Mongabay.co.id

Banjir, Bencana Berulang yang Terjadi di Kalimantan Barat

Sungai yang merupakan sumber air bagi kehidupan manusia harus dijaga dan dijauhkan dari limbah, sampah, dan bahan kimia yang mencemarkan lainnya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

Sebagai hamparan air yang unik di dunia, Danau Sentarum di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menyimpan berbagai “misteri” yang belum terungkap. Danau ini merupakan lahan gambut purba. Usianya diperkirakan mencapai 20 ribu tahun. Fakta ini menasbihkan Danau Sentarum sebagai lahan gambut tropis tertua di dunia.

“Banyak hal tersimpan dalam Danau Sentarum. Perlu investigasi dan riset untuk mengungkapkannya,” tukas Kiki Prio Utomo, akademisi dari Universitas Tanjungpura Pontianak. Pria jangkung berkacamata ini sehari-hari adalah dosen di Fakultas Teknik, program studi Teknik Lingkungan. Eksotika Danau Sentarum lekat diingatannya. Pada 2016 lalu, ia menjadi salah satu peneliti kualitas air dan daya tampung beban pencemar daerah aliran sungai. Penelitian itu merupakan kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Saya lihat, banyak perubahan di sekitar danau, terutama tata guna lahan,” lanjutnya. Danau Sentarum yang luasnya lebih dari 130 ribu hektar ini, memang menjadi sumber penghidupan sekitar 6.500 nelayan yang tersebar di 39 kampung. Risetnya dilakukan oleh Wim Giesen dan Julia Aglionby, peneliti asal Belanda dan Inggris, dari 1993 hingga 1997. Salah satu hasilnya adalah perkiraan danau hidrolik ini menghasilkan 13 ribu ton ikan per tahun.

 

Baca: Kompleksitas Banjir, Alam Murka atau Salah Kelola?

 

Kiki mengatakan, pengamatan akan perubahan tata guna lahan bisa sangat subjektif. Pasalnya, saat itu dia melihat beberapa kawasan yang ditanami sawit di sekitar danau. Sampel di kawasan itu diperlukan, untuk dilihat potensi sedimen dan neraca (sediment budget), kualitas air, serta limpasan permukaan. “Dikhawatirkan, akan mengubah (komponen itu), jika di sekelilingnya sawit,” urainya. Pihak Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum juga meresahkan hal tersebut.

Fungsi Danau Sentarum memang penting mengatasi “amarah” Sungai Kapuas, yang meluap saat penghujan. Namun, masih sedikit penelitian akademis mengenai hal tersebut, “jumlahnya kurang dari jari sebelah tangan.” Sungai Kapuas adalah sungai yang lebih dari separuh alirannya merupakan dataran. Curah hujannya tinggi sehingga banjir adalah hal lumrah. “Jika Kapuas tidak pernah banjir lagi, akan jadi sesuatu yang menakutkan,” tukas Kiki.

Rekam jejak banjir di kawasan Sentarum, bisa menguak ekosistem danau yang terbentuk sejak jaman es atau periode pleistosen. “Hidrologi forensik, sangat memungkinkan untuk mengungkap cerita di balik banjir Danau Sentarum,” kata Kiki lagi. Dia antusias menjelaskan, tiap lapisan tanah di sini akan mengungkap kisah ekosistem tersebut di masa lampau. Bukan hanya ingatan kolektif warga. Formasi tumbuhan, pola migrasi ikan, perubahan tebing dan alur, lapisan tanah, serta endapan di kawasan tersebut akan ‘berbicara’. Termasuk foto satelit tahun ke tahun dan data curah hujan.

 

Danau Sentarau. Sumber: Wikimedia Commons/Atribusi-Berbagi Serupa 2.0 Generik/Natureandpoverty.net

 

Belum terjawab

Kajian Kondisi Hidrologis DAS Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang dipublikasi World Agroforestry Centre 2008, sedikit banyak menggambarkan profilnya. Laporan ini menyajikan ‘penilaian cepat’ DAS Kapuas Hulu dan imbal jasa lingkungan. Kajian dikerjakan oleh Betha Lusiana, Rudy Widodo, Elok Mulyoutami, Dudy Adi Nugroho, dan Meine van Noordwijk.

