Mongabay.co.id

Mengolah Sampah Anorganik di Kawasan Wisata Komodo

Menangani sampah di kawasan perairan agar tak dibuang sembarangan ke laut, ternyata lebih berat dilakukan. Sebuah komunitas warga di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama bertahun-tahun mencoba mencegahnya dengan memilah sampah anorganik dan mengolahnya. Untuk mengurangi timbunan ke TPA.

Ana Diaz, adalah salah satu penggerak Perempuan Peduli Lingkungan di area Labuan Bajo, pintu masuk menuju Taman Nasional Komodo. Perempuan 47 tahun ini makin sering dikunjungi warga yang tertarik mengolah sampah anorganik jadi kerajinan di rumahnya, Kampung Ujung. Sebagian ruang seperti beranda dan ruang tamu difungsikan sebagai etalase aneka olahan sampah terutama plastik.

baca : Sampah Plastik Picu Kemiskinan di Wilayah Pesisir?

Puluhan model kerajinan dipajang di lemari-lemari kaca. Produk yang makin menarik perhatian adalah tas dari rangkaian wadah gelas-gelas plastik. Bagian atas gelas yang paling kuat mirip kawat dipotong melintang kemudian dililit aneka pita berwarna gemerlap. Tiap potongan ini dirangkai dengan tali, dijalin menyerupai wadah-wadah cantik. Salah satu upaya menyulap sampah jadi barang bernilai tinggi yang dikerjakan cukup detail dan lama.

 

Aneka tas dari gelas minuman plastik yang terlihat glamour setelah diolah dari sampah yang dikumpulkan di sekitar wilayah Taman Nasional Komodo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Ada juga aneka dompet dari kemasan snack, salah satu jenis bad plastics atau sampah yang sulit didaur ulang karena berlapis-lapis plastiknya. Uniknya, dompet ini disisipkan patung kayu kecil berbentuk komodo sehingga sangat khas. “Ini dibuat ibu-ibu di kawasan Taman Nasional, jadi biar ada penanda dikasi komodo,” Ana tersenyum.

Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan ini bergerak perlahan tapi pasti dan kosisten. Kennedy Diaz, suaminya adalah salah satu pegiat bisnis pariwisata yang juga fokus pada penanganan sampah sejak 2012. Ketika Labuan Bajo makin ramai turis mengunjungi komodo di sejumlah pulau di kawasan Taman Nasional di Flores Barat ini.

Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo dua kawasan berbeda. Namun jadi satu kesatuan daerah pesisir.

baca : Wawancara Marta Muslin: Turisme Labuan Bajo Harus Buat Warga Lokal Sejahtera

Sebelumnya sampah sering menumpuk beberapa hari tak terangkat petugas kebersihan. Banyak anjing berkeliaran, sampah diobrak abrik lalu berbau. Kini, tak serta merta Labuan Bajo terlihat bersih, karena masih terlihat sampah plastik di sekitar dermaga, pelabuhan, serta jalan raya. Di area dermaga adalah pusat kesibukan. Pagi sampai sore untuk jalur penyeberangan dan bongkar muat, malamnya jadi pusat pedagang seafood. Namun sudah ada gerakan dan kesadaran untuk mengurangi buang sampah ke laut.

Gerakan perempuan mengurangi sampah di pesisir ini dimulai dengan aksi Jumat Sore Bersih Kampung. Para ibu menggerakkan pemungutan sampah di tiap RT, menampung, lalu mengenalkan cara mencari uang dari tabungan sampah.

“Awalnya beberapa orang saja, yang lain menonton. Jumat pagi kebanyakan masih nunggu suami dari melaut atau menonton televisi,” ingat Kennedy, koordinator Trash Hero Komodo. Kemudian waktu kegiatan diubah setelah sholat Azhar dan Maghrib setelah mengumpulkan respon warga. Akhirnya makin banyak yang terlibat.

 

Sampah plastik terlihat di dermaga kota Labuan Bajo, Flores, NTT. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kennedy menyebut peduli sampah sendiri bukan hal lumrah. Menurutnya suku-suku yang terbiasa tinggal di pesisir dan laut, sudah kebiasaan buang sampah ke laut. Namun di masa lalu tak masalah karena sampahnya organik, beda dengan saat ini yang makin didominasi anorganik seperti plastik.

