Mongabay.co.id

Benarkah Gubernur Sumatera Selatan Minta Peraturan Gambut Direvisi?

Beberapa waktu lalu ada pemberitaan media massa yang menyatakan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin meminta pemerintah merevisi PP 71 Tahun 2014 jo PP 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Benarkah?

“Tidak benar. Gubernur Sumatera Selatan tidak pernah menyatakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut direvisi,” jelas Dr. Najib Asmani, staf khusus Gubernur Sumsel bidang perubahan iklim di Palembang, baru-baru ini.

Yang benar, kata Najib, Gubernur Alex Noerdin menilai PP 71 Tahun 2014 yang diubah menjadi PP 57 Tahun 2016 menimbulkan pro dan kontra. “Gubernur menilai perlu dilakukannya penelitian dan review terhadap PP tersebut. Terutama, oleh pihak yang merasa keberatan yang sebelumnya sering menyampaikan hal tersebut.”

 

Baca: Luas Gambut yang Direstorasi di Sumatera Selatan Kemungkinan Berkurang. Mengapa?

 

Pemberitaan itu muncul setelah digelarnya acara FGD (Focus Group Discussion) Rekonsiliasi Pemahaman dan Strategi untuk Review dan Implementasi PP 71 Tahun 2014 jo PP 57 Tahun 2016 yang digelar Forum DAS (Daerah Aliran Sungai) Sumatera Selatan, pekan ketiga Desember 2017.

“Saya tidak menyebutkan Pemerintah Sumatera Selatan dalam hal ini mengutip pernyataan Gubernur Sumsel Alex Noerdin meminta Pemerintah merevisi PP tersebut. Tapi kami sampaikan, hadirnya PP tersebut menimbulkan pro dan kontra, sehingga tidak semua stakeholders diuntungkan. Terutama, jika dikaitkan perusahaan perkebunan sawit. Dalam PP tersebut ada pembatasan siklus tanam apabila perusahaan berada di lahan gambut kedalaman di atas 3 meter atau dalam kawasan lindung atau dilindungi,” jelas Najib.

Syafrul Yunardy, Ketua Forum DAS Sumsel, menyatakan FGD tersebut memang tidak menyebutkan Pemerintah Sumsel mendesak dilakukannya revisi PP tersebut. “Hasil rumusan FGD hanya menyebutkan, hadirnya PP 71/2014 yang diubah dengan PP 57/2016 telah menimbulkan pro dan kontra. Untuk itu diperlukan penelitian dan review untuk menjamin dampak positif dari regulasi ini lebih besar ketimbang negatifnya. Juga, memberikan solusi terhadap upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut,” jelasnya.

 

Peta persebaran lahan gambut di Sumatera Selatan. Sumber: HaKI (Hutan Kita Institute)

 

Dukung perlindungan gambut

Najib menegaskan, Pemerintah Sumatera Selatan terus mendukung upaya perlindungan eksosistem gambut. “Memang dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan semua kepentingan, termasuk para pelaku usaha. Namun, yang utama adalah bagaimana melindungi ekosistem gambut yang ada maupun memperbaiki yang telah rusak,” ujarnya.

Dijelaskan Najib sejak peristiwa kebakaran di lahan gambut 2015 lalu, Pemerintah Sumatera Selatan sangat serius dan fokus membantu pemerintah pusat mengatasi dan memperbaiki lahan gambut yang rusak. Sekitar 700 ribu hektar dari 1,4 juta hektar lahan gambut di Sumatera Selatan yang terbakar waktu itu. “Sumatera Selatan merupakan provinsi pertama di Indonesia yang membentuk TRG (Tim Restorasi Gambut) setelah pemerintah membentuk BRG (Badan Restorasi Gambut),” katanya.

 

Danau yang mengering di lahan gambut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Melalui program BRG, Sumatera Selatan berkomitmen mendukung upaya restorasi gambut sekitar 615 ribu hektar yang tersebar di tiga kabupaten yakni Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Musi Banyuasin (Muba) dari 2016 hingga 2020. Pemerintah akan merestorasi lahan gambut di non-konsesi, sementara di lahan konsesi, pelaksanaannya dilakukan pemangku konsesi yang akan disupervisi dan dievaluasi TRG Sumsel.

 

 

Exit mobile version