Mongabay.co.id

Sungai Citarum, Saatnya Ditata Menjadi Harum!

Hampir 30 tahun, beban pelik yang mendera Citarum belum teratasi. Pencemaran dari limbah pabrik dan sampah rumah tangga hingga sedimentasi dan erosi merupakan masalah utama yang bersatu menggerogoti kualitas air dan cakupan alirannya. Sampai kapan, sungai sepanjang 269 kilometer ini menderita?

Catatan hitam tentang Citarum sesungguhnya telah menarik perhatian masyarakat luar. Semisal, dua pemuda asal Perancis, Sam Bencheghib (22) dan Gary Bencheghib (20). Pertengahan 2017, mereka mengarungi sungai ini dengan tujuan menyadarkan masyarakat, betapa air yang tercemar sungguh membahayakan.

Kegitan tersebut, mereka unggah ke akun Facebook Make a Change World, yang juga fokus menyoroti isu pencemaran berikut kampanye publik mengenai lingkungan. Informasi ini, sempat menjadi pemberitaan sejumlah media internasional.

Pantauan itu, sesungguhnya bukan yang kali pertama. Tahun sebelumnya, beberapa warga negara asing juga melakukan langkah serupa. Hasilnya sama, mengukuhkan Sungai Citarum begitu tercemar hebat.

 

Baca: Catatan Akhir Tahun: Citarum, Akankah Menjadi Sungai yang Harum?

 

Awal 2018, instruksi pembenahan Sungai Citarum teritegrasi disampaikan langsung Presiden Joko Widodo. Presiden menegaskan, pengentasan masalah perlu dilakukan terstruktur, mulai tahapan konsep hingga pelaksanaan di lapangan yang berkesinambungan.

“Saya ingin penataan Sungai Citarum segara dilakukan, jangan ditunda lagi. Ini juga bakal jadi contoh penataan DAS (Daerah Aliran Sungai) lain yang berhubungan dengan hajat orang banyak,” kata Jokowi saat menggelar Rapat Terbatas (Ratas) Tentang Penanganan Citarum di Grha Wiksa Putlisbang PUPR, Jalan Turangga Kota Bandung, Selasa (16/01/2018) lalu.

 

Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Terbatas membahas tentang penanganan Sungai Citarum di Grha Wiksa Putlisbang PUPR Jalan Turangga Kota Bandung, Selasa (16/1/2018). Presiden menginstruksikan penanganan Citarum secara integrasi antara kelembagaan terkait, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kabupaten/kota. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Ratas tersebut juga dihadiri beberapa kementerian terkait, KLHK, PUPR, dan Perindustrian, serta Kejaksaan Tinggi, Kapolri, dan Panglima TNI. Presiden pun menyinggung soal alotnya penanganan sungai yang juga jadi tumpuan 80% penduduk DKI Jakarta tersebut. Pasalnya, bertahun sudah upaya perbaikan dilakukan, akan tetapi tidak hasilnya tidak signifikan.

Jokowi menyebut, upaya-upaya pemulihan telah masif dilakukan oleh kelembagaan di tingkat pusat maupun daerah. “Sebetulnya sudah ada kegiatan (pemulihan) berikut anggarannya. Tetapi, karena tidak terintegrasi antara kelembagaan terkait pusat maupun daerah, kerjanya parsial! Semuanya sudah bertahun-tahun (dilakukan), namun wujudnya tidak kelihatan,” ungkapnya.

Jokowi pun meminta pembenahan dilakukan menyeluruh. Dimulai dari penataan tata ruang dan catchment area sekaligus upaya rehabilitasi di kawasan hulu. Selanjutnya, di kawasan tengah juga akan disusun langkah pengendalian pencemaran limbah industri.

“Perkiraan saya, tujuh tahun (masalah Citarum) bisa diselesaikan. Dengan catatan apabila hulu, tengah, dan hilir dikerjakan dengan baik. Kuncinya adalah terintregrasi di semua lembaga, kementerian, pemerintah pusat maupun daerah dan kabupaten/kota. Semuanya ada disini tidak ada yang lain,” tegas Presiden.

 

Persoalan yang mendera Sungai Citarum terasa begitu kompleks. Di hulu, kawasan tangkapan airnya terus dieksploitasi dari hutan menjadi tanaman semusim yang menimbulkan sedimentasi dan erosi. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Citarum Harum

Citarum Harum, nama program baru yang akan digulirkan. Pertanyaan besarnya adalah apakah efektif mengentaskan persoalan yang telah mengakar di sungai ini? Mengingat, sudah beberapa program telah digulirkan.