Demikian juga di Bali, di masa lalu ada kebiasaan buang sampah ke halaman belakang rumah atau kebun (teba). Ketika itu sampah hanya dedaunan atau ranting. Bungkus penganan juga kebanyakan daun pisang.

Para perempuan yang terlatih membuat kerajinan dari sampah menjadi pelatih ke warga-warga lain, sampai ke kampung-kampung di kawasan Taman Nasional. Salah satunya, Ana.

Mereka berkolaborasi dengan komunitas Trash Hero Komodo untuk pemasaran hasil kerajinan. Komunitas ini didominasi ekspatriat yang bekerja atau tinggal di Labuan Bajo, mereka bantu memasarkan. Mereka membuat sekretariat bersama dan juga bank sampah di rumah ketua RT, rumah Kennedy dan Ana. Di sini jadi pusat informasi sekaligus tempat belajar mengolah sampah.

“Kapal-kapal juga membantu bawa sampah dari Taman Nasional, kami ambil yang anorganik,” ujar Kenedy. Sampah dari aktivitas pariwisata ini menurutnya harus dikelola agar TPA tak penuh. Paling banyak botol air mineral dan kemasan makanan.

 

Ana menunjukkan hasil karya ibu-ibu di desa pulau-pulau Taman Nasional Komodo mengolah bekas kemasan snack. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sampah yang tak bisa diolah jadi kerajinan dibuang ke pusat pengolahan 3R (reuse, reduce, recycle) yang dibuat pemerintah. Pola pengelolaan sampah seperti ini menurutnya strategi yang cocok untuk Labuan Bajo dan Taman Nasional (TN) Komodo.

Dari masterplan pengelolaan sampah oleh WWF Indonesia, Pemkab Manggarai Barat, dan Taman Nasional Komodo memperlihatkan upaya penanganan dari hulu ke hilir sampai 2036. Dipetakan jumlah sampah di TN Komodo dan Labuan Bajo tiap tahun dan berapa sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Idealnya, sampah dikompos di sumbernya, lalu sisanya ke TPS dan dibawa ke dermaga untuk diangkut kapal-kapal ke Labuan Bajo. Selanjutnya dibawa ke unit TPS 3R dan Bank Sampah untuk dipilah sebelum berakhir di TPA Manggarai Barat.

Sejumlah sumber sampah terpadat di TN Komodo adalah pulau-pulau dan kawasan padat wisata misal Desa Komodo, Pulau Padar, Pantai Pink, Pulau Rinca, dan Komodo. Pada 2016 dalam sehari sampah yang diproduksi di kawasan TN Komodo dan Labuan Bajo sekitar 13 ton. Terbanyak sumbernya di perumahan, kemudian restoran, dan pinggir jalan.

Misalnya dari estimasi, kebutuhan wadah sampah di jalanan Labuan Bajo sekitar 233 unit untuk hampir 10 ribu liter sampah. Dengan catatan diangkut tiap hari. Dipisahkan antara tong sampah residu, bisa didaur ulang, dan organik.

Sarana pengumpulan sampah yang diperlukan misalnya motor sampah di Labuan Bajo sebanyak 44 unit, di Labuan Bajo 10 unit. Gerobak sampah di TN Komodo sekitar 15 unit, dan desa di pulau-pulau diperlukan 5 unit/desa.

 

Target Pengelolaan Sampah di TN Komodo, Labuan Bajo, Flores, NTT. Sumber : WWF

 

Sementara rencana kebutuhan TPS 3R d Kota Labuan Bajo sebanyak 4 unit (luas 500 m2/unit) dan desa di beberapa pulau masing-masing 1 unit (luas 250 m2/unit). Sarana pengangkutan selain di darat juga kapal angkut sampah pulau-pulau sebanyak 1 unit. Luas TPA yang dibutuhkan sebagai penampung terakhir sekitar 12 Ha dengan syarat wajib menggunakan sistem sanitary landfill.

Labuan Bajo termasuk TN Komodo menjadi bagian utama dari Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan satu dari 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP). Dampaknya jumlah turis digenjot dengan target 500 ribu orang per tahun, sementara terakhir jumlah kunjungan kurang dari 110 ribu.

TN dinilai harus segera melakukan analisis dampak dan antisipasi dini untuk melayani peningkatan kunjungan wisatawan tersebut. Misalnya melalui pembuatan Master Plan Pariwisata Alam Taman Nasional Komodo.

 

Exit mobile version