Mongabay.co.id

Mereka Melindungi Harimau Sumatera Berpegang Kearifan Lokal

Malam baru beranjak saat 12 orang tokoh Desa Sekalak, Kabupaten Seluma, Bengkulu, berkumpul. Di rumah kepala desa bernama Sudarmono, mereka mengungkapkan keresahannya akan kondisi air Sungai Sekalak yang memburuk. Bukan itu saja, puing batubara pun berserakan di sungai.

“Lama kelamaan, ikan putih di sungai akan habis. Keadaan ini memungkinkan adanya tindakan dari Puyang Tingkis terhadap orang-orang di perusahaan batubara. Kalau memberi peringatan cukup sering. Bukan hanya menampakan diri di lokasi tambang, tetapi juga menghalangi mobil perusahaan di jalan,” kata Sudarmono, Selasa (16/1/2018) malam itu.

“Gara-gara tambang batubara, sungai rusak, ikan putih tinggal sedikit. Tidak ada lagi lumut untuk dimakan karena sungai berlumpur. Lantai pondok atau tempat Puyang Tingkis menginap di pinggir sungai dekat jembatan desa, sudah tertimbun tanah, batu koral dan batubara,” tambah Safri, tetua desa.

Siapakah Puyang Tingkis?

Masyarakat setempat memercayainya sebagai jelmaan harimau sumatera. Dipanggil Puyang Tingkis karena jari kakinya berjumlah sembilan. Jempol kirinya putus akibat tertimpa batu besar saat memasang kalak.

“Sekalak yang menjadi nama desa ini berasal dari kalak, alat tangkap ikan dari rotan yang digunakan Puyang Tingkis,” ujar Matsun, tetua desa lainnya.

 

Baca: Melihat Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2018-2028. Seperti Apa?

 

Matsun mengatakan, berdasarkan riwayat turun temurun, wilayah jelajah Puyang Tingkis menangkap ikan putih terbilang jauh. Mulai dari aliran air sungai dekat pemukiman hingga ke mata air di Bukit Gasing atau melewati wilayah operasional perusahaan tambang batubara. “Puyang Tingkis “menjelma” seekor harimau untuk menjaga sungai dan ikan putih,” ujarnya.

 

Bongkahan batubara, batu koral dan endapan tanah membuat Sungai Sekalak dangkal dan keruh airnya. Ikan putih yang biasa dicari warga Desa Sekakak, Kabupaten Seluma, Bengkulu, sudah jarang didapat. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

Dilandasi kepercayaan leluhur mengenai harimau, hingga kini warga Desa Sekalak tidak menganggap harimau sebagai mahluk yang mengancam keselamatan. Kendati, terkadang kucing besar itu masuk kebun, sawah, atau pemukiman mereka.

“Kami tidak merasa takut. Di sekitar kebun dan sawah kami sering terlihat jejak Puyang Tingkis. Biasanya datang sebelum musim panen atau awal tahun. Kedatangannya bukan untuk menyerang, melainkan ingin mengetahui kondisi cucunya. Belum pernah sekali pun warga di sini (Desa Sekalak) diserang harimau,” tambah Sudarmono.

 

Tempat yang dipercaya masyarakat sebagai persinggahan Puyang Tingkis atau harimau sumatera ini, tertutup tanah, batu koral, dan batubara. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

 

Sungai memburuk

Manager Kampanye Industri Ekstraktif Walhi Bengkulu Dede Frastien menguatkan pernyataan para tokoh desa tersebut akan kondis Sungai Sekalak yang memburuk akibat operasional perusahaan batubara. Bahkan, Walhi Bengkulu berencana melaporkan permasalahan lingkungan tersebut ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Hasil investigasi Walhi Bengkulu menunjukkan, PT. Bara Indah Lestari (BIL) diduga kuat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana tertuang dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, sehingga terjadi pendangkalan Sungai Air Sekalak. Selain airnya keruh, banyak ditemukan pecahan dan bongkahan batubara di sepanjang sungai,” jelasnya Rabu (24/1/2018).

