Mongabay.co.id

Begini Upaya Memulihkan Terumbu Karang di Perairan Nusa Dua

Nusa Dua, kawasan resor dan lokasi konvensi elit di Badung, Bali ini terlihat wah dengan pesisir yang landai, pasir putih bersih, dan deretan akomodasi mewah. Namun tak banyak yang tertarik menjelajah panorama bawah lautnya.

Sejauh mata memandang hanya beberapa turis memanfaatkan pantai untuk berenang dan berjemur. Terasa lengang. Pengunjung yang tidak menginap di kawasan dengan puluhan hotel berbintang ini bisa dihitung jari mengakses pantai. Demikian pula nelayan, dalam satu ruas panjang pantai jumlah kapal yang ditambatkan di tengah laut juga bisa dihitung jari.

Kawasan resor yang dikelola BUMN Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) ini memang didesain eksklusif, dengan keamanan cukup ketat. Petugas keamanan hotel kerap berjaga di pantai untuk mengawasi pengunjung non tamu hotelnya. Bahkan saat rombongan Kerajaan Arab Saudi menginap di salah satu hotel pada 2017 lalu, warga dilarang melintas di pantai. Area publik ini ditutup dan dijaga petugas bersenjata laras panjang.

baca : Waspadai Aktivitas Wisata Ini yang Merusak Terumbu Karang di Bali. Apa Itu?

 

Relawan mengambil bibit karang keras yang akan dipotong untuk ditransplantasikan di perairan Nusa Dua, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Keindahan pesisir tak sejalan dengan isi lautnya. Setidaknya itu yang dirasakan beberapa orang yang kerap menyelam dan nelayan setempat. Ketut Subrata, pria pemandu turis menjelajah laut menyebut sebagian nelayan hanya menjadikan pekerjaan mencari ikan sebagai sampingan. Sebagian sudah fokus ke usaha wisata seperti mengantar turis.

“Zaman dulu kita ambil akar kayu di laut saja dilarang. Sekarang masih ada yang ngebom atau pakai kompresor,” katanya tentang praktik mencari ikan dengan meracuni ini. Terumbu karang banyak rusak juga karena penambangan karang untuk bahan kapur di masa lalu.

Subrata yang akrab dipanggi Pak Jo ini mengaku mengenal seluk beluk perairan di sini. Jika ada pesanan gurita atau ikan kerapu, ia tahu titik mencarinya dengan cara free diving sampai kedalaman 30 meter. “Saya tahu lokasi dugong, induk dan anaknya. Tapi saya tidak mau kasih tahu orang sembarangan,” tambahnya merahasiakan.

baca : Inilah Hukuman Berat yang Membuat Jera Perusak Terumbu Karang di Bali. Seperti Apa?

Memanfaatkan sisa potensi bawah laut di Nusa Dua dengan menjadi pemandu wisata adalah kehidupannya saat ini. Karena itu ia aktif terlibat dalam upaya pemulihan ekosistem bersama Nusa Dua Reef Foundation (NDRF). Terakhir adalah transplantasi karang di 60 struktur besi berbentuk laba-laba model pengembangan Mars Sustainable Solution yang didonasikan PT Angkasa Pura I, pengelola bandara Ngurah Rai, pada Kamis (18/01/2017) di perairan Nusa Dua.

Akses keamanan yang serba ketat juga merepotkan kegiatan transplantasi karang ini. Relawan dan Direktur NDRF Pariama Hutasoit dilarang melewati akses salah satu hotel terdekat dengan lokasi pelepasan struktur. “Saya sedih, masak mau lewat bawa barang banyak saja kita dilarang. Padahal kan untuk laut di sini,” herannya.

Akhirnya mereka memilih jalan lain di luar area hotel walau harus berjalan lebih lama membawa banyak barang. Bibit hardcoral sudah diinapkan sehari sebelumnya untuk beradaptasi dengan air laut.

 

Potongan karang keras diikat di struktur bentuk laba-laba yang terbuat dari besi dan dilapisi pasir. Transplantasi dilakukan di perairan Nusa Dua, Bali Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kegiatan dimulai pagi hari saat arus pasang dan gelombang tinggi. Alhasil, sejumlah relawan menyelam cukup lama untuk bisa mengambil bibit. Bibit terumbu ini sebagian dibeli dari pembudidaya di Serangan, sebagian diambil dari perairan Nusa Dua. Tiap struktur diikatkan belasan potongan koral.

