Mongabay.co.id

Melihat Pembangkit Listrik Angin di Sidrap, Berikut Foto-fotonya…

Turbin PLTB Sidrap pada pagi hari, nampak dari atas. Foto: Zainal/ Mongabay Indonesia

Semula bukit-bukit di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, didominasi rumput untuk penggembalaan ternak dan budidaya tanaman jangka pendek. Pada 2017, banyak orang terkejut, kendaraan besar melintas membawa material. Selang beberapa bulan, berdirilah tiang-tiang raksasa berwarna putih.

Tiang itu setinggi 80 meter. Diameter paling bawah 5,4 meter dan paling puncak 3,4 meter. Seluruh tiang 30 dan menghasilkan 75 Megawatt listrik. Pembangkit ini disebut sebagai pembangkit listrik tenaga angin terbesar di Indonesia dan rencana beroperasi tahun ini.

Tersebar di beberapa puncak bukit, dengan luasan 100 hektar. Dalam tiang menara itu, ada tangga dan beberapa instalasi kabel yang menghubungkan dengan gardu induk yang terbangun tak jauh dari area.

Tiang-tiang ini dilengkapi masing-masing tiga bilah sebagai kincir dengan panjang masing-masing 57 meter. Di bagian puncak tepat di belakang baling-baling ini ada generator turbin. Angin bertiup dan melewati setiap bilah baling itu akan bergerak dan menghubungkan dengan sebuah poros instalasi menuju generator lalu mengubah menjadi daya listrik.

Dengan kecepatan angin yang konstan dan memadai, setiap turbin membutuhkan 10-20 detik untuk mengubah energi gerak menjadi listrik.

 

Tahap konstruksi dan lanscape area pembangunan PLTB Sidrap. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Pada akhir 2017, ketika berdiri di salah satu puncak bukit, tiang-tiang turbin di titik terjauh terlihat kecil. Hari itu, saya bertemu Senior Project Developer PT UPC Renewables Indonesia – perusahaan yang mengembangkan PLTB Sidrap, Niko Priyambada. Dia bicara alasan mereka memilih Sidrap sebagai tempat “memanen” angin.

“Tahun 2012, kami berkoordinasi dengan kementerian terkait tentang potensi angin di Indonesia dan mendapatkan dua lokasi Bantul, Yogyakarta dan Sidrap, Sulawesi Selatan,” katanya.

Pada 20 Januari 2013, UPC mengunjungi Sidrap dan memasang tiga tower meterologi untuk pengamatan angin. Setiap waktu, data angin tercatat detil. Kecepatan rata-rata angin akhirnya diperoleh selama setahun antara 6–7 meter per detik.

“Angka konstan itu tak pernah berubah hingga sekarang, sudah lima tahun. Jadi kami memastikan jika kondisi angin di Sidrap cukup baik hingga puluhan tahun mendatang,” katanya.

Menurut Niko, kecepatan angin minimal untuk menghasilkan energi listrik dengan turbin besar, adalah 5,5 meter per detik. Pada kecepatan tiga meter per detik, baling-baling sudah mampu berputar.

“Bagi teknologi kami, kecepatan angin lima meter per detik, itu sudah mampu menghasilkan satu Mw,” katanya.

Mengapa angin, dalam skala kecepatan tertentu hanya ada di beberapa titik tertentu? Pada tahap ini, katanya, angin menjadi sebuah pernyataan: di bumi–planet–angin dan udara, satu.

 

Lansekap area pembangunan pembangkit tenaga angin di Sidrap. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Di wilayah tropis, seperti Indonesia, kekuatan angin tak terlalu besar, karena proses penyinaran matahari secara konstan. Untuk defiasi ( penyimpangan) memungkinkan gerakan angin di luar kendali.

Di Sidrap, jalur angin ditentukan oleh pergerakan suhu bumi. Kecepatan angin ideal di Sidrap, terjadi ketika musim kemarau.

Saat musim hujan, angin bertiup tak beraturan. Prosesnya, ketika angin muson barat dan timur terjadi. Saat muson timur, benua Australia sedang fase dingin, maka tekanan udara jadi naik.

Angin akan bergerak menuju wilayah Tiongkok karena sedang musim panas. Ketika kemarau–muson timur–arah angin akan datang dari tenggara Sidrap.

Kala musim hujan–muson barat – Tiongkok fase dingin, angin akan bergerak ke wilayah Australia. Maka di Sidrap, arah angin cenderung datang dari arah barat.

“Di musim hujan, arah angin jadi kurang konstan bisa dari arah barat, selatan, atau barat daya. Ini membuat gerakan turbin kurang efisien,” kata Niko.

“Kepala turbin jadi tidak konstan dalam bergerak, melainkan akan bergerak terus mengikuti arah datangnya angin.”

Bagaimana jika terjadi badai angin dan kecepatan jadi sangat kencang?” “Jika kekuatan angin mencapai 20 meter per detik, turbin akan berhenti otomatis.”

 

Tempat pengembalaan ternak di sekitar PLTB Sidrap. Di depannya nampak kubangan air untuk minum ternak yang tetap dijaga pengembang. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Manfaat

Memanfaatkan kecepatan angin, sebagai energi terbarukan lebih baik dibanding pembangkit dengan bahan bakar fosil seperti batu bara dan diesel.

Guna menentukan titik yang tepat mendapatkan angin, seperti menemukan ladang garapan yang terus menerus akan siap panen.

Di Sulawesi Selatan, selain Sidrap, Jeneponto juga wilayah terbaik dalam panen energi listrik dari angin.

Di Sidrap, untuk membangun 30 turbin total investasi sampai US$150 juta atau Rp2 triliun. Kelak, pasokan listrik dari PLTB ini akan menambah pasokan listrik di Sulawesi Selatan, dimana kapasitas listrik terpasang 1.437 MW dengan beban puncak 1.188 MW.

Kelak skema penjualan ke PLN, pengembang menjual US$1 sen per KWH dengan kontrak 30 tahun. Dalam klaim UPC, hasil penjualan listrik akan dapat memasok sekitar 100.000 rumah.

Sisi lain, pembangkit listrik turbin angin, memiliki tingkat keamanan sangat tinggi. “Saat kami mendirikan turbin, kami membuat jalan lebar. Menghubungkan turbin satu ke turbin lain. Kelak, dapat sebagai tempat wisata.”

 

Seorang pekerja, berjalan di bawah baling-baling turbin sepanjang 57 meter.Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version