Mongabay.co.id

Sepasang Bayi Singa Afrika Pesanan Terdeteksi di Bandara Kuala Namu. Apakah Impor Satwa Liar Sebegitu Bebas?

Dua bayi singa asal Afrika berkelamin jantan dan betina yang dikirim ke Indonesia, melalui Bandara Kuala Namu International Airport (KNIA), Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, berhasil dideteksi Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, Kamis (18/1/2018). Pihak karantina menemukan paket sepasang bayi usia dua hingga tiga bulan tersebut dalam sebuah kandang tertutup rapat.

Dokter Hewan Wagimin, Kepala Seksi Karantina Hewan, Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia pada Sabtu (20/1/2018) mengatakan, dua bayi singa tersebut berasal dari Afrika yang dikirim melalui jalur udara. Sebelumnya, transit di Malaysia dengan tujuan akhir Bandara Kuala Namu.

Dari dokumen yang ada, tertera asal satwa tersebut dari Afrika beserta medis kesehatannya. Termasuk kelengkapan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar terancam punah. Penerima sepasang bayi singa ini adalah PT. Sinar Natama, beralamat di Jalan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Wagimin menuturkan, pihaknya telah memantau kondisi kesehatan satwa ini, untuk mengetahui apakah ada virus atau bawaan penyakit berbahaya lainnya. Mengingat, asalnya dari luar negeri. “Pengambilan sampel darah dan pemeriksaan kotoran sudah kami lakukan. Hasilnya, kondisi sehat, namun pemeriksaan medis lebih lanjutan masih dilakukan,” jelasnya.

 

Inilah sepasang bayi singa Afrika usia 2 hingga 3 bulan yang yang dipesan melalui jalur udara Bandara Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Foto: Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan

 

Dia juga menyatakan, pihaknya belum mengeluarkan sertifikat pelepasan satwa predator itu, meski keduanya sudah diserahkan ke pemesannya. Artinya, selama sertifikat belum dikeluarkan, satwa ini masih dalam pengawasan Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan.

“Saat satwa tersebut terdeteksi, kami langsung melakukan pemeriksaan dokumen CITES dan dokumen karantina negara setempat, lengkap. Langkah selanjutnya, pemeriksaan kesehatan. Sertifikat belum kami keluarkan, hingga keduanya bebas virus, parasit, serta penyakit lainnya,” jelas Wagimin.

Sugeng Purwono, Kepala Resort Kuala Namu BBKSDA Sumut, saat dikonfirmasi Mongabay Senin siang (22/1/2018) menyatakan, pihaknya tidak mengetahui masuknya sepasang satwa predator tersebut ke Indonesia, melalui Bandara Kuala Namu.

Menurut Sugeng, Senin siang itu juga, Seksi Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan (P3) dan Seksi P2 BBKSDA Sumut segera mengecek kebenaran informasi tersebut. “Ternyata benar. Pihak Balai Karantina meminta surat resmi untuk bisa mendapatkan dokumen yang kami butuhkan. Seperti dokumen pengiriman, surat karantina negara asal, dan CITES,” jelasnya.

 

Petugas Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan mennunjukkan salah satu bayi singa asal Afrika yang tiba di Bandara Kuala Namu dan kini telah diserahkan ke pemesannya. Foto: Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan

 

Harus jelas

Direktur Animals Indonesia Suwarno mengatakan, sudah sepatutnya Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, benar-benar memeriksa kesehatan sepasang bayi singa pesanan dari luar itu. Jangan nanti ada penyakit berbahaya menular, meski surat keterangan karantina negara asal menyebutkan kondisinya sehat. “Ini penting dilakukan,” jelasnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, terkait hewan impor seperti singa ini, izinnya tidak langsung pada daerah tujuan. Izin, harus disampaikan dulu ke negara tujuan dalam hal ini Dirjen KSDAE, KLHK. Setelah itu, jika disetujui, baru dikirim sesuai lokasi tujuan dengan berkoordinasi pejabat setempat. Berikutnya, diproses penanganannya apakah melalui balai karantina, BKSDA, atau kepolisian.

“Masuknya sepasang singa Afrika melalui Bandara Kuala Namu yang tidak diketahui BBKSDA Sumut, menunjukkan belum ditangani dengan baik prosedur yang ada,” tegasnya.

Kasus ini, menurut Suwarno, tidak bisa dianggap enteng. Bagaimana statusnya saat besar nanti, mengingat satwa ini merupakan predator. Bagaimana perlakukannya, dilepas dimana, dan bagaimana jika lepas secara ilegal. Semua harus dipikirkan. Secara ekologis, ini berdampak panjang.

BBKSDA Sumut menurutnya, harus mencari tahu detil dibawa kemana sepasang bayi ini oleh pemesannya. Meskipun secara undang-undang, di Indonesia hewan ini tidak dilindungi, namun karena predator wajib diketahui keberadaanya.

BBKSDA Sumut juga berhak melakukan penyitaan, karena masuk tanpa izin yang jelas dari negara asalnya. Ini bisa dianggap ilegal. Letak masalahnya, bukan karena perusahaan yang menerima satwa ini memiliki atau tidak ada izin konservasi, tetapi penekannya pada dokumen pengiriman dan izin antar-negara, baik negara asal maupun tujuan.

“Pemiliknya juga harus memiliki izin memelihara. BBKSDA Sumut sebagai perpanjang tangan KLHK di daerah, bisa dan wajib menyita sepasang singa tersebut jika sudah diketahui keberadaannya. Pada kasus ini, jika memang terbukti, ada dugaan pelanggaran prosedur administrasi yang tidak dilengkapi oleh pemesannya,” tegas Suwarno.

 

 

Exit mobile version