Cibunut, Kampung Berwarna yang Indah Dipandang Mata

 

 

Sejumlah orang bergegas menuju Kampung Cibunut yang berada di Kelurahan Kebon Pisang, Kecamatan Sumur Badung, Kota Bandung. Guyuran air hujan tidak menyurutkan langkah mereka mendatangi kampung berwarna dan tertata itu.

Di acara persemian Kampung Cibunut Berwarna tersebut, Wali Kota Bandung, Ridwal Kamil, tampak hadir. Cibunut adalah permukiman yang dulunya kumuh, jauh dari kesan ramah lingkungan, yang kini berubah indah. Kang Emil pun, biasa disapa, tanpa ragu melemparkan pujian atas kreativitas warganya itu.

“Menurut survei, indeks kebahagian warga Kota Bandung terus meningkat. Langkah warga di sini adalah contohnya. Bahagia kan, Bapak dan Ibu? Kedepan, Kampung Cibunut bisa dikolaborasikan dengan destinasi wisata baru. Nanti saya bantu promosi,” tutur Emil, baru-baru ini.

Kampung Cibunut merupakan permukiman padat penduduk di tengah Kota Bandung. Kini, di setiap rumah warga dipoles bermacam warna nyentrik. Pekarangan rumah, dinding, gang, bahkan jalan dilukis menggunakan seni mural. Elok dipandang mata.

 

Kampung Cibunut merupakan permukiman padat penduduk di tengah Kota Bandung. Warga diajak peduli lingkungan, terutama mengatasi persoalan sampah. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Setidaknya, perlu dua tahun untuk memulai perubahan. Ini diungkapkan Ketua RW 07, Herman, 52 tahun. Menurut dia, ide awal Cibunut Bewarna adalah menciptakan pemukiman zero waste atau bebas sampah.

“Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan konsep. Setelah berunding dan berkomitmen bebas sampah, kami berembuk lagi. Kami sepakat membuat sesuatu yang beda, yaitu penataan. Setelah itu, kami coba membuat proposal dengan harapan mendapat dukungan,” ucap Herman.

Secara administratif, Kampung Cibunut menempati lahan tak lebih dari 5 hektar dengan bangunan rumah 300 unit. Berada di bantaran sungai, kampung ini minim ruang terbuka hijau (RTH), sehingga tak banyak yang bisa dikembangkan di tengah keterbatasannya.

Namun, demikian warga tetap membuat kreasi lain, semisal, biodigester, bank sampah dan vertical garden. Tak sampai itu, sarana sosial pun dibangun seperti zona ramah anak guna menciptakan lingkungan yang nyaman.

Tidak mudah, membenahi lingkungan untuk lebih baik. Tokoh masyarakat setempat, Agus Suryana mengakui bahwa membangun kesedaran warga adalah hal tersulit. “Perlu waktu. Harapan kami, adanya apresiasi wali kota ini, menjadi penguat sekaligus penyadartahuan warga bahwa lingkungan yang nyaman akan berdampak positif untuk kehidupan,” terang Agus.

 

Butuh waktu dua tahun mengubah wajah Kampung Cibunut dan kesadaran warga dari kesan kumuh menjadi rapi dan tertata. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Persoalan RTH

Hanya dua kota di Indonesia yang didapuk UNESCO sebagai Kota Kreatif yaitu Bandung dan Pekalongan. Syarat Kota Kreatif adalah, aktivitas kultural menyatu dengan aktivitas ekonomi dan sosial. Untuk Bandung, gerakan Cibunut Berwarna yang digagas warga ini adalah bentuk kreativitasnya.

Namun begitu, terlepas dari predikat tersebut, Bandung masih memiliki persoalan struktural yang belum terselesaikan. Terutama penyediaan RTH. Merujuk data Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Pertanahan dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung, RTH baru menyentuh angka 12,15 % atau 2.032,21 hektar, dari total luasan Kota Bandung 16.729,65 hektar.

Angka tersebut belum setengahnya mendekati standar ideal penyediaan RTH seperti yang diamanatkan UU No. 26 Tahun 2007. Yaitu, tentang penyediaan ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat sebesar 30% dari luas wilayah.

Di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil, Pemkot Bandung telah banyak merevitalisasi taman-taman tematik dan fasilitas umum, sesuai perencanaan tata ruang. RTH memang memiliki peran strategis sebagai pengendali iklim mikro dan genangan air hujan, pelindung sumber daya alam seperti sungai dan mata air, juga pereduksi polutan serta pengendali guna lahan.

 

Kepedulian warga Cibunut terhadap lingkungan mendapat apresiasi Wali Kota Bandung. Bukan itu saja, selain peduli lingkungan warga kampung ini juga membuat sarana sosial zona ramah anak. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan RPJMD Kota Bandung 2013 – 2018, pencapaian RTH ditargetkan di angka 13.5%. Artinya, pemkot harus menyediakan lahan sekitar 226 hektar untuk satu tahun ke depan. Demi target itu, pemkot telah membuat program tiap RW yaitu satu taman terbuka hijau.

Pemkot Bandung juga telah menganggarkan dana sekitar Rp4 miliar untuk pembangunan taman RW di 2017 melalui DPKP3. Sebelumnya, 120 taman RW telah dibangun di tahun 2016. Sebagai informasi, pengelolaan RTH di Kota Bandung dibawahi 3 SKPD yaitu Dinas DPKP3, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, serta Dinas Lingkungan Hidup.

Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB, Denny Zulkaidi mengatakan, keberadaan RTH sangat diperlukan sebagai penyeimbang ekologi kota.

“Tetapi, yang menjadi pertanyaan, apakah aturan pemerintah yang mewajibkan RTH sebuah kota idealnya 30% itu, disertai dukungan pendanaan? Mengingat, tidak mudah membuka lahan untuk dijadikan RTH. Hal yang paling mendasar adalah ketersediaan lahan serta tingginya harga tanah,” paparnya.

Warga Cibunut memang membanggakan sekaligus beruntung, jika dibandingkan permukiman padat penduduk lain di Kota Bandung yang memiliki keterbatasan ruang hijau. Mereka terus bergerak, memperbaiki kualitas lingkungan demi kenyamanan hidup di tengah jepitan pembangunan kota.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,