Menurut Dede, sebagian wilayah Sungai Sekalak Cabang Kiri dan Sekalak Cabang Tengah yang bermuara pada Sungai Sekalak, berada tidak jauh dari enam areal operasi produksi PT. BIL. Diduga kuat, memburuknya kondisi air dan sungai akibat pengupasan tanah dan pengelolaan batubara. “Keluhan warga Desa Sekalak tentang sulitnya menemukan ikan putih menjadi salah satu bukti bahwa kondisi air dan sungai mengalami kerusakan,” ujarnya.

Hasil kajian Walhi Bengkulu juga menemukan, warga Desa Sekalak memiliki kearifan lokal mengenai harimau sumatera dan Sungai Sekalak. “Cerita masyarakat, sudah cukup sering harimau memberi peringatan kepada perusahaan dengan cara menampakan diri di atas alat berat mereka. Hanya saja, menurut warga, pesan yang disampaikan oleh leluhur mereka itu tidak menjadi perhatian perusahaan.”

Menurut Dede, kearifan lokal warga Desa Sekalak sangat penting dilindungi dan diakui. Karena, mengandung nilai-nilai pelestarian harimau sumatera dan perlindungan daerah aliran sungai. “Walhi akan mendorong warga Desa Sekalak untuk mengusulkan kepada pemerintah daerah agar kearifan lokal tersebut mendapat pengakuan dan perlindungan. Upaya ini sesuai Permenlhk No. 34/2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup,” tuturnya.

 

Harimau sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Daerah jelajah harimau

Kemunculan harimau sumatera di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT. BIL memang ada. Penghujung Oktober 2017, sebanyak tiga ekor harimau berkeliaran di areal stock file PT. BIL.

Menurut Representatif Forum HarimauKita di Bengkulu, Erni Suyanti Musabine, wilayah IUP PT. BIL termasuk daerah jelajah harimau sumatera. “Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Bukit Badas merupakan bagian dari lanskap Balai Bukit Rejang Selatan (BBRS). Jadi merupakan daerah jelajah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae),” katanya.

Pertambangan batubara merupakan salah satu ancaman bagi kelestarian harimau sumatera. Bukan hanya konflik manusia dengan harimau, tetapi juga memicu perburuan. “Lanskap BBRS masuk kategori sedang, dengan jumlah populasi harimau kurang dari 70 individu. Bahkan, hasil penelitian salah satu lembaga international yang fokus pada upaya pelestarian harimau menyebutkan, populasi harimau di BBRS sekitar 30 individu,” terang Erni.

 

Peta wilayah IUP PT. BIL dan aliran Sungai Sekalak. Sumber: Adendum Analisa Dampak Lingkungan Hidup, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan PT. Bara Indah Lestari

 

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu Ahyan Endu, meminta pemerintah desa atau warga Desa Sekalak mengirimkan laporan tertulis terkait Sungai Sekalak yang diduga menjadi korban pencemaran tambang batubara. “Kami butuh laporan tertulis warga. Sehingga, kami bisa melakukan pengecekan, termasuk berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu untuk menindaklanjutinya,” kata Ahyan.

Sebagai informasi, PT. BIL yang awalnya bernama PT. Infopen Mulia, mengantongi Surat Keputusan Bupati Seluma Nomor 448 Tahun 2012 tentang Persetujuan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan – Operasi Produksi Kepala PT. Bara Indah Lestari dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK.710//Menhut-II/2009 tentang Izin Pinjam Kawasan Hutan untuk Kegiatan Eksploitasi Pertambangan Batubara dan Sarana Penunjangnya pada Hutan Produksi Terbatas. Izin atas nama PT. Bara Indah Lestari yang terletak di Kelompok Hutan Produksi Terbatas (HPT) Bukit Badas Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, seluas 1.013,28 hektar.

 

 

Exit mobile version