Kegiatan ini dihadiri sejumlah pihak seperti perwakilan Angkasa Pura, Balai Pelestari Sumberdaya Perikanan dan Laut (BPSPL) Denpasar, ITDC, dan lainnya. Menyelesaikan transplantasi di 60 struktur menjadi tugas berat bagi relawan yang jumlahnya kurang dari 10 orang untuk memastikan transplantasi dilakukan mengikuti model struktur. Hari itu, tak semua struktur bisa ditenggelamkan karena sudah menjelang malam dan bibit habis.

Proses transplantasi harus dilakukan cepat menghindari koral bisa stres jika terlalu lama tanpa air laut. Dimulai dengan memotong koral, mengikat di struktur. Beberapa kali harus disiram air laut agar polip tak mati, membersihkan pasir yang menempel agar terus bisa bernafas, dan segera menenggelamkan struktur terpasang di laut.

baca : Kondisi Terumbu Karang di Bali Utara Makin Membaik

Selain beberapa kali transplantasi, Pariama dan relawannya juga menebar kima di perairan Nusa Dua. Kima memiliki fungsi penting dalam ekosistem sebagai salah satu indikator kesehatan lingkungan. Pariama menyebut lokasi taman laut yang beberapa tahun dirintis bersama jejaring lain dan komunitas Pokwasmas ini hanya sekitar 150 meter dari bibir pantai. Kedalamannya cuma sekitar satu meter saat air surut.

Ratusan koral hasil transplantasi mulai hidup, demikian juga anakan Kima (Tridacna sp.) biota laut yang sangat bermanfaat dalam ekosistem sebagai indikator kesehatan laut. Kima menjadi incaran bernilai tinggi selain dicari dagingnya yang berprotein tinggi.

“Kami ingin terus mengajak perusahaan atau pihak hotel di sini adopsi karang. Tamunya bisa ikut transplantasi,” kata Pariama. Namun ini menurutnya tak mudah karena tergantung sensitivitas perusahaan pada laut sekitarnya. Penanaman kembali koral sengaja dilakukan dekat dengan pantai agar mudah diakses dengan snorkeling.

 

Penenggelaman struktur terumbu karang di dekat pantai untuk menumbuhkan kembali terumbu karang di perairan Nusa Dua, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Adopsi atau dana donasi program transplantasi ini menurutnya keniscayaan dalam upaya pemulihan karena NDRF tak memiliki dana khusus. Tergantung pada kerjasama para pihak atau donatur saja. ITDC yang mendirikan NDRF mendukung dengan penyediaan fasilitas dan sarana kantor serta transportasi.

Ratna Dewi, Kepala Divisi Komersial ITDC yang hadir dalam transplantasi ini menyebut pihaknya memang tak mengalokasikan dana khusus tapi menyediakan sarana dan fasilitas kantor. “Tiap hotel punya program sendiri,” ujarnya terkait keberlanjutan pemulihan ekosistem karang. Saat ini ia melihat malah ada potensi surfing di Nusa Dua karena makin banyak turis datang untuk berselancar.

Sigit Herdiyanto dari Angkasa Pura I berharap BUMN lain juga terlibat dalam program ini. Pihaknya akan mencoba mengajak meluaskan upaya pemulihan laut. Apalagi tahun ini turis asing yang tiba lewat Ngurah Rai ditargetkan 7 juta penumpang setelah kedatangan 5,6 juta tahun lalu.

Pada 2016, NDRF dan Reef Check Indonesia melakukan pengamatan kondisi karang di Pantai Samuh, Nusa Dua dan menemukan pemutihan hampir di sebagian besar yang diamati. Selain itu ada juga yang sudah stress dan menuju pemutihan lalu mati.

Suhu di permukaan air laut saat itu mencapai 30-31 derajat Celsius dan penyebab sebagian hardcoral stres dan memutih. Situasi ini juga terjadi di sejumlah titik penyelaman lain di Bali karena kenaikan suhu global.

Upaya pemulihan ekosistem di pesisirnya rasanya tak sulit bagi pengelola kawasan resor mewah Nusa Dua yang jadi langganan pertemuan-pertemuan internasional. Sudah ada ITDC dan NDRF. Nah sekarang apakah program konservasi bawah laut menjadi isu penting bagi para pengelola hotel berbintang di kawasan ini.

 

Exit mobile version