Salah satu sumber pencemar yang signifikan bagi Citarum adalah limbah industri. Mengutip data Kompas, 2.700 industri yang beroperasi di hulu hingga hilir hampir 53% nya tidak mengelola limbah sesuai aturan yang berlaku.

Data Dinas Lingkungan hidup Jawa Barat menyebut, 90% industri bahkan tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Akibatnya, 340.000 ton limbah cair mengalir di Sungai Citarum setiap harinya.

Dalam kasus ini, Koalisi Melawan Limbah yang diinisiasi pelbagai elemen pemerhati lingkungan, pada 17 Mei 2017, menggugat Izin Pembuangan Limbah Ciar (IPLC) 3 industri yang disinyalir membuang limbah secara langsung ke sungai di Kawasan Rancaekek. Meski pengadilan membatalkan izin IPCL itu, akan tetapi kelanjutan perkara tersebut tidak jelas arahnya.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay Indonesia, Koalisi Melawan Limbah menyebut, pada tahapan pembenahan secara holistik perlu dilakukan moratorium dan evaluasi pemberian IPLC. Tanpa penghentian pencemaran, upaya pemulihan akan menjadi kontra efektif.

 

Presiden Jokowi menginstruksikan penanganan Citarum yang teritegrasi antara kelembagaan terkait, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kabupaten/kota. Dalam ratas tersebut, presiden juga bertemu dengan 45 tokoh di Jawa Barat guna membangun kolaborasi penangan Citarum secara non-struktur. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Menyikapi persoalan tersebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan akan melakukan pengadaan IPAL komunal di beberapa titik, sepanjang Citarum. Untuk merelasikan itu, rencananya pemerintah menyiapkan dana yang berasal dari APBN, APBD, swasta, dan dana bantuan tidak mengikat.

“Kita masih mengkaji pembuatan IPAL komunal ini. Inginnya menggunakan teknologi paling bagus. Rencana itu juga sudah ada di BAPPENAS. Terkait anggaran, sejauh ini tidak ada masalah, hanya perlu disinergikan karena kita tidak ingin terlalu besar dananya. Bantuan dana luar negeri sudah banyak yang menawarkan,” kata Luhut kepada awak media, setelah Rapat Rencana Aksi Penataan Sungai Citarum di Gedung Sate, Kota Bandung.

Persoalan Sungai Citarum bukan saja persoalan pencemaran dan fisik saja. Tetapi juga berkaitan dengan rusaknya vegetasi di kawasan hulu. Data Puslitbang Sumber Daya Air menunjukan, telah terjadi alih fungsi kawasan hutan ke non-hutan seluas 80 ribu hektar. Akibatnya, sedimentasi tinggi menjadi beban Citarum selanjutnya.

Demi permuliaan DAS Citarum, rekasaya teknis normalisasi dengan dana besar dijalankan. Sebagai contoh, program Integrated Citarum Water Resource Management Investment Program (ICWRMIP) atau Citarum terpadu. Program ini mendapat pinjaman dari Asian Development Bank sebesar 500 juta dolar AS, atau sekitar Rp6 triliun, di 2008.

Sejauh program ini bergulir, hampir 10 tahun, keberhasilan yang ditorehkan tertutup pada kondisi Citarum yang masih kronis. Meski harus diakui, ada faktor lain yang mungkin dilupakan yaitu perilaku masyarakat yang harus diajak untuk peduli Citarum.

 

Kondisi Sungai Citarum di Desa Pataruman, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Pencemaran limbah industri dan sampah rumah tangga belum tertangani. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Persoalan Sungai Citarum juga berkaitan erat dengan pertambahan jumlah penduduk. Tercatat, 15 juta jiwa hidup di bantaran sungai. Hasil survei Kodam III Siliwangi menyebutkan, tiap harinya 35,5 ton tinja manusia dibuang langsung ke sungai. Pertumbuhan penduduk pun berbanding lurus dengan volume sampah yang terus bertambah hingga hilir, mencemari perairan Laut Jawa.

Program-program pemulihan Citarum yang telah dikerjakan, akan lebih baik jika diimbangi dengan upaya mendidik kesadaran manusia. Keselaran sangat perlu, karena dari sumber mata air Citarum ada nilai kehidupan dan penghidupan.

 

 

Exit mobile version