara Citarum Hilir, mengalir dari Muara Citarum di Muara Gembong yang berujung di Laut Jawa.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,