Saat penelitian, tutupan lahan dominan adalah hutan, luasnya 90 persen. Disebutkan, tutupan lahan semakin berkurang akibat kebakaran, penebangan, dan penambangan dalam jumlah besar. Fokus area di DAS Kapuas Hulu adalah Desa Sibau Hulu yang terletak di sub-DAS Sibau, dan Desa Datah Dian yang terletak di sub-DAS Mendalam. “Kedua desa ini berada di paling hulu DAS, merupakan areal perubahan lahan banyak terjadi,” kata Kiki, menyitir riset tersebut.

Sungai sepanjang 1.143 kilometer ini, merupakan satu dari tiga DAS yang menjadi urat nadi kehidupan di Kalimantan Barat, selain DAS Sambas dan DAS Pawan.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat 2005, terlihat adanya penurunan pada bagian tengah hingga hilir Sungai Kapuas. Terutama untuk parameter material tersuspensi (total suspended solid/TSS), kadar besi (Fe), nitrat (N-NO3), nitrit (N-NO2), asam sulfida (H2S), oksigen untuk proses biologi (Biological Oxygen Demand/BOD), dan kebutuhan oksigen untuk proses kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD).

“Penurunan kualitas air di badan Sungai Kapuas adalah indikator penurunan kualitas lingkungan yang mencerminkan buruknya kondisi pengelolaan lingkungan di wilayah Kalimantan Barat keseluruhan,” tulis Yuliana Susilowati, dalam jurnal ilmiahnya yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2014. Yuliana meneliti Kualitas Air Sungai Kapuas Sebagai Indikator Kondisi Pengelolaan Lingkungan Wilayah Kalimantan Barat.

 

Kehidupan masyarakat di Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, secara geografis berada di lansekap HoB. Foto: Andi Fachrizal/Mongabay Indonesia

 

“Banjir di hilir ini, merupakan akumalasi kondisi hulu yang rusak. Sampai kapan pemerintah daerah maupun pusat mau menegakkan kebijakan dan aturan yang mereka buat?” tukas Hendrikus Adam, dari Walhi Kalbar.

Riset-riset yang dilakukan peneliti, agaknya hanya ‘menumpuk’ di meja. Tidak banyak yang menjadi rekomendasi untuk memperbaiki kondisi ini. Sepanjang 2017, hampir seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Barat terdampak banjir. Paling parah adalah wilayah Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, mencapai atap rumah warga. Harapan kini pada perbaikan di hulu Kapuas.

Praktik-praktik baik di hulu Kapuas belum dapat penguatan khusus dari pemerintah setempat. Harus ada imbal balik jasa lingkungan, mekanisme yang dapat digunakan masyarakat atas upaya menjaga sungai dan hutan.

“WWF-Indonesia, CARE dan IIED, yang didukung DGIS melalui WWF Belanda melaksanakan Program Equitable Payment for Watershed Services (EPWS) atau Kesetaraan Imbal Jasa DAS di Sungai Mendalam, Kabupaten Kapuas Hulu. Program ini utuk mengatasi permasalahan kualitas sungai di Kalimantan Barat,” jelas Albert Tjiu, Program Manager Kalimantan Barat WWF Indonesia. Upaya ini menjadi bagian dari pengembangan pariwisata yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan di Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun. Kedua kawasan yang mempunyai peran penting dari keberadaan Sungai Kapuas.

Praktik pertanian berkelanjutan pun menjadi salah satu peluang untuk menata hulu Kapuas. “Komoditi pertanian, dan perkebunan yang menggunakan cara-cara lestari mempunyai pasar tersendiri, dengan harga yang lebih baik,” tambah Laili Khairnur, Direktur Lembaga Gemawan. Laili berharap, upaya-upaya dampingan terhadap masyarakat bisa dilihat sebagai proses elaborasi antara pengetahuan dan kearifan lokal.

 

Banner:   Sungai yang merupakan sumber air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Exit mobile version