Mongabay.co.id

Pengungsi Menambang Material Erupsi Gunung Agung

Hampir tiga bulan dalam status awas atau level kewasadaan tertinggi sejak November 2017 lalu, Gunung Agung, Bali, masih mengeluaran asap. Pada Jumat malam (19/01/2018) terpantau letusan lava pijar di puncak. Hujan deras mendorong terdorongnya material pasir dan bebatuan ke sejumlah aliran sungai.

Salah satunya sungai atau tukad Yeh Sah di Banjar Susut, Desa Muncan. Jarak dari puncak gunung sekitar 9 km. Sungai ini makin ramai dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan bagi pengungsi yang kembali ke desanya setelah radius evakuasi diperpendek jadi 6 km.

Hujan lebat adalah berkah untuk para penambang material di desa-desa sekitar sungai besar yang berhulu di kaki gunung. Misalnya Wayan Konten. Ia bersama belasan warga kini melihat peluang mengumpulkan material ini sebagai pengganti hilangnya pekerjaan saat mengungsi.

Tumpukan bebatuan terlihat makin meninggi. Sekelompok warga hilir mudik di sungai mencari batu-batu seukuran buah durian sampai nangka ini. Semua menggunakan tenaga sendiri, tanpa alat khusus.

Konten menggunakan kepalanya sebagai alat mengangkut batu-batu besar dari sungai. Ia merasa lebih praktis dibanding menggunakan alat angkut seperti bambu dengan wadah yang harus berpasangan memanggulnya.

 

Warga menambang bebatuan dari banjir piroklastik pasca letusan Gunung Agung ini menjadi sumber penghasilan baru setelah diijinkan kembali ke desa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Konten menjelajah sejumlah sudut sungai menemukan batu-batu yang paling kecil seukuran dua kali kepalanya lalu menumpuknya. Tiap tumpukan menandakan jumlah kelompok atau warga yang memilikinya. Pria tua ini memilih mengambil bebatuan warna kelabu.

Sementara beberapa rekannya mengkhususkan mencari batu padas hitam pekat yang digunakan sebagai bahan baku membuat patung dan tugu sembahyang. Jumlahnya lebih sedikit tapi harganya lebih mahal. “Lebih sedikit dapatnya tapi lebih mahal,” kata Wayan Subrata, yang khusus mengumpulkan batu padas hitam.

Sungai Yeh Sah disebut warga berukuran dua kali lebih lebar dibanding sebelum mulai diterjang banjir piroklastik pasca erupsi. “Lihat itu bekas kebun dan beton pembatas sekarang di tengah-tengah sungai,” ujar Konten. Endapan sungai juga bertambah lebih dari satu meter, terlihat dari beberapa bangunan milik perusahaan rafting yang tenggelam oleh material.

Ada sejumlah pengusaha rafting memanfaatkan aliran deras sungai Yeh Sah dan Telaga Waja di kawasan ini. Mereka membuat bangunan tempat rehat di sempadan sungai. Namun beberapa bangunan yang terlalu dekat sungai sudah tenggelam oleh material banjir piroklastik membawa pasir dan bebatuan.

“Kalau mau rajin, ada jalan,” seru Konten terkait siasat di tengah bencana. Ia dan kawannya sebagian besar adalah pekerja di tambang pasir, galian C di Karangasem. Karena lokasi penambangan berada di kaki gunung, sebagian ditutup karena area rawan bencana. Sebagian pekerjanya juga mengungsi.

 

Warga yang sebelumnya mengungsi kini menambang material erupsi Gunung Agung di sungai-sungai jalur lahar dingin. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Di Tukad Unda, Kabupaten Klungkung, sungai besar lahan aliran lahar dingin lainnya ini, beberapa warga lebih fokus menggali pasir. Obyek Wisata Tukad Unda yang langganan lokasi foto pre wedding, sudah beberapa bulan ini sepi. Aliran air jernih yang mengalir bak air terjun di bendungan kini cokelat kehitaman. Bahkan sedimentasi pasir dan kerikil makin tebal. Inilah yang ditambang warga sekitarnya.

Material banjir piroklastik menjadi salah satu sumber pendapatan baru bagi warga yang terdampak bencana. Namun, kewaspadaan harus lebih tinggi karena banjir material bisa tiba-tiba menerjang dari hulu.

Kondisi infrastruktur jembatan juga membuat warga was-was. Misalnya di Yeh Sah, tiang-tiang jembatan dipasangi ban-ban truk yang diharapkan mampu meredam kekuatan aliraan lahar dingin.

Soal insfrastur ini dalam rapat koordinasi penanganan sebelumnya di kantor Bupati Karangasem disimpulkan penyelamatan lewat laut menjadi salah satu hal yang akan dipersiapkan. Masuk akal karena melihat peta kawasan rawan bencana dari Gunung Agung meletus pada 1963, daerah Bali Timur terisolir. Evakuasi korban terhambat. Terutama setelah gelombang lahar dingin lewat aliran sungai yang memutus sarana transportasi.

 

Pemerintah mengurangi radius evakuasi menjadi 6 km dari sebelumnya 12 km. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sistem peringatan dini dinilai penting karena jika erupsi, Gunung Agung sifatnya eksplosif. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani memaparkan jangkauan awan panas bisa sampai 400-600 derajat sampai sekitar 14 km ke arah Utara. Potensi awan panas dari kasus erupsi 1963, jelajahnya 12-14 km. Sementara semburan abu tergantung arah angin.

Ada ancaman sekunder seperti lahar dingin yang mengikuti alur sungai terbawa hujan, ini timbul belakangan setelah erupsi terjadi. Sejak 1963 detak jantung Gunung Agung sebulan bisa dihitung jari. Namun sejak Agustus dan September 2017 detaknya meningkat konsisten. Akhirnya pada 14 September ditetapkan sebagai level II (waspada) lalu level III (siaga) pada 18 September, dan dengan cepat jadi level tertinggi, IV (awas) pada 22 September. Pada November baru erupsi pertama, dilanjutkan erupsi lainnya sampai awal tahun.

Terakhir pada 19 Januari 2018 malam muncul erupsi yang bersifat Strombolian. Tinggi abu sampai ketinggian 2500 m di atas puncak. Tim PVMB dari video pemantau menyebut terlihat ada material yang terlontar keluar kawah sejauh kira-kira 1 km dari kawah. Warga yang masuk dalam kawasan rawan bencana dan tergabung dalam Pasubaya Gunung Agung rajin memantau informasi dan berkoordinir lewat sejumlah saluran informasi seperti WA group dan radio Orari agar tenang tapi siaga.

Di Pusat Pemantauan Gunung Agung, Rendang, Karangasem, kini dipajang puluhan foto-foto sejarah letusan dan dampaknya pada 1963. Di papan lain, ada puluhan foto lain kondisi saat ini. Lokasi ini terlihat kerap dikunjungi turis dan menjadi objek wisata baru pemantauan dan pembelajaran soal gunung api.

 

Exit mobile version